23 Desember 2019
Menjelang tahun baru 2020.
Aku memutuskan untuk tidak membuat resolusi apapun di tahun baru nanti. Aku lebih memilih berjalan saja. Mengikuti alur yang telah ditetapkan Tuhan untukku. Berpasrah. Sambil mengusahakan apa yang bisa kuusahakan.
Kau benar, resolusi memang penting. Karena resolusi adalah bagian dari mimpi. Dan mimpi, tidak lain adalah pengingat yang baik agar kita tetap mengayuh sepeda yang kita naiki. Agar kita sampai pada sesuatu. Entah apa itu.
Kau benar, tanpa mimpi semuanya kosong. Berjalan tanpa mimpi adalah perjalanan tanpa tujuan. Tapi kau juga harus tahu, bahwa terkadang mimpi saja tidak cukup. Terkadang mimpi yang telah diatur sedemikian rupa - can end up in vain - dan pada akhirnya, tetap saja, yang kita jalani adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk kita.
Manusia ranahnya usaha dan doa. Selebihnya bukan wewenang kita.
kenapa aku menulis ini?
Siang tadi, dengan salah seorang teman, I was wathcing film Habibie Ainun 3 di Bioskop Tuban. Dalam film tersebut, kesimpulan paling baik yang dapat kuambil adalah tadi: Ranahnya manusia ya usaha, selebihnya biarkan Tuhan yang menentukan. Kita pasrah saja dan percaya saja pada ketentuan baik Tuhan.
Yang jelas, setelah menonton film tadi, aku menjadi tertampar. Ternyata usaha dan doaku kurang optimal. Bu Ainun, di zaman sekian, di mana pendidikan bagi wanita tidak begitu diperhatikan, telah mampu memiliki mimpi yang tinggi dan mewujudkannya. sementara aku? jauh. jauh sekali.
Selama ini aku merasa telah bermimpi tinggi. Memang sudah. mimpiku tinggi. tetapi ikhtiar untuk sampai pada mimpi itu tidak begitu ada. Sekedarnya saja. Dan sekarang, daripada mengatakan terlambat, rasanya lebih pas jika aku mulai menata langkah lagi. Tidak ada kata terlalu terlambat untuk memulai. Hasil akhir memang bukan di tangan kita, tetapi usaha dan doa saat ini - merupakan salah satu penentu hasil yang kita peroleh di ujung nanti.
Ada satu hal lagi, tentang frekuensi.
aku tergelitik untuk bertanya, apakah kita satu frekuensi?
jangan-jangan, aku menyukaimu sedalam ini, tetapi ternyata frekuensi kita berbeda?
ah, mana kita tahu, biarkan saja waktu berjalan, dan kita akan menemukan jawabannya.
Jika frekuensi kita sama, jika cita dan tujuan kita sama, maka kita akan bersama. aku yakin itu. tidak peduli seberapapun langkah kita pernah terhenti di sebuah titik, memaksa kita untuk sementara waktu berjauhan, bahkan mendorong untuk saling melewatkan, jika kita ditakdirkan, kita tentu akan bersama. begitu, bukan?
Menjelang tahun baru 2020.
Aku memutuskan untuk tidak membuat resolusi apapun di tahun baru nanti. Aku lebih memilih berjalan saja. Mengikuti alur yang telah ditetapkan Tuhan untukku. Berpasrah. Sambil mengusahakan apa yang bisa kuusahakan.
Kau benar, resolusi memang penting. Karena resolusi adalah bagian dari mimpi. Dan mimpi, tidak lain adalah pengingat yang baik agar kita tetap mengayuh sepeda yang kita naiki. Agar kita sampai pada sesuatu. Entah apa itu.
Kau benar, tanpa mimpi semuanya kosong. Berjalan tanpa mimpi adalah perjalanan tanpa tujuan. Tapi kau juga harus tahu, bahwa terkadang mimpi saja tidak cukup. Terkadang mimpi yang telah diatur sedemikian rupa - can end up in vain - dan pada akhirnya, tetap saja, yang kita jalani adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk kita.
Manusia ranahnya usaha dan doa. Selebihnya bukan wewenang kita.
kenapa aku menulis ini?
Siang tadi, dengan salah seorang teman, I was wathcing film Habibie Ainun 3 di Bioskop Tuban. Dalam film tersebut, kesimpulan paling baik yang dapat kuambil adalah tadi: Ranahnya manusia ya usaha, selebihnya biarkan Tuhan yang menentukan. Kita pasrah saja dan percaya saja pada ketentuan baik Tuhan.
Yang jelas, setelah menonton film tadi, aku menjadi tertampar. Ternyata usaha dan doaku kurang optimal. Bu Ainun, di zaman sekian, di mana pendidikan bagi wanita tidak begitu diperhatikan, telah mampu memiliki mimpi yang tinggi dan mewujudkannya. sementara aku? jauh. jauh sekali.
Selama ini aku merasa telah bermimpi tinggi. Memang sudah. mimpiku tinggi. tetapi ikhtiar untuk sampai pada mimpi itu tidak begitu ada. Sekedarnya saja. Dan sekarang, daripada mengatakan terlambat, rasanya lebih pas jika aku mulai menata langkah lagi. Tidak ada kata terlalu terlambat untuk memulai. Hasil akhir memang bukan di tangan kita, tetapi usaha dan doa saat ini - merupakan salah satu penentu hasil yang kita peroleh di ujung nanti.
Ada satu hal lagi, tentang frekuensi.
aku tergelitik untuk bertanya, apakah kita satu frekuensi?
jangan-jangan, aku menyukaimu sedalam ini, tetapi ternyata frekuensi kita berbeda?
ah, mana kita tahu, biarkan saja waktu berjalan, dan kita akan menemukan jawabannya.
Jika frekuensi kita sama, jika cita dan tujuan kita sama, maka kita akan bersama. aku yakin itu. tidak peduli seberapapun langkah kita pernah terhenti di sebuah titik, memaksa kita untuk sementara waktu berjauhan, bahkan mendorong untuk saling melewatkan, jika kita ditakdirkan, kita tentu akan bersama. begitu, bukan?
0 comments:
Post a Comment