REMARRIED EMPRESS BAGIAN 1

Lately aku membaca sebuah webtoon yang sangat menarik hati. Judulnya The Second Marriage. Karena penasaran sekali dengan ceritanya, aku terjun ke browser untuk googling barangkali webtoon ini sudah tersedia di bahasa lain dengan episode yang lebih banyak. In case, aku cari webtoon dengan judul ini di aplikasi dalam bahasa lain tapi ga nemu, makanya aku googling hehe. Buat cari judul yang sesuai.
Lalu aku menemukan 'truth' bahwa webtoon ini diangkat dari sebuah novel. Ternyata sudah 100 lebih chapternya. Seneng dong. so pasti. Which is why, aku jadi kepengen menerjemahkan novel yang diunggah dalam bahasa inggris ini untuk memenuhi rasa hausku (dan mungkin juga penggemar Navier lainnya) yang ingin segera mengetahui lanjutan cerita di dalam bahasa yang familiar. Jadi, here it is, selamat membacaa ^^


Judul : Remarried Empress
Author: Alpataleuteu (Alpha Tart)
Status: On Going
sumber novel:
https://wordexcerpt.com/series/remarried-empress/chapter-1/
https://www.novelupdates.com/series/remarried-empress/


REMARRIED EMPRESS


Bagian 1 - Aku Akan Dilengserkan dari Posisi Ratu

“Aku akan menerima perceraiannya”
Ucapku tegas. Seolah memperlihatkan kemantapan hati yang tidak mengandung keraguan sedikitpun. Tetapi, apakah hanya aku yang mengulas senyum palsu setelah kata itu diucapkan?
Meskipun mimik wajahku penuh dengan kepastian. Hatiku rasanya bergejolak tidak karuan. Dipenuhi keraguan dan rasa sakit yang tidak bisa kujelaskan. Rasanya benar-benar ada yang hilang.
Sekilas, aku melirik ke arah Sovieshu. Dia tampak melihatku dengan ekspresi setengah lega, dan setengah menyesal. Apakah penyesalan yang tersirat itu adalah sebuah ketulusan⸺atau hanya sebuah sandiwara belaka?
Entahlah. Aku tidak tahu.
Yang aku tahu, sampai detik ini aku telah menjadi kolega yang baik dan ratu yang sempurna untuk Sovieshu. Kita bahkan tidak pernah bertengkar⸺paling tidak, sampai dia membawa wanita itu masuk ke istana ini. Lalu perlahan menyingkirkanku demi wanita yang sangat dicintainya itu. Mengesalkan memang. Namun, sampai saat terakhir inipun, Sovieshu terlihat berusaha tetap terlihat sebagai lelaki yang baik dan Raja yang baik di mata semua orang.
Di sudut lain ruangan, ada keluargaku yang menunggu dengan cemas dan penuh harap. Ada juga Pendeta Agung dari gereja yang telah mengesahkan pernikahanku dengan Sovieshu. Pendeta itu bersikeras agar aku tidak melepaskan posisiku sebagai ratu. Dia tentu tidak akan suka dengan sebuah sidang perceraian panjang yang membosankan antara keluarga kerajaan.
“Yang Mulia! Ini tidak mungkin!
Marquis Farang menangis dan mencoba berlari ke arahku, tetapi dia dihalangi oleh penjaga raja sehingga dia tidak bisa mengambil langkah lebih banyak lagi. Dia tampak sangat berduka atas keputusanku untuk menerima gugatan perceraian dari Sovieshu.
Ah! Marquis Farang, Countess Eliza, dan seluruh pendukungku, aku sangat berterimakasih kepada mereka semua. Tetapi untuk sampai di titik ini, aku sudah sangat memantapkan hati dan mempersiapkan banyak hal. Untuk beberapa saat, kualihkan pandanganku kepada mereka⸺dengan tatapan penuh rasa syukur dan terimakasih, lalu kualihkan pandanganku ke arah Hakim sidang.
“Ratu Navier, apakah anda benar-benar setuju dengan gugatan perceraian ini tanpa mengajukan sedikitpun keberatan?”
Hakim sidang menyatakan itu dengan sedikit nada marah. Aku tahu, dia menginginkan aku untuk melawan dan menentang alasan perceraian yang diajukan oleh Sovieshu. Tetapi aku benar-benar sudah menyusun rencana lain.
Selagi kemungkinan dimenangkannya sidang oleh pihak Sovieshu adalah nol, maka setelah para bangsawan dan rakyat mendengar berita ini, timbulnya skandal bagi Raja dan selirnya adalah sesuatu yang jelas tidak dapat dielakkan. Dengan begitu reputasi Raja akan runtuh di hadapan rakyatnya. Itulah yang diinginkan oleh Hakim, keluarga, dan para pendukungku.
Aku menganggukan kepala. Mantap. Meyakinkan hakim bahwa aku menerima gugatan cerai ini dengan kesadaran penuh dan tanpa sedikitpun kebimbangan.
Karena bagaimanapun, sidang perceraian mungkin memang akan mencoreng reputasi Shoviesu, tetapi di sisi lain, namaku-pun akan ikut tercoreng. Sebenarnya itu bukan masalah besar jika namaku tercoreng, akan tetapi jika situasinya menjadi terlalu rumit, aku tidak akan dapat memanfaatkan kondisi ini dengan baik. Dan ya, aku tidak bisa mempertaruhkan nama baik marga Troby.
“Aku menerima perceraiannya.”
Aku mengucapkan setiap katanya dengan penuh ketegasan. Paling tidak, cukup untuk membuat Shoviesu berpikir bahwa aku sama sekali tidak menyesal dan tidak terluka jika harus bercerai dengannya.
Mendengar jawabanku, hakim sidang menarik nafas besar. Daripada aku, nampaknya dia lebih terpukul dengan keputusan perceraian ini. Dia menutup mata seakan hatinya benar-benar sakit. Sementara itu, ruangan ini mulai penuh dengan gumaman.
“Dan aku meminta izin untuk menikah kembali.”
Sesaat setelah aku selesai bicara, keadaan berubah drastis. Semua orang di dalam ruangan membisu dan hakim bergegas membuka matanya lebar-lebar. Setiap orang saling bertukar pandang dengan orang yang ada di dekatnya, seolah tidak yakin dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Sovieshu melihatku dengan raut muka bingung, alisnya mengernyit, dia sama tidak percayanya dengan seisi ruangan. Dan hakim mendadak menjadi linglung.
“Ratu Navier, maksud anda dengan menikah kembali?”
Alih-alih menjawab, aku mengulurkan tanganku dan menunjuk ke suatu tempat di ruangan ini. Seolah sesuai petunjuk, seorang lelaki dengan tudung berbordil yang menutupi wajahnya tertawa dengan penuh kebanggaan.
“Apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk keluar?”
Seketika itu, ruangan yang mulanya hening mendadak ramai oleh bisikan dan gumaman. Lelaki bertudung itu berjalan melewati orang-orang dengan gaya yang angkuh dan segera berdiri di sampingku. Ketika ia membuka tudungnya, Sovieshu kaget bukan main. Ia hampir melompat dari tempatnya berdiri, saking tidak percayanya dengan pemandangan yang ia lihat.
“Navier, lelaki itu⸺” ucap Sovieshu masih terheran-heran.
“Adalah lelaki yang akan aku nikahi.”
Tukasku, memotong ucapan Sovieshu yang menggantung.
Hakim tampak masih linglung. Aku tersenyum dan mengedarkan pandanganku ke lelaki di sampingku. Dia balik menatapku seakan berkata, “Ini respon yang kamu harapkan, bukan?”
Entah bagaimana rasanya aku sangat senang, meskipun sebenarnya ini bukan balas dendam yang aku inginkan.
***
Marga Troby di mana aku berasal terkenal sebagai keluarga yang melahirkan para ratu. Sampai saat ini, beberapa ratu di Kerajaan Timur merupakan mereka yang berasal dari keluarga Troby. Perjodohan di antara para bangsawan dan keluarga kerajaan adalah sesuatu yang sangat umum. Pernikahan bukan dilakukan atas dasar cinta, melainkan untuk kepentingan politik. Jika keluarga kerajaan atau para bangsawan ingin memenuhi kebutuhan asmara mereka, maka mereka hanya perlu menjadikan seseorang yang mereka cintai sebagai selir⸺atau jika disebutkan dengan bahasa kasar, simpanan.
Ossis III, Raja sebelumnya, menunjukku sebagai tunangan dari putra mahkota. Oleh karena itu, aku telah dididik oleh Ratu sebelumnya tentang etiket dan pekerjaan seorang Ratu sejak dini. Perjodohan itu bukan masalah bagiku maupun Sovieshu, karena untungnya⸺Sovieshu dan aku saling menerima satu sama lain, dan kita berteman layaknya seorang sahabat yang baik.
Sovieshu dan aku tidak melihat satu sama lain sebagai seseorang yang saling mencintai. Tetapi justru karena itu, ikatan di antara kami adalah sesuatu yang rumit. Ini sejenis hubungan di mana meskipun kita bertengkar hebat di dalam rumah, kita masih bisa berjalan ke aula pernikahan dengan sebuah senyuman yang ‘tampak’ tulus.
Banyak sisi dalam diri kami yang bisa bekerja-sama dengan baik, dan kita sangat diuntungkan dengan kondisi itu. Misal ketika para bangsawan melihat aku dan Sovieshu sebagai sepasang anak kecil, maka kami bisa duduk bersama dan memikirkan solusi atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh pandangan itu bersama. Kami juga membicarakan negara seperti apa yang ingin kita bangun untuk generasi berikutnya. Kami menyusun strategi dan membicarakan ini dengan penuh keprofesionalan. Meskipun para bangsawan menganggap kami sebagai pasangan yang baru lahir, bagaimanapun, sebagai seorang lelaki dewasa, Sovieshu tetap mewarisi tahta kerajaan dari pendahulunya. Dan setelah upacara penobatan dilakukan, hubungan kami tetap harmonis⸺paling tidak sampai 3 tahun kemudian.
***
Ini benar-benar hari yang buruk untuk menyusun rencana perayaan tahun baru.
Setelah berkonsultasi dengan para petinggi kerajaan seharian penuh, aku kembali ke kamar dengan langkah yang tegas tapi sedikit pelan. Rasanya cukup melelahkan. Sesampainya di kamar, aku melihat para dayangku memasang ekspresi yang tidak mudah. Mereka terlihat tegang dan gugup.
“Apa yang terjadi?”
Tanyaku memastikan. Kuedarkan pandang ke para dayang dengan khawatir, kemudian salah satu dari mereka menjawabku dengan sedikit ragu,
“Raja baru saja pulang berburu dan Beliau membawa seorang wanita gelandangan.”
“Benar. Raja memanggil kita dan menyuruh kita memandikan wanita itu.”
Lainnya menimpali.
Semua dayang adalah para selir dan istri dari keluarga bangsawan kelas atas, dan mereka hanya memandikanku sebagai ratu. Bagi mereka yang bahkan tidak menggunakan tangan mereka untuk memandikan dirinya sendiri, memandikan seorang gelandangan tentu menjadi sebuah hinaan yang cukup berarti. Raja tentu tahu itu lebih baik dari siapapun, tetapi dia masih menyuruh mereka untuk memandikan wanita yang ia bawa pulang dari berburu?
Agaknya ini sesuatu yang sedikit ganjil.
“Wanita yang seperti apa?
Kejarku.
“Kami tidak tahu apakah dia adalah seorang tawanan atau seorang budak.”
“Kakinya terjebak.”
“Kaki?” sahutku penasaran.
Para dayang saling memandang satu sama lain. Mereka tampak ingin berbicara lebih banyak  tetapi ragu untuk mengungkapkannya di depanku.
“Tidak apa-apa. Katakan saja.”
Setelah melewati sedikit tekanan batin, akhirnya salah satu dari mereka dengan berat hati membuka mulut,
“Meskipun kotor dan dekil, wanita itu terlihat cantik. Kupikir itu hanya pandangan sekilas sebelum aku memandikannya, tetapi ternyata dia memang benar-benar cantik setelah dimandikan.”
“Kecantikannya sebanding dengan Duchess Tuvania, perempuan paling cantik di dunia.”
Setelah melihatku sedikit resah, dayang itu melanjutkan,
“Tentu saja tetap tidak sebanding dengan anda, Yang Mulia.”
Kuakui itu. Wajahku memang cukup menarik. Bagaimanapun, sebagai seorang tuan putri yang masih muda dan ratu, semua orang cenderung memujiku, jadi kurasa tidak jelas seberapa cantiknya aku, karena aku tidak tahu⸺apakah mereka tulus mengatakan itu, atau hanya sebagai formalitas pujian untuk ratu. Sebagai hasilnya, aku akan mengecualikan diriku dari perbandingan-perbandingan semacam itu.
Bagaimanpun, Duchess Tuvania memang terkenal sebagai perempuan paling cantik di seluruh pelosok negeri. kecantikannya mulai menjadi bahan perbincangan sejak ia berusia 17 Tahun, dan dia tetap menjadi primadona sampai saat ini ketika usianya sudah mencapai 40.
Lalu sekarang, wanita misterius ini kecantikannya sejajar dengan Duchess Tuvania? Dan bahkan para dayangku yang berasal dari kelas ataspun berpikir demikian?
Mungkin raja memang menyelamatkan seseorang yang sangat cantik dari arena berburu. Hanya menyelamatkan. Tetapi jika demikian, kenapa dayang-dayangku harus memperhatikan kecantikan wanita itu?
“Beritahu aku apapun yang ingin kalian beritahukan. Aku tahu kalian masih ingin menyampaikan lebih banyak lagi.”
Ucapku tenang.
“Ratu, nampaknya Yang Mulia raja terpesona dengan wanita itu.”
Sahut salah seorang dayang. Wajahnya pucat pasi, kelihatan sekali dia sangat takut untuk mengucapkan kalimatnya barusan.
“Raja?”
Dayang itu mengangguk,
“Setelah memandikannya, aku memakaikan wanita itu pakaian dari seseorang yang seukuran, dan ketika Yang Mulia Raja melihatnya, Yang Mulia tampak begitu khawatir dan menanyai wanita itu, Kenapa kamu bisa terluka? Kenapa kamu bisa begitu kurus? Kamu pucat sekali...
“Itu terlihat logis.”
ucapku datar.
Mendengar jawaban itu, para dayang segera bertukar pandang. Seolah mengatakan bahwa aku tidak memahami situasinya dengan baik.
“Yang Mulia, anda memang belum berumah-tangga dalam jangka waktu yang lama, dan mungkin anda juga belum pernah mengalami sebuah hubungan asmara yang sesungguhnya, akan tetapi ...”
“Ada aura dan kondisi khusus dari keadaan seperti ini, Yang Mulia.”
“Kita ada di pihak Yang Mulia, meskipun ini nampaknya sulit diterima.”
“Dan jika ternyata ini hanya kecurigaan kami saja, maka itu akan lebih baik.”
Para dayang bersahutan menanggapi responku. Bagaimanapun, aku benar-benar mengerti kekhawatiran mereka.
Di antara para dayang, yang seusiaku hanyalah Lady Laura, sisanya usianya lebih tua. tentu saja mereka lebih bijaksana dalam hal hubungan antar-manusia dibandingkan aku.
“Baiklah ..”
Aku bergumam. Aku merasa sedikit malu dan tidak nyaman. Meskipun jika ternyata yang diucapkan oleh para dayang itu benar dan Raja tertarik dengan wanita yang ia selamatkan, memangnya apa yang bisa aku lakukan? Haruskah aku pergi ke ruangan Raja dan menanyakan apakah Raja benar-benar mearuh hati pada tawanannya, atau setelah wanita itu pulih dia akan mengusirnya, atau mungkin akan mempekerjakannya di istana ini? Ah entahlah. Aku tidak tahu harus bertindak apa.
Countess Eliza berkata kepadaku dengan hati-hati.
“Yang Mulia, bagaimana jika anda mencoba untuk bertanya kepada Yang Mulia Raja bahwa anda mendengar beliau menemukan seorang wanita yang terluka?”
Semua orang tampaknya setuju dengan usulan Countess Eliza. 
“Mungkin anda bisa mengatakan bahwa anda mendengarnya dari salah satu pelayan istana.”
“Secara kebetulan saja.”
Aku mengangguk dan tersenyum. Berharap semoga ini bukan masalah yang besar.
“Baiklah. Aku akan melakukannya. Terimakasih. Yang Mulia Raja adalah seseorang yang penuh kasih sayang, jadi dia pasti membawa wanita itu ke istana ini karena rasa belas kasihan.”
***
Aku berpikir keras. Kira-kira kapan waktu yang tepat untuk bertanya kepada Sovieshu. Setelah melalui banyak pertimbangan, aku memutuskan untuk bertanya kepadanya di jadwal makan malam besok. Meskipun Sovieshu dan aku adalah sepasang suami-istri, sebenarnya ruangan kita terpisah cukup jauh, di istana barat dan di istana timur. Kata para pendahulu, pemisahan itu dilakukan sebagai simbol bahwa kerajaan mendukung semua wilayah, baik timur maupun barat. Tetapi aku tahu arti itu telah memudar. Aku menyadari bahwa pemisahan itu tidak lain adalah untuk  memberi kebebasan bagi Raja dan Ratu untuk tidak saling menyentuh satu sama lain. Benar, Raja dan Ratu tidak perlu melakukan itu jika mereka tidak ingin, karena pernikahan mereka hanyalah pernikahan politik.
Jadi meskipun Sovieshu belum memiliki selir, kami tetap makan dan tidur terpisah karena padatnya jadwal dan keseharian masing-masing. Tetapi, Sovieshu dan aku tetap harus makan malam bersama dua kali dalam satu minggu, dan besok adalah harinya.
Benar! Karena jika aku mengunjungi Sovieshu hari ini dan menanyakan ihwal wanita tawanannya, hal itu akan terasa ganjil. Jadi aku akan menunggu sehari. Aku tidak lupa ibuku pernah berpesan sebelumnya,
“Jangan mencampuri urusan Sovieshu meskipun jika dia memiliki selir nantinya.”
“Kenapa begitu?”
“Lihatlah sejarah. Adakah raja yang tidak memiliki selir? Bahkan Ossis II, yang terkenal sebagai pemimpin militer yang handalpun memiliki 20 selir. Jadi jangan membuang-buang energimu untuk marah pada urusan sepele seperti selir.”
“....”
“Navier, yang perlu kamu lakukan untuk Sovieshu adalah menjadi muda dan cantik, dan tentu saja⸺sehat. Kamu paham kata-kataku kan? Jika kamu ingin bermain dengan urusan hati, carilah seseorang dan jadikan ia selirmu.”
Rakyat sipil mungkin akan terbelalak melihat fenomena drama yang seperti ini. Tetapi di kalangan bangsawan, hal demikian -pernikahan politik- merupakan sesuatu yang sangat normal dan umum dilakukan.
Tentu saja, hak waris tetap akan jatuh pada anak dari pasangan yang menikah, tetapi masalah akan timbul jika salah satu pasangan itu terlalu jatuh cinta dengan selirnya sehingga mengabaikan pasangan resminya. Konflik politik biasanya terjadi karena hal itu. Dan hal ini pasti telah menjadi perhatian ibuku sejak lama. Untuk itu, mengikuti saran ibu, aku tidak akan menemui Sovieshu sekarang. Aku akan bertanya kepadanya besok malam saja.
Dan bahkan, jika ternyata Sovieshu mengangkat wanita itu menjadi selirnya, aku harus pura-pura mengabaikannya dan berlaku seolah tidak peduli dan tidak terganggu.
Kurasa itu akan mudah, karena aku tidak jatuh cinta kepada Sovieshu. Aku tahu banyak orang di luar sana yang hidup sepertiku.
Namun tetap saja, setiap kali pikiran bahwa suamiku membawa wanita lain untuk menjadi selirnya, rasanya ada perasaan kesepian di sudut hatiku. Sungguh aneh.
Aku mengangkat tanganku dan meletakkannya di dada. Jantungku berdegup tidak pelan, tidak juga kencang.
***
Hari berikutnya, rumor tentang wanita tawanan itu menyebar dengan cepat. Tidak ada yang berani membicarakannya di depanku kecuali dayang-dayangku. Kendati demikian, aku tetap bisa mendengar gosip yang beredar di setiap sudut kerajaan, bahkan di tempat yang paling hening sekalipun.
Selama makan siang, para dayang sibuk membicarakan wanita itu,
“Aku dengar, tawanan yang kotor itu adalah budak yang kabur. Dia pasti terjebak di arena berburu ketika kabur.”
“Arena berburu itu merupakan wilayah yang terhubung dengan perkebunan milik Viscount Roteschu. Jadi wanita itu pasti kabur dari sana.”
“Kalau begitu, jika dia adalah budak yang kabur, dia harus segera dipulangkan. Aku tidak percaya bahwa Raja mengasihani wanita seperti dia dan bahkan meminta kita untuk memandikannya.”
Semua gosip itu tak bisa aku lewatkan begitu saja. Cukup mengganggu pikiran.
Sebelum waktu makan malam, para dayang mendandaniku dengan lebih bersemangat dari biasanya. Mereka memakaikanku gaun yang berkilau dan menghiasiku dengan permata perak dan anting mutiara yang elegan. Mereka selalu memperhatikanku dengan baik, tetapi hari ini mereka tampak berusaha lebih keras lagi.
“Tidak peduli betapa cantiknya budak itu, anda tetaplah Ratu kami.”
“Raja akan lekas melupakan wanita itu setelah melihat anda Yang Mulia.”
Sanjungan para dayang itu terasa hampa dan berlalu begitu saja di telingaku. Jika Sovieshu akan jatuh cinta kepadaku karena paras yang rupawan, bukankah seharusnya dia sudah jatuh cinta kepadaku sejak dulu?
Yang ada di pikiranku hanyalah pikiran-pikiran tidak perlu. Namun, meksipun kupikir usaha para dayang untuk mendandaniku itu akan sia-sia, aku tetap mempercayakan urusan ini kepada mereka.
Setelah semuanya siap, aku pergi ke istana timur di mana raja tinggal, aku duduk di kursi meja makan yang menurutku terlalu luas jika hanya digunakan berdua. Mula-mula, Sovieshu dan aku hanya membicarakan soal isu politik terbaru, seperti persiapan perayaan tahun baru. Aku menunggu Sovieshu untuk membuka suara tentang tawanannya, tetapi tidak peduli berapa lamanya aku menunggu, Sovieshu tidak pernah mengangkat topik itu.
Karena jenuh menunggu, dan selain itu, hatiku benar-benar sudah sangat ingin tahu, aku menanyakan perihal si tawanan kepada Sovieshu tepat ketika ia sedang memotong steak.
“Saya dengar anda menemukan seorang budak yang kabur di arena berburu. Apakah itu benar?”
Segera setelah aku selesai berbicara, terdengar bunyi pisau dan piring yang berbenturan, Sovieshu menghentikan potongannya. Dia menatapku untuk beberapa waktu.
“Siapa yang mengatakan itu kepadamu?”
Nada bicaranya tidak menyenangkan. Sovieshu nampak sedikit marah.
Melihat kerutan di alisnya, aku segera berinisatif untuk menutupi kenyataan bahwa aku mendengar berita itu dari para dayang.
“Semua orang di istana ini membicarakannya. Sulit bagiku untuk tidak mengetahuinya.”
“Pasti dayangmu yang memberitahukannya.”
“Tidak penting darimana saya mendapatkan informasi ini. Lebih dari itu, apakah berita ini benar?”
Sovieshu terlihat sangat tidak nyaman ketika aku menanyakan hal yang sama lagi.
“Yang Mulia?” desakku.
“Jangan mengejarku.” Sergah Sovieshu dengan raut kesal.
“....”
“Aku tidak tahu apa yang kau dengar, tetapi yang terjadi adalah aku menemukan seorang wanita yang terluka parah. Maka dari itu aku menolongnya.”
Sovieshu memanggilnya seorang wanita, bukan seorang budak yang kabur ..
“Saya mengerti. Jadi di mana dia sekarang?”
“Ratu.”
“Tolong beritahu saya.”
“Kita hanya memiliki kesempatan makan bersama dua kali seminggu. Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan, apakah kamu hanya akan membicarakan ini?”
Nada dingin dalam intonasi Sovieshu sangat jelas bagiku. Dia tidak menginginkan aku terlibat dalam hal ini lebih jauh.








0 comments:

Post a Comment