Perjalanan ke Yogyakarta kali ini tidak sendiri.
Kata pepatah sambil menyelam minum air. Kebetulan sebagai ibu dari anak-anak kelas XII, aku mendapat tugas menemani perjalanan mereka - yang jumlahnya 12 putri dan 8 putra - ke Dieng, Yogyakarta, dan Magelang.
To be honest, awalnya aku sedikit lelah. Sempat berniat untuk mewakilkan tugas itu kepada guru lain, tetapi mengingat bahwa kelas XII sebentar lagi purna, niat tadipun ku-urungkan. Rasanya tidak ingin kehilangan moment bersama mereka yang hanya tinggal beberapa bulan. Tetapi perasaan tidak ingin berangkat itu tetap ada sampai Minggu dini hari sebelum berangkat. Ketika terjaga di dini hari itu, ada perasaan tidak enak yang sulit dijelaskan. Entah kenapa.
Setelah sekian pergulatan batin, Minggu sore jam 5 kami berdua-puluh-delapan (plus guru, supir, dan TL) berangkat. Terasa panjang karena jam 3 lebih -menjelang sholat subuh- kami baru sampai di Wonosobo. Dingin? sudah pasti. Bahkan rasanya lebih dingin dari Malang.
Kami berhenti di Rest Area yang aku lupa namanya apa. Di situ cuci muka dan bersih diri sebentar, sekalian sholat subuh. Setelahnya kami dijemput 2 bis kecil untuk menuju Pegunungan Dieng. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di Bukit Si Kunir, tempat melihat sunset di Dieng. Dasarnya aku orang yang suka banget sama alam, berada di Dieng membuatku merasa tersegarkan kembali. Meskipun tidak sepenuhnya. Masih ada sesuatu yang tertinggal. Entah apa. Dan itu membuatku tidak bisa menikmati Dieng sepenuhnya.
Kawah Si Kunir benar-benar lokasi yang cantik. Bahkan jika kau tidak sempat melihat sunrisenya sekalipun, tempat itu tetap cantik dan berkesan. Dinginnya membuat rindu. sayang kami ke sana bulan Desember, jadi tidak bisa melihat lautan awan. kalau kata Mas Novem, fotografer favoritku, lautan awan di Dieng dapat dilihat sekitar bulan Juli sampai dengan Agustus. Tetapi ndak perlu nunggu bulan itu juga untuk ke Dieng, karena sekali lagi, Dieng tetap cantik dengan semua kondisi alamnya.
Dari Kawah Si Kunir kita lanjut sarapan dan setelahnya ke Batu Ratapan. Dalam perjalanan ke Batu Ratapan, aku melihat ada sebuah makam ulama. Di gang masuknya ditulisi Syekh Selomanik. Bagitu nama itu asing. Salah satu hobiku adalah ziyaroh makam waliyullah, karena bagiku hal itu bisa menjadi wasilah diperolehnya barokah. Tetapi nama Syekh Selomanik memang masih asing. Baru pertama kali itu dengar. Setelah browsing-browsing, ternyata Syekh Selomanik adalah Syekh Hubuddin atau Qutbuddin. Beliau adalah seorang Ulama yang pada zaman dahulu menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di sekitar Wonosobo. karena kemarin belum sempat ziyaroh, lain kali, kalau ke Dieng lagi, semoga bisa ziyaroh ke makam Syekh Selomanik.
Sesampainya di Batu Ratapan, hal pertama yang menarik pandangan adalah sepeda pancal di udara. Sayang sekali di jam pagi, sepeda itu belum beroperasi. jadi anak-anak, dan gurunya juga, belum bisa ambil foto seperti yang belakangan viral di instagram -sepeda pancalan di udara-. Lain kali, kalau berkunjung ke Dieng, minta jadwal ke Batu Ratapannya siang saja, biar operator sepeda pancalnya sudah ada.
Sama halnya Si Kunir, Batu Ratapan menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Bagiku Malang itu sudah cantik banget. dan Dieng ternyata tak kalah cantik. keindahan alamnya luar biasa menawan. Barangkali aku betah kalau tinggal di sana berlama-lama, tetapi engga juga sih ya, aku ga terlalu tahan dingin. berkunjung sehari dua hari is enough. Nah kalau kamu millenial, Dieng memiliki banyak spot foto bagus. Contohnya Chilsa dan Ferina, dua murid yang cantik-cantik itu, berhasil mendapat banyak foto bagus. Karena mereka emang fokus banget nyimpen kenangan dengan jepret sana sini hehe.
Batu Ratapan lokasinya dekat sama Theater. waktu pertama baca ada destinasi Theater, I think it would a place yang nais or somehow, ternyata emang beneran theater. Pradugaku salah. kita dimasukkan ke tempat yang menyerupai bioskop. lalu diputarkan video sejarah awal mula terbentuknya Dieng and bla bla. Entah karena lelah atau bagaimana, di dalam Theater - bukannya meresapi tayangan video, aku justru terkantuk-kantuk. Beneran, ngantuk banget. Setelah tayangan selesai dan lampu dinyalakan, anak-anak putra ternyata malah sudah pada tidur di kursi belakang. Kesimpulannya memang, kami sudah lelah dan mengantuk.
Tujuan berikutnya adalah Kawah Si Kidang. you should bring masks kalau ke kawah ya. Bau belerangnya will disturb you a lot. di Kawah hawa gunungnya benar-benar terasa. suasana sendunya juga.
Di kawah Si Kidang, kalau kamu ga suka alam atau wahana berbau alam, i think you will be bored. Tetapi kalau aku pribadi, aku sangat menikmati berada di kawah. di sana ada flying fox. you should try it. Aku sama Us Rose sempat nyoba, dan itu menyenangkan, cuma rasanya kurang panjang gitu aja. satu slurutan - udah - selesai. you will get charged Rp 20.000 untuk satu kali terjun.
Kalau Chilsa sama Ferina, mereka masih asik foto-foto. asik banget pokoknya. yang lainnya karena sudah lelah, lebih memilih untuk duduk-duduk manis. Beda lagi sama anak putra, mereka dapat mainan yang pas. Sepeda Motor trail atau apa itu namanya. hanya dengan membayar Rp 40.000, mereka dapat menyewa dua sepeda untuk trail-trailan di area Si Kidang selama 1 jam. cheapy banget kan. Aku dan mbak Rose sepakat, andai aku bisa naik motor gituan, kita pasti sudah ikutan nyewa. Sayangnya ngelihat Haikal dan Naufal pada jatuh-jatuh gitu, kayaknya memang mending ga saja. itu olahraga ekstrim. Cuman emang aslinya pengen banget nyoba haha.
Sebenarnya dari Si Kidang masih ada satu tujuan lagi, Candi Arjuno, teatapi karena anak-anak sudah capek banget, destinasi itu dicancel. we prefer having lunch biar bisa segera cuss ke Yogyakarta. Terlebih di siang hari itu, Dieng hujan. Memang disuruh segera ke Yogya, kota istimewa.
overall tentang Dieng, selain Caricanya - si buah mirip pepaya- tapi kecil dan agak keras yang saat ini hanya ada di dataran tinggi itu, Dieng menyimpan banyak hal menarik. visiting Dieng is a must.
Kata pepatah sambil menyelam minum air. Kebetulan sebagai ibu dari anak-anak kelas XII, aku mendapat tugas menemani perjalanan mereka - yang jumlahnya 12 putri dan 8 putra - ke Dieng, Yogyakarta, dan Magelang.
To be honest, awalnya aku sedikit lelah. Sempat berniat untuk mewakilkan tugas itu kepada guru lain, tetapi mengingat bahwa kelas XII sebentar lagi purna, niat tadipun ku-urungkan. Rasanya tidak ingin kehilangan moment bersama mereka yang hanya tinggal beberapa bulan. Tetapi perasaan tidak ingin berangkat itu tetap ada sampai Minggu dini hari sebelum berangkat. Ketika terjaga di dini hari itu, ada perasaan tidak enak yang sulit dijelaskan. Entah kenapa.
Setelah sekian pergulatan batin, Minggu sore jam 5 kami berdua-puluh-delapan (plus guru, supir, dan TL) berangkat. Terasa panjang karena jam 3 lebih -menjelang sholat subuh- kami baru sampai di Wonosobo. Dingin? sudah pasti. Bahkan rasanya lebih dingin dari Malang.
Kami berhenti di Rest Area yang aku lupa namanya apa. Di situ cuci muka dan bersih diri sebentar, sekalian sholat subuh. Setelahnya kami dijemput 2 bis kecil untuk menuju Pegunungan Dieng. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di Bukit Si Kunir, tempat melihat sunset di Dieng. Dasarnya aku orang yang suka banget sama alam, berada di Dieng membuatku merasa tersegarkan kembali. Meskipun tidak sepenuhnya. Masih ada sesuatu yang tertinggal. Entah apa. Dan itu membuatku tidak bisa menikmati Dieng sepenuhnya.
Kawah Si Kunir benar-benar lokasi yang cantik. Bahkan jika kau tidak sempat melihat sunrisenya sekalipun, tempat itu tetap cantik dan berkesan. Dinginnya membuat rindu. sayang kami ke sana bulan Desember, jadi tidak bisa melihat lautan awan. kalau kata Mas Novem, fotografer favoritku, lautan awan di Dieng dapat dilihat sekitar bulan Juli sampai dengan Agustus. Tetapi ndak perlu nunggu bulan itu juga untuk ke Dieng, karena sekali lagi, Dieng tetap cantik dengan semua kondisi alamnya.
Dari Kawah Si Kunir kita lanjut sarapan dan setelahnya ke Batu Ratapan. Dalam perjalanan ke Batu Ratapan, aku melihat ada sebuah makam ulama. Di gang masuknya ditulisi Syekh Selomanik. Bagitu nama itu asing. Salah satu hobiku adalah ziyaroh makam waliyullah, karena bagiku hal itu bisa menjadi wasilah diperolehnya barokah. Tetapi nama Syekh Selomanik memang masih asing. Baru pertama kali itu dengar. Setelah browsing-browsing, ternyata Syekh Selomanik adalah Syekh Hubuddin atau Qutbuddin. Beliau adalah seorang Ulama yang pada zaman dahulu menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di sekitar Wonosobo. karena kemarin belum sempat ziyaroh, lain kali, kalau ke Dieng lagi, semoga bisa ziyaroh ke makam Syekh Selomanik.
Sesampainya di Batu Ratapan, hal pertama yang menarik pandangan adalah sepeda pancal di udara. Sayang sekali di jam pagi, sepeda itu belum beroperasi. jadi anak-anak, dan gurunya juga, belum bisa ambil foto seperti yang belakangan viral di instagram -sepeda pancalan di udara-. Lain kali, kalau berkunjung ke Dieng, minta jadwal ke Batu Ratapannya siang saja, biar operator sepeda pancalnya sudah ada.
Sama halnya Si Kunir, Batu Ratapan menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Bagiku Malang itu sudah cantik banget. dan Dieng ternyata tak kalah cantik. keindahan alamnya luar biasa menawan. Barangkali aku betah kalau tinggal di sana berlama-lama, tetapi engga juga sih ya, aku ga terlalu tahan dingin. berkunjung sehari dua hari is enough. Nah kalau kamu millenial, Dieng memiliki banyak spot foto bagus. Contohnya Chilsa dan Ferina, dua murid yang cantik-cantik itu, berhasil mendapat banyak foto bagus. Karena mereka emang fokus banget nyimpen kenangan dengan jepret sana sini hehe.
Batu Ratapan lokasinya dekat sama Theater. waktu pertama baca ada destinasi Theater, I think it would a place yang nais or somehow, ternyata emang beneran theater. Pradugaku salah. kita dimasukkan ke tempat yang menyerupai bioskop. lalu diputarkan video sejarah awal mula terbentuknya Dieng and bla bla. Entah karena lelah atau bagaimana, di dalam Theater - bukannya meresapi tayangan video, aku justru terkantuk-kantuk. Beneran, ngantuk banget. Setelah tayangan selesai dan lampu dinyalakan, anak-anak putra ternyata malah sudah pada tidur di kursi belakang. Kesimpulannya memang, kami sudah lelah dan mengantuk.
Tujuan berikutnya adalah Kawah Si Kidang. you should bring masks kalau ke kawah ya. Bau belerangnya will disturb you a lot. di Kawah hawa gunungnya benar-benar terasa. suasana sendunya juga.
Di kawah Si Kidang, kalau kamu ga suka alam atau wahana berbau alam, i think you will be bored. Tetapi kalau aku pribadi, aku sangat menikmati berada di kawah. di sana ada flying fox. you should try it. Aku sama Us Rose sempat nyoba, dan itu menyenangkan, cuma rasanya kurang panjang gitu aja. satu slurutan - udah - selesai. you will get charged Rp 20.000 untuk satu kali terjun.
Kalau Chilsa sama Ferina, mereka masih asik foto-foto. asik banget pokoknya. yang lainnya karena sudah lelah, lebih memilih untuk duduk-duduk manis. Beda lagi sama anak putra, mereka dapat mainan yang pas. Sepeda Motor trail atau apa itu namanya. hanya dengan membayar Rp 40.000, mereka dapat menyewa dua sepeda untuk trail-trailan di area Si Kidang selama 1 jam. cheapy banget kan. Aku dan mbak Rose sepakat, andai aku bisa naik motor gituan, kita pasti sudah ikutan nyewa. Sayangnya ngelihat Haikal dan Naufal pada jatuh-jatuh gitu, kayaknya memang mending ga saja. itu olahraga ekstrim. Cuman emang aslinya pengen banget nyoba haha.
Sebenarnya dari Si Kidang masih ada satu tujuan lagi, Candi Arjuno, teatapi karena anak-anak sudah capek banget, destinasi itu dicancel. we prefer having lunch biar bisa segera cuss ke Yogyakarta. Terlebih di siang hari itu, Dieng hujan. Memang disuruh segera ke Yogya, kota istimewa.
overall tentang Dieng, selain Caricanya - si buah mirip pepaya- tapi kecil dan agak keras yang saat ini hanya ada di dataran tinggi itu, Dieng menyimpan banyak hal menarik. visiting Dieng is a must.
0 comments:
Post a Comment