Meramu

MERDABA ~ Meramu Damai Bersama

SASTRA

Goresan Tinta Cerpen dan Puisi

BOOK CORNER

Temukan Rekomendasi dan Review Buku dari Meramu.com

SEPUTAR ISLAM

Artikel Seputar Islam.

Biology Corner

Belajar Biologi Bersama

Sahabat Ilalang 2

Masih dalam rangka mengenang sahabat kami, Arma Abdillah. Allahumma ighfir lahu warhamhu. Amiin.

Pertengahan 2017. Satu minggu setelah lebaran, Para anggota Ilalang mengadakan kegiatan camping ala-ala di Sumber Pitu, Pujon, Malang. Jika kau belum tahu, Ilalang adalah nama untuk alumni Alang-Alang. Adapun Alang-alang adalah nama Pecinta Alam di sekolah kami, SMPN 4 Tuban. Alang-alang itu berbeda dari OSIS. Tidak ada gengsi atau standar tertentu di organisasi ekstra ini. Kebetulan karena aku tergabung keduanya, baik OSIS maupun Alang-alang, aku bisa merasakan banyak perbedaannya. Aku belajar banyak dari OSIS, cukup dikenal teman-teman dan guru-guru di sekolah karena menjadi OSIS. Di Alang-alang, meskipun aku tidak mendapatkan sesuatu seperti dikenal dan dikagumi sebagaimana ketika aku di OSIS, tetapi aku mendapatkan keluarga dari organisasi ini. dan Arma adalah ketua Alang-alang di jamanku. Selain itu, di organisasi ini aku juga dipertemukan dengan kakak-kakak yang baik, Kak Teguh, Kak Jaidi, Kak Yudi, Kak Rudi, dan CS mereka.

Kelas 8 aku sekelas dengan Arma, kelas 8B. Jadi di kelas itu ada Ketua Alang-alang dan ada ketua OSIS. Meskipun aku anggota Alang-alang, kelas 8 itu aku lebih fokus untuk bekerja di OSIS. Sehingga dengan Armapun aku tidak begitu dekat. Di kelas, karena deret kita berbeda, aku juga tidak begitu ingat kami pernah berinteraksi apa saja.

kelas 9, kami berbeda kelas. Arma di kelas 9E, kelas yang adem ayem dan anaknya baik-baik. Sementara aku di kelas 9B yang terkenal dengan kegaduhan dan ulahnya. Kelas 9B ada berbagai macam karakter. Ada Meiduwi, si wakil ketua OSIS waktu kami kelas 7, ada Permata si siswi paling cantik, ada Ina atlet basket favorit di sekolah, ada beberapa anak band yang gahol, ada yang pendiem juga, ada Ganteng yang suka aneh-aneh. Macem-macem pokoknya. Yang jelas, kelas 9B menjadi begitu populer di kalangan guru karena keaktifannya di dalam kebaikan dan keonaran. Seimbang.

Begitu lulus, kami melanjutkan sekolah di tempat yang beragam. Aku mondok di Sunan Drajat. Arma, Syafi'i, dan beberapa sahabat Ilalang lainnya melanjutkan ke SMK N 1 Tuban. Setiap usai lebaran, biasanya kita menyempatkan waktu untuk kumpul-kumpul di daerah Boto, Semanding. Sekedar bakar-bakar ikan, atau sekedar kumpul-kumpul.

Seangkatanku, yang langgeng di Ilalang ya Arma, Syafi'i, Dhimas, dan Hasan itu, ada juga dua bersahabat Hayun dan Tian, tetapi semenjak Hayun menikah mereka sudah jarang ikut. 

Ohya, aku lupa belum memperkenalkan pembina kami, Pak Ali Manshur. Kalau ga ada Beliau, kita mungkin ga bisa kumpul-kumpul seperti ini. Sekarang, Ilalang agak berkurang rasanya semenjak Arma pergi. tetapi tentu dia masih ingin organisasi ini berjalan sebagaimana dia dulu ada.


Foto 1:
diambil ketika kami kelelahan menaiki tanjakan di Sumber Pitu. Hanya Arma yang masih terlihat bugar. Aku sudah teler di pojokan.

Foto 2:
Diambil tanpa sengaja oleh Arma.

Foto 3: (dari kiri) Arma, aku, dan Kak Fa'i

Foto 4: Beberapa anggota Ilalang di  salah satu Grojogan Sumber 7

foto 5: Setelah naik lagi satu tingkat kita sampai di Grojogan yang entah ke berapa. Sambil duduk-dudk beristirahat sejenak. Arma mengenakan kaos kebanggaannya, Drago Mizu, Organisasi Pecinta Alam di SMKN 1 Tuban yang ia dirikan bersama Syafi'i 


foto 6: Dhimas, Arma, dan Syafi'i (kurang satu: Hasan). Mereka empat bersaudara ketemu gede yang dipertemukan di Alang-alang.

foto 7: Sambil menunggu anggota Alang-alang yang lain datang dari Tuban, sore hari kita menyempatkan main ke kafe sawah di Pujon. 

foto 8: ketika kami memesan coklat panas berempat, Si adik ketua Ilalang abadi, Nur Azizah, mengambil foto kami tanpa permisi. 

Allah menyayangi Arma. Kami juga. 





Sahabat Ilalang

Berdiri dari kiri: Arma, Dhimas, Dek Galuh, Kak Faizin, Kak Rohmat
duduk dari kiri: Kak Wendy, Syafi'i, Si Nur, Aku, Pak Ali, dan si kecil Dafa

Setiap nama punya ceritanya masing-masing. Jika kau berkenan, aku ingin bercerita kepadamu tentang seseorang. Dia adalah sahabat yang cukup dekat, meskipun intensitas kebersamaan kita tidak begitu banyak.

Namanya Arma Abdillah. Lahir 4 bulan setelahku, tepat di hari Ibu. Jika berbicara tentang Arma, kata pertama yang paling ingin kusebut adalah tenang. Benar sekali. Arma adalah pribadi yang tenang dan low profile. Dia seorang introvert secara kepribadian, tetapi suka sekali terjun ke dalam kegiatan sosial. Selain Maudy Ayunda dan Koh siapa itu, Arma juga salah satu bukti bahwa menjadi introvert itu bukan hal yang buruk. It is a good thing we know. Beberapa orang mungkin memang mengartikan introvert sebagai sesuatu yang negatif. Mereka -yang tidak tahu- mengatakan bahwa introvert cenderung menarik diri dari pergaulan dan demam panggung. Tetapi sebenarnya introvert bukan itu, introvert memang butuh waktu lebih banyak untuk ber-me-time demi mengumpulkan energi, tetapi ia bukan sepenuhnya penyendiri dan kolot.

Februari 2018 lalu ada sebuah kabar tentang Arma. Sayangnya bukan kabar bahagia. Satu hari sebelum kabar itu datang, entah kenapa bayangan Arma kembali menyeruak. Waktu itu sekitar pukul 15.00 WIB, aku sedang berkendara menuju Bojonegoro, mau main ke rumahnya Aim. Di tengah jalan, tiba-tiba bayangan Arma muncul. Kuanggap itu biasa. Jam 17.00 aku bertolak dari Bojonegero ke daerah Lamongan pelosok untuk menginap di rumah teman yang besoknya mantenan. Aku lupa nama kecamatannya. Yang jelas aku masih ingat ternyata dari Bojonegoro ke daerah itu memakan waktu yang cukup lama. Sejujurnya itu pertama kalinya aku main ke daerah Lamongan pelosok, kukira bisa ditempuh dalam waktu 30 menit, tetapi ternyata hampir 2 jaman. Karena salah estimasi itu, aku harus berkendara seorang diri ketika hari sudah gelap. Jangan tanyakan betapa hatiku penuh dengan kekhawatiran dan pikiran-pikiran buruk. Sebenarnya pikiran buruk itu juga efek dari film thriller yang aku tonton. Aku jadi berpikir macam-macam. Terlebih daerah yang kulewati adalah hutan-hutan yang tidak ada lampunya. Sepenuhnya gelap. Pengendara motor juga jarang yang lewat.

Di tengah ketakutan itu aku terpikir lagi, coba kalau aku ga sendiri, pasti ga bakal takut seperti ini. Coba ada Arma, semua pasti akan terasa lebih baik. Entah kenapa aku berpikiran seperti itu. Mungkin rasa takut membuatku mengingat perjalanan ke Malang bersama Arma dulu, meskipun kita berangkat dari Tuban jam 15.30 dan sampai di Malang jam 21.00, aku merasa aman-aman saja. Waktu itu meskipun kembali ke Malang bareng, kita tetap sepedaan sendiri-sendiri. Arma memandu jalan di depan, dan aku mengikuti dari belakang. Aku sempat hampir nabrak motor ketika di tikungan Pujon karena mengikuti Arma yang lihai sekali menyalip truk-truk. Tetapi aku yang mau nabrak itu jadi pembahasan seru ketika kita berhenti sejenak untuk makan malam di dekat UMM. dan aku masih ingat, ketika itu Arma bercerita, bahwa ia dan ayahnya seperti batu dan besi, sama-sama keras, sehingga tidak ada yang mau mengalah. tetapi bagiku, dari luar, Arma tetap terlihat lembut dan dingin.

Pikiran tentang Arma segera lalu ketika ada seorang pengendara motor dari belakang. Dari suara motornya, orang itu rasanya semakin dekat. karena takut dan pikiran sudah ga karuan, akhirnya aku ngebut bukan main. Bagaimana kalau dia begal? Bagaimana kalau pengendara di belakangku bukan orang baik-baik?
aku sudah was-was sekali. Aku mengendara di atas kecepatan 90. Hampir lepas kendali juga ketika jalannya ternyata berbelok.
Begitu keluar dari jalan hutan yang lengang dan melihat sebuah toko. Aku segera berhenti. Tanganku masih gemetar. Jantungku masih tidak stabil. Aku benar-benar takut. Ketakutan luar biasa yang baru pertama kali kurasakan.
Akhirnya, aku mencoba menghubungi temanku. ternyata jaringan 3 di daerah itu tidak ada sinyal. Kebetulan ada mas-mas pembeli di toko depanku. Aku nekat meminjam HP kepada mas itu, dan ternyata dia mempersilakan aku untuk telfon dengan HPnya. Alhamdulillah, baik sekali.

Di telfon, ternyata keluarga temanku katanya ga ada yang bisa jemput. Aku mulai bingung, tidak tahu harus bagaimana. Tetapi tidak lama, temanku mengabari ada pak leknya yang mau jemput, aku disuruh nunggu di pom yang tak jauh dari tempatku saat itu.

Setelah berterimakasih, aku melanjutkan perjalanan, masih dengan pikiran yang kalut. Sesampainya di Pom, ternyata pak Leknya temanku sudah ada. Kita langsung cus menuju rumah temanku itu. Ternyata, rumahnya harus melewati hutan lagi, kali itu hutannya lebih panjang dan lebih sepi. Untung saja aku dijemput. Kalau enggak, aku gatahu mesti gimana.

Aku menginap di sana dan pulang sekitar jam 11an siang. Karena di daerah itu HPku sama sekali tidak bisa menangkap sinyal, aku jadi tidak tahu ada informasi apa di luar sana. Tetapi perasaanku pagi itu benar-benar tidak nyaman.

Sekitar jam 2 siang aku tiba di Tuban. Karena harus membelikan ibu beberapa keperluan, aku jadi mampir Bravo Supermarket dulu. Ketika sedang antri kasir, ada pesan dari Khusnul,

"Ga takziyah ke Arma?"
"Siapa yang meninggal? Ayah atau Ibunya?" balasku cepat
"Coba cek grup."

Begitu aku buka grup SMP, ada berita bahwa Arma kecelakaan di Soko and he passed away. Aku terkejut bukan main. Setengah tidak percaya. Tetapi itu benar-benar terjadi.
Akhirnya ketika sampai di rumah, aku bergegas membersihkan diri dan dengan dijemput Khusnul pergi takziyah ke Perbon, ke rumahnya Arma.

Aku tidak mengira bahwa bayangan-bayangan tentang Arma adalah firasat.
Aku tidak pernah berpikir bahwa ia akan pergi begitu cepat. Meninggalkan kami, sahabat-sahabatnya di Ilalang.

Barangkali Allah memang telah begitu rindu untuk berjumpa dengan Arma, sehingga lelaki baik itu dipanggil pulang terlebih dulu.

untuk Arma. Al fatihah.

Me-reka Ulang

Beberapa hari terakhir ada sesuatu yang begitu mengganjal. Rasanya ingin menyelesaikan sesuatu, tetapi aku tahu ia tidak akan bisa selesai sampai seseorang pulang dan menyempatkan duduk bersama di satu waktu.

Entah mengapa segala sesuatu yang berkaitan dengan hati menjadi begitu rumit. Hendak diterjemahkan melalui bahasa isyarat - lewat apa saja - tetapi tidak pernah berhasil sepenuhnya.

Entah bagaimana rindu yang dulu jarang sekali ada, kini menjadi teramat menyiksa batin. Tidak ada obat yang paling murah selain bertemu, sekaligus paling mahal. Dan menemuinya adalah sebuah kemewahan yang sulit didapat.

Aku tahu jatuh hati bukan tentang apa dan siapa. Tetapi tentang apa dan bagaimana. Jika memang ditakdirkan untuk memiliki ketersalingan, maka sebuah sapaan yang  biasa sajapun bisa menjadi perantaranya. Tetapi jika ketersalingan itu tidak pernah dinashkan, maka tidak seorangpun bisa mengusahakan untuk menjadi saling mengisi dan melengkapi.

Jatuh hati sederhana sekali.
Tapi di sisi lain ia juga kompleksitas tingkat tinggi.

Jangan berhenti mencintai, tetapi juga jangan bodoh demi cinta yang tidak bisa kau beri juang dan hargai. Beri porsi pada diri. Kejar yang pasti. 

Thought

The thought of parting
The thought of losing you
It is sort of a thought I never wish to have
This hand-sided
How would this end?
Guess I truly love the wrong man
Guess I really hurt my self
By loving a man whom far far away
Just in meters of body but heart are thousands of light far
It's blinded
The love is insane
And I lost the logic to go back sane

Renungan Gus Mus

*TUHAN MENGAJARKAN MELALUI CORONA*

Karya : KH Mustofa Bisri

Vatikan sepi
Yerusalem sunyi
Tembok Ratapan dipagari
Paskah tak pasti
Ka'bah ditutup
Shalat Jumat dirumahkan
Umroh batal
Shalat Tarawih Ramadhan mungkin juga bakal sepi.

Corona datang
Seolah-olah membawa pesan bahwa ritual itu rapuh!
Bahwa "hura-hura" atas nama Tuhan itu semu
Bahwa simbol dan upacara itu banyak yang hanya menjadi topeng dan komoditi dagangan saja.

Ketika Corona datang,
Engkau dipaksa mencari Tuhan
Bukan di Basilika Santo Petrus
Bukan di Ka'bah.
Bukan di dalam gereja.
Bukan di masjid
Bukan di mimbar khotbah
Bukan di majels taklim
Bukan dalam misa Minggu
Bukan dalam sholat Jumat.

Melainkan,
Pada kesendirianmu
Pada mulutmu yang terkunci.
Pada hakikat yang senyap
Pada keheningan yang bermakna.

Corona mengajarimu,
Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian
Tuhan itu bukan (melulu) pada ritual
Tuhan itu ada pada jalan keputus-asaanmu dengan dunia yang berpenyakit.

Corona memurnikan agama
Bahwa tak ada yang boleh tersisa.
Kecuali Tuhan itu sendiri!
Tidak ada lagi indoktrinasi yang menjajah nalar.
Tidak ada lagi sorak sorai memperdagangkan nama Tuhan.

Datangi, temui dan kenali DIA di dalam relung jiwa dan hati nuranimu sendiri.
Temukan Dia di saat yang teduh dimana engkau hanya sendiri bersamaNya.

Sesungguhnya Kerajaan Tuhan ada dalam dirimu.
Qalbun mukmin baitullah.
Hati orang yang beriman adalah rumah Tuhan.

Biarlah hanya Tuhan yang ada.
Biarlah hanya nuranimu yang bicara.
Biarlah para pedagang, makelar, politikus dan para penjual agama disadarkan oleh Tuhan melalui kejadian ini.
Semoga kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari kejadian ini.

____
Jakarta,21 Maret 2020 ikhtiar dan bermunajat

Setelah 1998




Untuk kita kenang besok.
2020 -- Tahun di mana dunia harus kuwalahan menghadapi makhluk ultra mikroskopis bernama virus.
Microbes, meminjam istilah Bill Gates, memang sudah diprediksikan akan menjadi sesuatu yang perlu penanganan khusus. Terlepas ini senjata biologi atau bukan, kita hanya bisa mengusahakan dan mendoakan yang terbaik.
Secara mengejutkan, Habib Husein Baaghil beberapa waktu sebelumnya telah memprediksi kejadian ini. Sebuah peristiwa yang membuat ka'bah tidak boleh dikunjungi untuk sementara waktu. Umroh dan Haji masih belum diizinkan. Pengajian dan majlis lainnya terpaksa dibatalkan sampai pada waktu yang belum bisa ditentukan.
Seorang Habib pastilah telah dibuka mata batinnya. Beliau mampu mengetahui beberapa ihwal yang tidak diketahui olrh manusia pada umumnya.

2020 -- Tahun di mana kita menyadari betapa manusia sebenarnya memang makhluk kecil yang tidak memiliki daya apa-apa. Dihantam virus yang jauh jaauuuh lebih kecil dari kita saja sudah kelabakan tidak karuan. Sudah begitu, kita manusia masih sempat merasa unggul di muka bumi. Kata Yai Huda, Corona adalah jawaban kesombongan China. Tapi tentu, itu pelajaran kita bersama. Karena dampaknya mendunia. Bukan lagi epidemi tapi sudah menjadi pandemi. Tapi kalau mau diangan-angan lebih jauh lagi, peristiwa ini mestinya sudah ditulis sejak dulu, bahkan sebelum bumi berpenghuni. Untuk dijadikan bahan belajar sekaligus peringatan.

Sebelumnya, 1918 populasi manusia banyak berkurang karena virus flu. Berikutnya ada H1N1, SARS, MERS dan beberapa lainnya. Dan sekarang kita berjuang melawan makhluk sejenis yang telah berevolusi bentuknya.

Pergerakan kita, ekonomi kita, sosial budaya kita - tengah diuji. Kita harus saling menguatkan agar mampu melewati ini. Usah mengkritik sana sini, apalagi mengkritik pemerintah dengan kebijakan terbaik yang mereka yakini. Belum tentu kita bisa sebaik mereka jika kita yang berada di sana. Lakukan yang terbaik sesuai kapasitas dan versi kita. Menyalahkan dan terus menerus mencerca tidak akan menjadi solusi. 

Selesai

Setelah cukup waktu.
Cukup menimbang dan menunggu,
Kita bisa selesai pada suatu cerita -
yang sayang sekali meskipun penuh warna, harus tetap diusaikan.

Ashe benar, anak muda kadang mencintai  orang yang salah.
It's okay.
Itu adalah pembelajaran dalam sebuah perjalanan.

Ashe benar,
Lebih baik mencintai dan patah,
Daripada tidak mencintai sama sekali.
Semua akan menuai hikmah.

Setelah sekian waktu,
Berkelana dengan gundah, bahagia, dan rindu.
Bercengkrama dengan sepi dan dorongan untuk bertemu,
Kita bisa sungguh-sungguh melepaskan,
apa yang semestinya tidak kita jadikan pegangan.

Tidak mudah mengakhiri,
Tapi akan lebih sulit jika tetap tinggal.
Mari mengucapkan goodbye dan dan thankyou  dengan anggun.
Mari mereka ulang ceritanya dengan lebih benar.

Menua Bersama?

Menua bersama?
Ide yang bagus.
Kita bisa saling melengkapi di saat panas dan hujan.
Saling memberi arti dan belajar give our best instead of berekspektasi secara berlebih.
Kita bisa jalan berdampingan
Dalam gang-gang kehidupan

Kau bisa menuntunku ketika aku lelah
Dan aku bisa menguatkanmu di saat kamu patah

Jadi bagaimana?
Sepakat menua bersama?
Mari menjadi seirama dan menyatukan frekuensi kita.

#Dirumahdulu

Mulai hari ini, kita di rumah dulu.
Ga keluar-keluar kecuali memang sangat perlu.
Untuk meringankan kerja mereka yang harus stay di Rumah Sakit.

Ba, kamu juga ya.
Kalau kamu masih di Negeri Singa, patuhi peraturan Stay Home Notice dari kampus.

Karena ga enak mau bertanya kabar terus-terusan, kamu harus tetap jaga kesehatan ya. Bapak Ibuk menunggu di rumah.

Kalau ternyata kamu di rumah, minimalisir pergi jauh-jauh ya. Bapak Ibuk sangat renta, kamu harus menjaga mereka.

Semoga wabah ini cepat berlalu. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dan memampukan kita berjumpa dengan Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.

Semoga Allah menguatkan mereka yang harus jauh dari keluarga dan senantiasa menjaga mereka.

Matahari 1/2 Lingkar

Hujan malam ini mengingatkanku pada sebuah seri Webtoon berjudul "Matahari 1/2 Lingkar".

Webtoon itu mengisahkan seorang perempuan muda yang masih memendam cinta pertamanya ketika ia duduk di bangku SMP. Kisah mereka tidak pernah selesai, karena laki-laki yang ia cintai, yang ia ibaratkan sebagai matahari sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama, dulunya.

Laki-laki itu pernah menyatakan perasaannya, tetapi tidak ia terima karena ia tahu - sahabatnya juga menyukai lelaki yang sama. She chose her friendship. of course. Tetapi ternyata pilihan itu membawa ia pada kisah panjang yang rumit.

Ketika teman yang ia perjuangkan telah berkali-kali melabuhkan hati di tempat lain, melupakan kejadian di masa lalu, perempuan muda itu masih tetap saja memendam perasaan yang sama. Terperangkap dalam ilusi mataharinya. Dalam hari-hari panjang yang menjengahkan, ia terus saja menunggu mataharinya untuk datang. si Matahari yang sepupu teman dekatnya sendiri.

Setiap kali dikenalkan dengan seseorang yang baru, ia tidak pernah bisa membuka hati, karena ia takut kalau-kalau mataharinya datang dan ia telah bersama yang lain. Jadi ia memilih untuk tetap sendiri. Kalut dengan mataharinya yang tidak jelas jeluntrungannya.

Hingga suatu ketika, perempuan muda yang memiliki keahlian dalam bidang design itu mendapat sebuah tawaran untuk mendesain undangan dari temannya teman. Dan ternyata, mempelai prianya adalah si matahari.

That was really a thing!

Bayangkan ketika kau tengah menunggu seseorang, menunggu dengan sepenuh hati, dan tiba-tiba saja yang kau tunggu dengan begitu saja pergi.

Di kemudian hari, si matahari tahu ternyata yang membuat desain undangan adalah seseorang di masa lalunya. Ketika mereka bertiga harus bertemu untuk membicarakan desain yang diinginkan, bisa kau perkirakan betapa kikuknya perempuan muda itu dan si matahari.

Sesuatu yang pernah ada di masa lalupun mencuat, bahkan si matahari juga mulai terombang-ambing dengan perasaannya.

Rasa yang sebenarnya masih sama-sama kuat itu awalnya memang kalah dengan ego masing-masing, kalah dengan sikap kukuh si matahari dan si perempuan muda  untuk menghindar dan tidak saling menyapa, tetapi begitu mereka bertemu - ada sesuatu yang lain yang memaksa mereka untuk berbicara.

Hal itu menimbulkan sedikit keretakan dalam hubungan si matahari dan calon istrinya. Ada rasa cemburu. Ada keraguan dan berbagai kegelisahan lainnya. karena ternyata, sebelumnya si mataharipun berjuang melawan ilusinya tentang perempuan muda itu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berlabuh pada hati yang lain.

Pada akhirnya, setelah melewati berbagai dilema. Perempuan muda itu, dan mataharinya, jatuh pada satu kesimpulan bahwa kisah mereka yang sudah dimulai bertahun-tahun lalu harus diusaikan. Ada orang lain yang harus mereka dampingi dan cintai,

Mungkin mereka dipertemukan bukan untuk melanjutkan kisah yang lama, tetapi untuk menyelesaikan kisah yang belum usai. Kenapa? karena pasangan hidup mereka berhak mendapatkan cinta yang utuh tanpa ada bayang-bayang masa lalu yang belum tuntas.

..

Webtoon Matahari 1/2 lingkar ini memang tidak begitu muncul di permukaan, tetapi perjalanan rasa dan pembelajaran hidupnya begitu luar biasa. Terlebih bagi mereka yang agak melankolis dan condong pada kepribadian introvert.

Karena kalau aku pribadi, beranjak dari sebuah kisah itu bukan sesuatu yang mudah. Beberapa orang memang mudah melepaskan dan berpaling. Tetapi beberapa lainnya sulit sekali beralih. Dengan alasan entah bagaimana, mereka memilih untuk tetap tinggal pada kisah yang sebenarnya tidak harus mereka tinggali. dan yaa... itu pilihan masing-masing.