Judul: Peci Miring
Pengarang: Aguk Irawan MN
Penerbit: Javanica
Cetakan: 1, September 2015
Tebal: 389 Halaman
ISBN:
978-602-72793-1-5
Gus
Dur merupakan sosok fenomenal sekaligus kontroversial. Ada berbagai persepsi
yang lahir dari setiap lapisan masyarakat tentang guru Bangsa satu ini. Gus Dur
melebur dalam masyarakat, seorang pemikir, Kiai, dan juga aktivis kemanusiaan
yang dekat dengan semua kalangan. Sangat dicintai tetapi juga banyak dibenci.
Dalam
novel Peci Miring, Aguk Irawan menggambarkan perjalanan Gus Dur mulai dari
lahir hingga pengembaraannya ke Eropa dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dicerna. Menurut KH. Mahfudz Ridwan, bahasa yang digunakan begitu hidup dan
menjiwai setiap cerita yang dituturkan dalam beberapa bab.
Di halaman
awal novel, kita akan disuguhi bagaimana Gus Dur kecil hidup di Pesantren
Tebuireng dan bagaimana interaksinya dengan sang Kakek, Hadrotus Syaikh KH Hasyim
Asy`ari. Dipaparkan juga bahwa semasa kanak-kanak, Gus Dur adalah anak kecil
yang bandel sehingga tangannya pernah 2 kali patah karena jatuh dari pohon. Secara
tidak langsung, novel ini juga menggambarkan betapa besarnya kharisma yang dimiliki
KH Hasyim Asy`ari, serta sepak terjang Beliau dalam memperjuangkan NKRI.
Karya
Aguk Irawan ini memberikan cara yang luwes dalam mengisahkan biografi tokoh
ternama seperti Gus Dur. Cerita yang dikemas dalam bentuk Novel, membuat kita
bisa merasakan emosi yang hendak disampaikan oleh Aguk yang pernah dialami oleh
Gus Dur. Semisal ketika membaca halaman di mana KH Hasyim Asyari wafat,
perasaan kita akan terbawa dalam keadaan sedih, atau ketika Ayah Gus Dur, KH
Wahid Hasyim, mengalami kecelakaan di Bandung dan meninggal dunia ketika tengah
dalam perjalanan bersama Gus Dur, kita akan dibuat merasakan perasaan kalut dan
duka.
Selesai
dengan masa kecil Gus Dur yang erat kaitannya dengan dunia pesantren, di bagian
lain novel kita akan menemukan fakta menarik bahwa Gus Dur adalah sosok yang
gemar sekali membaca dan sangat dekat dengan buku. Dalam usia yang dapat
dikatakan Dini, Gus Dur bahkan telah mengkhatamkan Marxisme, Leninisme, dan
bacaan berat lainnya yang notabene berbahasa asing.
Di luar
itu, Gus Dur dengan kecerdasannya mampu menguasai kitab-kitab kuning dan
pelajaran-pelajaran lainnya dalam waktu yang relatif singkat, sehingga ia
cenderung bosan lantas mengabaikan pembelajaran formal di dalam kelas.
Hal
lain yang membuat novel ini menarik adalah banyak hal tak terungkap tentang Gus
Dur yang dmuat dalam novel ini, antara lain tentang kecerdikannya dalam membuat
taktik, hubungannya dengan teman-temannya di pesantren Tegalrejo, dan
persinggungannya dengan beberapa orang-orang komunis di Yogyakarta.
Tetapi
sangat disayangkan, bahwa kisah pengembaraan itu usai diceritakan ketika Gus
Dur mulai menginjakkan kaki di Eropa. Tentu akan lebih menarik jika novel ini
juga berisi bagaimana perjalanan Gus Dur di Eropa sehingga bagaimaa sepak
terjangnya di sana dan dengan siapa saja ia berinteraksi di Benua yang terkenal
dengan modernitasnya tersebut. atau mungkin novel lanjutan dari Peci Miring ini
akan terbit dengan mengisahkan perjalanan Gus Dur yang lebih panjang, di mulai
sejak ia mengembara di Eropa.
0 comments:
Post a Comment