PASRAHKAN SAJA DAN LIHAT HASILNYA




Pada suatu subuh, terdengar lantunan Al Quran dari seorang perempuan yang masih mengenakan mukena dan duduk di serambi aula. Perempuan itu memejamkan mata, sedang menghafal beberapa ayat surat Al An’am. Dari tilawahnya yang panjang, ada beberapa kalimat yang sampai saat ini masih terngiang:

 “Jika kamu telah bertekad kuat, maka pasrahkan saja segalanya kepada Allah.”  (3:159)

Mendengar ayat ini ketika suasana hati sedang tak menentu rasanya seperti mendapat air di tengah kehausan yang mendera. Obat yang mujarab. Terlebih ketika hari-hari tengah dipenuhi kegagalan-kegagalan yang tak kunjung usai. 

Ayat ini mengingatkan kembali bahwa apapun itu, -entah usaha, doa, atau bahkan yang masih sekedar dalam harapan-, harus kita pasrahkan kepada Allah. Entah apapun hasil yang kita dapatkan, baik itu kegagalan atau keberhasilan semua itu ada dalam kehendak Allah. Sebagai manusia, wilayah kita adalah berusaha, berdoa, dan menerima, selebihnya wewenang Allah.

Tidak dipungkiri, terkadang manusia memang diluputkan oleh kesibukan dunia yang seakan-akan segalanya. Sibuk melakukan ini, sibuk melakukan itu, sibuk mengejar deadline, sibuk membangun karir. Dan ketika semua kesibukan itu telah mencapai suatu titik jenuh, maka hati akan terasa begitu kosong, pikiran akan terasa suntuk.

Beban hidup dan tugas serasa begitu membelenggu dan menumpuk. Pada saat-saat seperti itulah manusia biasanya akan kembali mengingat asal-muasalnya, mengingat ke mana ia harus mengadu, dan ke pintu mana ia harus kembali.

Hal demikian wajar adanya dalam sebuah siklus hidup manusia. Terjadi karena ada beberapa hal yang alpa dari rutinitas harian, misalnya kurangnya mendengarkan petuah-petuah dari sosok-sosok yang menentramkan hati seperti kiai, ustadz, atau bahkan dari anak muda yang sudah menyamudra ilmunya. Kurang membaca Al Quran, atau mungkin sudah membaca Al Quran tetapi tidak mendalami maknanya, dan banyak hal-hal lain yang berpotensi menyebabkan hati kita menjadi tidak tentram.

Bagaimanapun, sebagaimana tubuh, hati juga memerlukan nutrisinya. Asupan gizi hati bukan berasal dari protein, mineral, ataupun vitamin yang bisa kita dapatkan dari makanan. Gizi bagi hati akan kita peroleh dari berbagai hal yang berkaitan dengan spiritualitas.
Ada banyak cara untuk menutrisi hati. Bahkan juga dari kesengsaraan dan penderitaan yang kita lihat di pinggiran jalan, yang kemudian dapat menuntun kita untuk bersyukur atas apa-apa yang telah dianugerahkan kepada kita. Umum diketahui bahwa hati yang sumpek seringnya disebabkan oleh ketidakmampuan kita dalam bersyukur.

Hati yang ongso-ongso dan selalu merasa kurang -- benar-benar akan membuat hidup seseorang menjadi tidak bahagia. Karena sudah jelas tersurat dalam mushaf cinta, bahwasannya barangsiapa yang bersyukur maka akan ditambah nikmatnya dan barangsiapa yang kufur maka akan mendapatkan adzab yang pedih.

Jadi -- Whatever going trough, don’t forget to be grateful ya ikhwati fillah ^^




0 comments:

Post a Comment