Meramu

MERDABA ~ Meramu Damai Bersama

SASTRA

Goresan Tinta Cerpen dan Puisi

BOOK CORNER

Temukan Rekomendasi dan Review Buku dari Meramu.com

SEPUTAR ISLAM

Artikel Seputar Islam.

Biology Corner

Belajar Biologi Bersama

Mengosongkan Gelas


Mari kita duduk sejenak.
Mari merenungkan lagi penciptaan kita di semesta ini.
Bagaimanapun, aku merasa begitu luar biasa karena lahir sebagai manusia. Berakal. Berperasaan. Menjadi umat dari Rasulullah.

Dalam perjalanan ke tempat ini,
Aku melihat sawah yang menghijau. Langit yang mendung. Merasakan Angin yang berhembus pelan. Lalu terpikir sesuatu yang rasanya luar biasa. Di semesta raya yang Maha luas ini, ada sebuah ciptaan bernama bumi. Di dalamnya hidup manusia dan berbagai makhluk lain. Jika bumi teramat kecil dibanding matahari, lalu manusia menjadi teramat amat amat kecil.

Luar biasa aku bisa menjadi bagian dari semesta ini. Menjadi sebuah titik yang mungkin sama sekali tidak terlihat dari angkasa sana, tetapi memiliki keistimewaan karena memiliki kesempatan menjadi kholifatullah fil ardli.

Aku sangat ingin tahu, apakah di luar sana, di semesta yang gelap dan terang karena ada dan tiadanya cahaya, adakah kehidupan makhluk lain? Yang berpikir dan bergerak seperti manusia? Rasa-rasanya dunia ini terlalu luas jika hanya dihuni oleh manusia sebanyak bumi. Meski beranak-pinak, menurutku jumlahnya tetap tak seberapa dibanding banyaknya benda langit di luar sana. 

Berpikir begini membuatku merasa lucu bahwa terkadang manusia seperti aku ini mudah sekali merasa sombong. Hanya karena paras, harta benda, prestasi. Kesombongan manusia benar* sederhana padahal ia begitu kecil.

Sekaligus itu membuatku takut, aku yang manusia ini mudah sekali merasa sombong, sementara azazil yang dari api saja dinash menjadi penghuni neraka karena kesombongannya, apalagi yang hanya manusia begini.

Tetapi, jika melihat lebih jauh lagi, sebenarnya setiap penciptaan dan proses tidak pernah luput dari kehendak Allah. Sebagai awam aku berpikir bahwa tugas manusialah untuk berusaha menjadi insan kamil. Berlaku sebaik-baiknya. Menjaga hati sebersih*nya. Tetapi sebenarnya memang, kemutlakan tidak pernah ada di bumi ini. Paling tidak begitu menurutku. Manusia terbaik seperti rasulullah masih memiliki pembenci. Manusia terburuk seperti Fir'aun masih memiliki pengikut. Itu artinya baik dan buruk sifatnya relatif saja. Terlepas dari apakah yang mengikuti Rasulullah menggunakan dasar cinta dan pengikut Firaun menggunakan dasar takut, tapi tetap saja. 

Bumi memang diciptakan lengkap dengan dilema. Barangkali itu kenapa manusia selalu dilema. Hampir tidak ada sesuatupun yang datang kepada kita tanpa melewati masa-masa didilemakan. Jadi sejak menyadari itu, kurasa dilema bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Asal ia tidak berlarut*.

Suatu ketika aku mendapati Yai Marzuki dalam sebuah pengajian. Beliau mengatakan bahwa Beliau tidak berani menyalahkan keturunan Muawiyah yang sudah jelas-jelas membunuh Dzurriyah Rasul. Sepertinya aku mengerti itu. 

Sebagai manusia dan ummat rasulullah, sudah barang tentu perbuatan tercela itu tidak kami senangi. Sangat dikecam. Tetapi sekali lagi, jika melihatnya sedikit lebih dalam, itu memang sudah ketetapan Allah.

Semasa hidup, Rasulullah tahu bahwa kedua cucunya akan meninggal dengan cara yang menyedihkan. Bahwa sayyid Hasan diracun dan sayyid Husein dipenggal. Rasul orang yang mulia dan Beliau bisa saja berdoa dan memohon agar peristiwa yang sedemikian kejam tidak terjadi. Tetapi ternyata tidak demikian. Tentu Allah dan rasulNya lebih tahu. 

Dan dari situ aku mencoba memahami takdir. Ada sesuatu yang telah diatur. Manusia tetal berusaha semampunya dan selebihnya adalah wewenang Allah.

Mungkin memang, begitulah peran Muawiyah. Kurang lebih sama seperti peran iblis yang menjadi musabab turunnya nabi Adam ke bumi. Bukan berarti membenarkan tindakan kejinya, tentu tetap membencinya, tetapi tidak berani sepenuhnya menyalahkan.

Barangkali begitulah pertimbangan Abah Yai.

Oleh karena yang demikian, sampai saat ini aku tidak berani benar* menyalahkan. Setiao sesuatu pasti terjadi karena sebuah alasan.

Jadi aku mencoba mengosongkan hati dari setiap kebencian. Mencoba memenuhinya dengan cinta, meski kadang terasa sangat sulit. Sulit untuk tidak membenci sesuatu yang terjadi di luar kehendak. Sulit untuk tidak bersedih ketika ada sessuatu yang hilang. Sulit untuk benar* berpasrah kepada Allah sementara hati ini masih condong kepada dunia. Sulit juga untuk istiqomah berpikiran dan berperilaku baik. Tapi sebisa mungkin diusahakan.

Kadang ambisi, pandangan subjektif, dan segala hal yang nampaknya menggiurkan sangat membelenggu. Seperti aku yang mencintai seseorang dan menciptakan pandangan dalam ilusiku, seperti itulah aku lupa bahwa bisa jadi apa yang aku sukai tidak baik untukku dan apa yang tidak aku sukai bisa jadi adalah yang terbaik. Ah manusia memang tidak banyak tahu, hanya Allah yang Maha Tahu.

Jadi pelan-pelan aku belajar ikhlas  dengan setiap proses. Mencoba mengambil hikmah dari setiap titik yang ditempuh. 

Laa haula wa laa quwwata illa billah.

A Note to Read When I am Thirty

Truly, time flies so fast but memory do not. 
It's just yesterday i graduated from University but now it has been two years. 
I always love to look back just to remember what I have done in the past.
Sometimes I say to my self,
"If only I did better, maybe i will get a better today that what it is now."
But realizing that the if is not something good, I turn to just put my self in a gratitude.
Whatever it is, what I have now, in this place and in this occasion, is all the best I can have.
A lovable family, good friends, a good job, someone to admire and motivate - despite my singleness and failure to go abroad, everything's felt so perfect.

For no reason the sky today is overwhelmed with fog. It is just dark everywhere. Like rain is going to fall down whenever. I am sitting here again, in a room that become so familiar to me lately. Seeing to a window with farms and white-sky outside. 

At this moment, the failure of erasing a name from the bottom of my heart is still haunted me. I just do not understand why it becomes this difficult if it only just a kid? His simplicity and hospitality? His good-looking appearance? His vulnerability that he try to cover all of the time? His worries? His fack-boy appearance that save a good-boy inside? His look like he has everthing but he is so much lonely inside?

I don't know why I love him. Indeed.
I don't know everytime I try and almost succed soon I go back. 
Even if I know he may be take a liking to someone else, I just steadily standing here, hope for nothing.
I am not a fool, you know.
I love my self, of course. and I love him too.

where is the mistake of loving someone?
where is the mistake if the somone is him?

I just think that when all this frequence I have about him is done, in the future I might see my self as a dumb who spent her time for unnecessary things. I just thought that love may be is really blind. When we fall in love suddenly we disable to distinguish the bad and the good. Though that bad and good is only a justification, yet the general consideration is worth enough to be taken as the general truth. then I think, what if the one who God has prepared is really him?

I don't even want to say impossible no matter how impossible it looks like.
But I don't want to run to him too.
I will just let him by. 
Let my self find what it should find. 
Let the feeling fades away.
Let the new story comes in.

You know,
erasing a feeling is not like turning off or on a lamp, so that just let it be.
All I can do is lettting it be, fade or grow, as the time flies by.
what destined for you will definitely be yours, and what is not destined for you will never be yours no matter how hard you try.

RESEP PUDING AGAR-AGAR



Puasa-puasa memang bawaannya pengen buka-buka menu makanan terus ya. Tapi hasilnya malah jadi semakin lapar. Kemarin karena pengen banget masak-masak yang ga ribet, aku buka-buka buku menu masakannya Mbak Siska Suwitomo. I found sebuah menu yang mudah dan simpel. Brownis puding coklat. Tapi karena bikin brownis lama, jadinya aku bikin pudingnya saja. Karena coklat sudah terlalu mainstream, aku ganti coklatnya dengan kopi, one of my fav drinks hehe. 

Hasilnya jadi kayak foto di atas. 

Bahan:

 1. Santan kelapa 1000 ml (kalau suka susu, santan boleh diganti susu)
 2. Gula Pasir 100 gr (sesuai selera), boleh ditambah gula jawa kalau suka
 3. Agar-agar 2 bungkus (aku pakai yang merk hokiku)
 4. Air mineral 500 ml
 5. Gula Pasir 100 gr
 6. Luwak White Coffe 1 sachet (20 gr), boleh kopi apa saja, kebetulan di rumah adanya kopi ini. But make sure bukan kopi yang berampas ya.
 7. Tepung Tapioka 2 sdm, larutkan dalam sedikit air

Cara Memasak
Agar-agar dua lapis (1)
1. Masukkan 1 sachet agar-agar, 1000 ml santan, dan 100 gr gula ke dalam panci
2. Aduk hingga merata
3. Nyalakan kompor dalam api besar
4. Setelah hampir mendidih, kecilkan kompor, diaduk-aduk
5. Setelah mendidih, angkat, tuang di cetakan. Pastikan nuangnya separo cetakan saja ya, biar muat untuk puding

Note: Biar cepat dingin dan mengeras, cetakannya aku taruh di dalam wadah berisi air dingin. Ketika dingin nanti agar-agar auto jadi 2 layer.

Puding Rasa Kopi (2)
1. Masukkan 500 ml air, 100 gr gula pasir, dan 1 sachet agar-agar ke dalam panci
2. Aduk hingga merata
3. Nyalakan kompor dalam api sedang
4. Setelah panas (tidak sampai mendidih), masukkan 1 Sachet Luwak White Coffee, aduk sampai rata
5. Setelah mendidih, masukkan larutan Tapioka ke dalam panci sedikit-sedikit sambil diaduk.
6. Didihkan sebentar lagi
7. Angkat dan tuang ke cetakan agar-agar dua lapis yang sudah setengah padat.

Note: 
Kalau ndak begitu suka rasa kopi yang kuat, gunakan kopi luwaknya gunakan 10gr saja. Atau kalau pengen nyoba rasa lain yang mudah dicari, bisa pakai daun pandan. Kalau daun pandan, caranya dipotong kecil-kecil, diblender, diperas, dan cairannya digunakan untuk memasak puding. 

Perbedaan resep 1 dan 2, selain pada rasa juga pada tekstur agar-agarnya. Untuk resep 1 agar-agarnya lebih padat dan keras, untuk resep 2, agar-agarnya lebih lembut dan kenyal. Mungkin lain kali perlu nyoba dikasih 3 sdm tapioka biar lebih kenyal lagi.

Selamat bereksperimen Ibuk ^^



 

 

 

RESEP TOM YUM DENGAN KEARIFAN LOKAL

Bahan A
1. Udang secukupnya
2. Tahu putih, iris kotak* kecil, goreng setengah matang
3. Wortel iris tipis memanjang 
4. Seledri
5. Daun bawang
6. Daun bawang pre
7. Asam matang 1 sdt, larutkan dalam sedikit air
8. Daun jeruk 2 lbr
9. Serai 1 batang
10. Minyak untuk menumis
11. Air kira* 1000 ml, kemarin ga ngukur soalnya :D auto tuang*

Bahan dihaluskan B
1. Bawang putih 3 siung
2. Bawang merah 4 siung
3. Cabai sesuai selera (Campur besar kecil)
4. Terasi 1/2 sdt
5. Lengkuas kira* 3 cm
6. Jahe kira* 2 cm
7. Garam
8. Magic/Royco sesuai selera
9. Daun Jeruk 1 lbr
10. Ketumbar kira* 1/2 sampai 1 sdm
11. Gula pasir sedikit saja

Cara memasak
1. Haluskan bahan B, kalau aku lebih suka diulek, rasanya lebih dapet
2. Tumis hingga harum, di awal menumis masukkan daun jeruk dan serai yang sudah digeprek. 
3. Masukkan air ke dalam bahan yang ditumis, masukkan rendaman air asam plus asamnya ya, tunggu hingga mendidih
4. Masukkan udang, wortel, dan tahu. Tunggu sampai bahan tersebut lunak, kira* 5-10 menit
5.  Masukkan daun bawang, daun bawang pre, dan seledri yang sudah diiris.
6. Siap disajikan

Note:
Masak dalam api sedang ya. 
Ketika seledri dll sudah dimasukkan, segera matikan api






Seperti Ini?

Manusia tempat salah dan lupa. Itu sudah sering terdengar.
Dan memang demikian.

Sudah menejelang dua bulan sejak segala sesuatu yang berbasis from hom diberlakukan. Jujur saja jalan-jalan masih ramai, meskipun memang lebih menyusut jumlahnya dibanding Februari. Dilema yang dihadapi pemerintah: Ekonomi yang terpuruk atau populasi masyarakat yang semakin menyusut?

Kurasa itu bukan pilihan mudah. Apapun yang diputuskan akan tetap menuai celaan dan pujian. Akan tetap ada yang mendukung dan mencaci. Kurasa itu kenapa kebanyakan pemimpin laki-laki, karena terkadang perempuan tidak cukup kuat menahan celaan yang demikian. 

Tetapi beberapa perempuan sangat hebat dan mereka bisa menjadi seorang pemimpin yang kuat, Ratu Bilqis, Quen Seondok (jika dia memang benar-benar ada), Bu Haeny, dan lainnya yang tidak aku ketahui.

Belakangan aku menyadari, bahwa salah satu kecakapan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan membersihkan pikiran dari segala perkataan buruk dan kemampuan mengelola emosi. Tidak terbayang jika pemimpin selalu tersulut emosinya, bukankah ia akan mati muda karena darah tinggi?

Kadang manusia memang harus acuh agar ia menjadi sehat dan bahagia. Terlalu banyak mendengarkan omongan orang bisa menjadi toxic bagi diri sendiri. Tapi terlalu acuh juga bukan sesuatu yang dianjurkan.

Aku sudah lama mengikuti sepak terjang Gus Dur dari berbagai sumber yang bisa aku dapatkan. Tetapi rasanya aku baru bisa menyelam sedikit lebih dalam.

Gus Dur yang tidak begitu mencintai dunia, Gus Dur yang tidur tapi menyerap, Gus Dur yang penuh kontroversi. Kurasa dengan segala label yang diberikan, Gus Dur adalah seseorang dengan hati yang sangat amat amat kuat. Mengambil kontroversi artinya siap dicaci sana sini dalam jumlah yang lebih besar. Dan Beliau selalu melakukan itu. Melakukan apa yang diyakininya benar. Dan sulit menjadi Gus Dur. Sulit sekali. Dibutuhkan hati yang sangat luas dan keberanian yang sangat besar.

Ah, Kami merindukanmu Gus. Sangat rindu.


Be Happy First

Belakangan aku sedang fokus merumuskan sebuah tujuan hidup.
Work From Home ini memberiku banyak waktu untuk sekedar tiduran sambil berpikir jauh ke belakang dan ke depan.
Corona ini bukan ide yang menyenangkan, tetapi satu sisi introvert dalam diriku menyukai banyak waktu sendiri yang bisa kunikmati.

Sebulan yang lalu, untuk mengurangi efek negatif yang ditimbulkan, aku memblokir satu kontak di HP. Dia bukan siapa-siapa. Hanya partner kerja yang cenderung tidak pernah mau meminta maaf dan selalu merasa benar. Playing victim juga kadang-kadang. Jadi daripada aku menghabiskan energi untuk menggubris chat-chatnya yang tidak penting, kurasa lebih baik aku memblok nomornya  untuk sementara waktu. Dan sekarang sudah kubuka. Karena kupikir aku sudah selesai dengan diriku dan siap  menghadapi apapun di luar sana.

Kak Mod benar, kalau kita tidak bahagia, bagaimana kita mau membahagiakan orang lain?
Jadilah beberapa hari ini aku fokus membahagiakan diriku sendiri. Make my self a priority. Define what I really want to be dan berdamai dengan setiap inci kekurangan dalam diriku. It works well.

Orang lain mungkin melihatku selalu sabar dan tenang menghadapi beberapa kondisi. Tetapi mereka yang sangat dekat denganku, dan aku sendiri tentunya, tahu betapa aku sangat gugup dalam menghadapi beberapa situasi. Sampai saat ini, meski dari kecil sudah sering naik panggung, aku masih tetap nervous ketika harus tampil di depan umum. Aku selalu bersemangat mengambil setiap kesempatan, kendati demikian aku selalu tidak bisa mengenyahkan berbagai keraguan yang muncul dari setiap pilihan yang aku ambil. Aku selalu berkutat dengan itu. Membangun rasa percaya diriku, menuntaskan keraguanku, dan mengatakan kepada diriku sendiri bahwa semuanya akan tetap baik-baik saja.

Orang lain mungkin melihatku selalu acuh terhadap hal-hal yang berkaitan dengan cinta, pacaran, dan sebagainya, mereka hanya tidak tahu aku sedang sangat memikirkan seseorang dan berharap bisa hidup bersama dengannya. Aku selalu berpikir berlebihan. Bagaimana jika yang ekspektasi akan menjatuhkanku lagi? Bagaimana jika yang aku lakukan tidak bisa membuat mereka bahagia? Bagaimana jika aku mengecewakan orang lain?
Tetapi sekarang aku memilih untuk tidak sibuk dengan 'bagaimana jika' lagi. I have to take my time and do what I think it is right. Aku harus memberi porsi untuk diriku juga, tanpa terbebani dengan apa yang orang lain akan pikir dan rasakan.

Well, karena sekali lagi, untuk membahagiakan orang lain, kita harus bahagia dulu. Then I do it.


Jalan Yang Kita Pilih

Bismillah.
Aku suka menuliskan ini: hidup selalu dipenuhi keraguan, kadang kita menang, kadang juga kalah.
Iya.. bagiku hidup lebih banyak tentang bagaimana kita memenangkan diri sendiri. Bagaimana kita selesai dengan diri sendiri. Sebagai seorang manusia, banyak hal bisa saja membuat kita ragu, entah kecil entah besar. Kadang kita bisa meyakinkan hati dari dalam diri sendiri, kadang kita butuh orang lain. Itu memenuhi aspek kebutuhan sosial.

Menjadi ragu bagi manusia adalah lumrah. Tetapi terlalu banyak keraguan bisa jadi bumerang yang mematikan.

Suatu hari kita tersesat dalam sebuah hutan, setelah berjalan cukup jauh, mengikuti jalan satu arah, kita menemukan sebuah persimpangan. Satu mengarah ke kiri dan satu mengarah kie kanan. Kita dipenuhi banyak keraguan karena jikalau salah, alih-alih pulang, kita justru akan tersesat semakin jauh. Untuk itu kita mempertimbangkan dengan matang mana jalan yang hendak kita pilih.

Terlalu menuruti rasa ragu akan membuat kita berhenti di titik persimpangan itu. Tidak ke mana-mana. Berdiri dengan dipenuhi kekhawatiran dan kecemasan. Bagaimana jika, bagaimana jika. Terlalu sembrono bisa membuat kita salah memilih jalan, yang seharusnya ke kiri malah ke kanan dan sebaliknya. Akhirnya kita tidak punya pilihan lain kecuali memikirkannya dengan hati-hati dengan segenap pengetahuan yang pernah kita dapatkan. Memperhatikan posisi matahari, arah angin, keadaan jalan dan banyak lagi.

Mempertimbangkan dengan hati-hati bukan berarti larut dalam pemikiran tanpa ekseksusi. Mempertimbangkan adalah salah satu ikhtiar mendapatkan yang terbaik. Secukupnya saja. Jika keraguan masih ada, lawan. Enyahkan.

Pertimbangan itu lantas mengantar kita pada langkah-langkah maju ke salah satu arah. Kita berjalan ke sana dengan keyakinan, meski di tengah keraguan pasti akan tetap tumbuh kembali. abaikan saja. Segera setelah kita memilih suatu jalan, maka kita tidak bisa menghindari dua hal: konsekuensi buruk dan konsekuensi baik.

Seandainya, jalan yang kita pilih ternyata benar, maka itu adalah keuntungan. Dan itu yang terbaik untuk kita. Dan seandainya, jalan yang kita pilih salah, percayalah di sana pasti ada pembelajaran. Setidaknya itu lebih baik daripada terus bimbang di tengah hutan. Setidaknya, jalan yang kita ambil tetap menuju pada suatu tempat. Jika tidak pulang, maka kita menemukan hal baru untuk dijelajahi. Lingkungan baru untuk dipelajari. Jadi tidak ada yang sia-sia dari berhasil pulang atau menuju ke arah yang berlawanan.

Yang jelas, ke manapun kita berjalan, ada satu hal yang bisa membuat kita tenang, Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Jika kita menuju arah yang benar, itu karena kehendakNya, jika kita menuju arah yang lain, itu juga karena kehendakNya.

Yang perlu kita lakukan, hanya terus berusaha melakukan yang terbaik. Jatuh dalam penyesalan berlarut-larut bukan sesuatu yang bijak. Jadi, mari temukan jalan kita, jalani sepenuhnya. 

Buyong



Mei, 4 2020
Sudah satu tahun lebih sejak aku begitu tertarik dengan banyak hal tentang Blabla. Semua tentang Blabla menjadi begitu indah untuk digali dan diketahui. Aku sadar aku masuk terlalu jauh dalam ilusi yang aku ciptakan sendiri. Sedikit berbahaya, tetapi menyenangkan bisa bermain di dalamnya.
Awalnya aku merasa begitu beruntung bisa menemukan Blabla dalam kehidupanku yang sekali ini. Dia seperti bintang yang bersinar terang. Menyilaukan. Mendadak aku begitu tenggelam dalam segala hal tentangnya. Semua tentang Blabla, semuanya saja -baik, buruk, lebih dan celanya- bagiku layak untuk dikagumi.
Kuakui, aku memang terlalu buta karena sebuah rasa. Entah perasaan yang bagaimana.
Perasaan itu muncul begitu saja tanpa bisa aku kendalikan. Sebenarnya, bukan tidak bisa dikendalikan, tetapi aku memang menikmati setiap apa yang lahir dari menyukai Blabla. Entah itu bahagia, patah, berharap, putus asa, semuanya.
Sejak aku begitu mengagumi Blabla, Oktober 2019 adalah pertama kalinya kami duduk bersama. Tentu saja aku menjadi gugup, sekaligus bahagia. Berharap setelah kuselesaikan pertemuan itu, bisa juga kuselesaikan perasaan yang ada. Rasanya tidak mengherankan mengetahui aku yang salah estimasi. Nyatanya setelah bertemu perasaanku menjadi semakin bertambah.
Setelahnya, aku menjalani hari dengan umpatan hatiku sendiri betapa bodohnya aku yang tidak mengaca. Aku menutup mata dari kenyataan bahwa jarak antara aku dan Blabla cukup jauh. Meskipun mungkin, tetapi terlihat lebih tidak mungkin.
Aku berusaha melepaskan perasaan yang masih kuat mencekam. Memang tidak seperti 2019 di mana setiap hari bayangan Blabla selalu hadir, 2020 aku sudah lebih bisa mengendalikan apa yang harus aku rasakan. Meskipun sesekali waktu, aku masih sangat ingin bertemu Blabla. Tetapi untuk menahanannya tak sesulit sebelumnya.
Aku mengetahui banyak hal tentang Blabla, mungkin di luar yang Blabla pikir akan aku ketahui. Satu-satunya yang luput dari pengetahuanku adalah apa yang Blabla inginkan, ke mana ia ingin melangkah, dan apa yang ia resahkan. Sulit mengetahui keinginan dan arah langkah seorang lelaki karena mereka memiliki harga diri yang harus dijaga. Lebih sulit lagi apabila kita tidak dekat dengannya.
Belakangan aku membuat pradugaku sendiri bahwa Blabla telah memiliki seseorang merujuk temuanku akhir-akhir ini. Sebenarnya, isu ini sudah lama ada. Aku yakin isu itu benar sejak ia pernah begitu gundah di Tahun 2019 kemarin. Tidak peduli yang sekarang dan yang dulu apakah seseorang yang sama atau berbeda, yang jelas aku juga percaya bahwa Blabla deserves a nice and sweet girl who will comfort and calm him, I think dia sudah memiliki that kind of girl. Jadi aku juga percaya itu bukan aku.
Belakangan juga aku mulai membulatkan niat bahwa aku harus menemukan seseorang untuk bisa diajak melangkah ke jenjang yang lebih serius. I mean I am not a young girl anymore. Sudah saatnya. Dan aku tahu dia mungkin bukan Blabla. Jadi aku melepaskan Blabla, demi kebaikanku sendiri. Karena aku tidak bisa selamanya tinggal dalam sebuah ilusi yang tidak nyata.
Untuk kali ini, aku benar-benar yakin bahwa aku bisa melepaskan Blabla. Ditambah dengan kabar gembira bahwa buku yang aku tulis telah usai, maka kurasa melepaskannya akan menjadi lebih mudah.
Tetapi ternyata memang tidak semudah itu.
Blabla di mataku adalah sosok yang sedikit berbeda dari kebanyakan orang. Dia sederhana dan tampil apa adanya tanpa perlu merasa memberi branding pada dirinya. How the way he is simply makes me admire him. Sesederhana itu memang. Dan beberapa sikap serta pernyataan yang ia munculkan, yang di mataku terlihat seperti sebuah kekhawatiran dan ketakutan dari seorang Blabla, jusru membuatku semakin ingin berada di dekatnya. Aku mungkin tidak membantu banyak, tetapi aku mungkin bisa menjadi pendengar yang baik. Hanya saja, aku sadar sepertinya bukan aku orang yang ia butuhkan.
Dengan semua kondisi itu, meski aku sudah berusaha keras melepaskan Blabla, sekali saja Blabla datang kembali, maka usaha melepaskannya adalah sesuatu yang nampaknya sia-sia. Dua hari yang lalu aku tidak menduga dia akan menelponku. Aku memang selalu berharap ada nama panggilan dengan nama Mas Blabla muncul di layar. Tetapi aku tidak mengira itu akan sungguh-sungguh terjadi. Maksudku, bagi Blabla yang tidak terlalu dekat denganku, dia biasanya akan cukup dengan memberikan pesan singkat tanpa perlu menelfon. Dia menelfonku malam-malam hanya untuk memberitahukan bahwa papanya mencariku. Ada sesuatu yang mau dibicarakan jadi aku diminta untuk datang ke rumahnya. Jujur saja itu berita yang menyenangkan.
Pertama, aku bisa bertemu Blabla di rumahnya.
Kedua, ada hawa segar dari draf buku yang aku tulis.
Tetapi aku juga sedikit khawatir, kenapa sampai dipanggil di rumah? Apa aku menulis sesuatu yang kurang pas?
Di hari yang ditentukan ternyata aku tidak jadi ke rumah Blabla. Blabla tidak mengatakan alasan kenapa ditunda, tetapi kurasa karena papanya sibuk, jadi harus reschedule.  Blabla baru memberitahukan itu esok harinya. Jadi seharian penuh, di hari yang ditentukan, aku sibuk sekali mengecek notif HP, siapa tahu ada pesan dari Blabla. Tetapi dia tidak juga memberi kabar. Aku jadi tahu, begini rasanya menunggu yang benar-benar menunggu. Cukup menguras pikiran.
Besoknya, baru dia mengatakan aku ditunggu papanya jam 8 di hari berikutnya.
Hari berikutnya itu adalah hari ini. Sebelumnya Blabla memberitahuku untuk menelfon jika sudah sampai di rumahnya karena mungkin saja dia masih tidur. Jadi jam 8 tepat, begitu aku sampai di depan rumah, aku langsung menelfonnya. Tapi Wanya off dan nomor Blabla yang tersimpan di Hpku adalah nomor Singapura. Jadi terlfonku tidak bisa masuk. Aku tanya ke supir papanya yang sedang membersihkan mobil di garasi depan, katanya Bapak (panggilanku untuk papanya Blabla) mungkin masih istirahat.
Ah, begini amat. Batinku. Sudah tahu ada yang mau datang kenapa Blabla tidak mengusahakan terjaga dulu - paling tidak sampai jam 8.
Setelah mendapatkan nomor +62nya Blabla dari seorang teman, aku menelfon lagi. Alhamdulillah diangkat. Di telefon, suara Blabla terdengar baru bangun tidur.
Tidak lama setelah menutup telfon, Blabla muncul dari dalam rumah, membukan pintu pagar dengan wajah masih kusut, rambut acak-acakan, kaos putih dan mengenakan sarung yang hanya diselampirkan sembarangan. Dia ini ga ada niat tampil sedikit lebih baik di depanku ya? Aku bukan orang dekatnya, seharusnya ia merasa perlu untuk menjaga image. Ya tapi memang begitulah Blabla. Dan itu satu penguatan agar aku melepaskan Blabla, karena dengan dia tampil sebegitu rembesnya di depanku, itu berarti aku bukan orang yang penting bagi Blabla, sehingga ia tidak perlu repot tampil stunning.
Begitu Blabla mempertemukanku dengan papa dan mamanya, ia langsung kembali ke kamar. Ah baiklah terserah. Aku hanya 1 jam di sana. Membicarakan sesuatu yang harus aku tulis, tapi ini tidak ada kaitannya dengan buku biografi. Ini tulisan yang lain.
Setelah percakapan tentang tulisan selesai, Bapak bertanya sesuatu yang bagiku sedikit tidak lazim,
“kenapa ya Us, Blabla kok gamau lanjut studi?”
Maksudnya studi S2.
“Kenapa Blabla itu kuliah di Singapura ga punya buku sama sekali?”
Aku juga kaget ditanya seperti itu. Mana mungkin aku tahu alasannya Blabla tidak mau S2, karena Blabla juga jarang membagi kisah pribadinya denganku. Hubunganku dengan Blabla sebatas hubungan menulis buku. Meskipun aku berharap lebih :D. Tapi hubunganku memang sebatas itu. Aku yang terlalu formal dan prosedural ini sulit membuka jalan untuk lebih dekat dengan Blabla. Kalau soal tidak punya buku, aku menjawab mungkin Blabla belajar dari softfile buku di PDF.
Semoga jawabanku membantu. Di tengah diskusi, Bapak mengatakan bahwa Blabla pernah bilang, dia akan lanjut S2 kalau ada sesuatu yang dipelajari.
Anak ini, batinku. Ada banyak sekali hal yang perlu dipelajari di luar sana. Kenapa dia bilang begitu. Belajar memang tidak harus dari bangku sekolah. Tetapi kita juga tidak bisa memungkiri bahwa lingkungan seperti sekolah adalah lingkungan yang baik untuk memantapkan teori dan sedikit praktik tentang kehidupan. Praktik sungguhannya menyusul.
Aku tidak tahu jalan pikiran Blabla. Benar-benar tidak tahu.
Dan Bapak mengatakan itu kepadaku.. apa Beliau biasa berkata begitu kepada semua orang, atau Beliau hanya mengatakan itu kepada beberapa orang yang dianggap dekat dengan Blabla?
Lagi-lagi aku tidak tahu.
Yang jelas, dengan siapapun kelak Blabla bersanding, semoga ia bisa menemukan kebahagiaan dan ketentramannya. Ke manapun ia memutuskan untuk berjalan, semoga kemudahan dan keberkahan senantiasa menyertainya.




REMARRIED EMPRESS BAGIAN 3

Author: Alpataleuteu (Alpha Tart)
Status: On Going
sumber novel dan gambar:


REMARRIED EMPRESS


Bagian 3 - Tanda Awal Perselingkuhan (2)
Kejadian itu terjadi ketika semua pegawai kerajaan dan aku tengah berkumpul di ruang konferensi untuk membahas persiapan perayaan tahun baru.
Tenggorokanku rasanya begitu kering setelah berbicara cukup lama. Setelah meneguk segelas air hangat, aku pergi jalan-jalan ke kebun istana pusat untuk berelaksasi. Aku membutuhkan udara segar. Artina, wakil Jenderal, menemaniku bersama dayang-dayangku yang lainnya. Ketika aku sedang berdiskusi dengan Artina tentang siapa yang harus diundang di pesta perayaan nanti, aku mendengar seseorang berbisik, “apakah itu dia?”
Aku menyapukan pandanganku ke wilayah sekitar, dan melihat seorang wanita tengah duduk di kursi roda bersama dua wanita lainnya yang terlihat seperti pelayan. Mata kita bertatapan, segera setelah melihatku, wanita di kursi roda itu berusaha berdiri. Dua pelayan di sampingnya berusaha melarang wanita itu dengan memeganginya agar tetap duduk di kursi, tapi pelayan itu segera melepaskan tangannya setelah melihatku.
Wanita itu dengan gemetar memegang bagian kursi roda selagi ia berdiri dan mencoba merunduk untuk memberiku salam. Aku tidak begitu yakin siapa dia. Setelah kuamati, kurasa dia adalah budak yang ditemukan oleh raja. Tetapi ini adalah area dekat istana pusat, dan tidak seharusnya seseorang seperti dia berada di tempat seperti ini. Bahkan para pekerja di istana yang sudah memiliki posisi tinggipun, kurasa tidak mungkin akan berada di sini. Lalu kenapa dia?
Tetap saja, dia tetap berusaha memberiku salam meskipun kakinya terluka, jadi aku mengangguk sebagai tanda terima. Tanpa mengatakan apapun, aku meninggalkan wanita itu dengan pelayannya. Melanjutkan niatku mencari udara segar. Aku tidak ingin kehadiran wanita itu membuat malam ini menjadi kacau. Tetapi ketika aku sudah melangkah agak jauh, aku dengar sebuah suara agak berteriak di belakangku, Hey, ucapnya.
“Hey?” batinku.
Apa dia memanggilku?
Ini pertama kalinya seseorang memanggilku dengan cara seperti itu setelah aku menjadi seorang ratu. Aku menengok ke belakang dengan perasaan sedikit bingung. Aku melihat wanita itu menggerakkan kursi rodanya dan menuju ke arahku. Dua pelayan yang menemani wanita itu tampak kebingungan, mereka berseru, “Rashta, jangan!” tetapi ia bersikukuh dan mengabaikan pelayan di belakangnya.
Aku diam di tempatku berdiri. Apa dia ingin berbicara suatu hal denganku? Jika demikian, dia pasti tahu bahwa aku adalah ratu di sini. Tapi dia masih memanggilku Hey?
Kutatap wanita itu dengan ekspresi yang tidak jelas di wajahku, wanita bernama Rasta itu terus mendekat dan sekali lagi mengucapkan salam.
“Saya Rashta.”
Apa yang harus aku lakukan? Apa yang sedang dilakukan wanita ini? Pikirku.
“Iya, Rashta.”
Jawabku singkat.
Dia tersenyum, seolah bahagia karena aku menyebut namanya. Apa dia benar-benar menginginkan aku untuk berlaku seperti itu? Aku benar-benar ingin tahu apa niatnya, tetapi tidak akan etis jika aku bertanya kepadanya.
Waktu audiensi sudah habis. Otakku sudah sangat panas mendengar banyak hal tentang orang asing selama 3 jam. Dan aku tidak ingin melibatkan diri dengan sesuatu yang tidak perlu. Tujuanku ke sini untuk menenangkan diri. Lagipula, jika ada sebuah emergensi, dia pasti sudah akan meminta bantuan sesegera mungkin. Nyatanya wanita itu sangat gembira, jadi sepertinya dia tidak perlu kuperhatikan secara berlebihan. Mungkin dia hanya datang untuk menyapa.
Aku berbalik lagi. Berpikir bahwa tidak ada hal yang perlu dibicarakan lagi. Tetapi ketika aku melangkah, tangan wanita itu meraihku. Dia memegang rok dari gaunku. Dayang-dayangku segera menyadari keadaannya dan menyingkirkan tangan wanita itu dariku seolah-olah wanita itu adalah kera di kebun binatang yang berpotensi menggangguku.
“Beraninya kamu!”
“Apa kamu tidak mengenali siapa bangsawan ini?”
Rastha tersendak karena terkejut, dia berbicara dengan tergagap,
“Ma.. maafkan saya. Seharusnya saya memanggil anda tetapi saya tidak tahu nama anda.”
Dia benar-benar tidak tahu aku adalah ratu? Bukankah tadi aku mendengar pelayan berbisik kepadanya “itu dia, sang ratu”?
Laura memelototi Rashta dan berteriak kepadanya.
“Ini adalah Yang Mulia ratu. Hati-hati dengan tindakanmu!”
Mata Rashta terbelalak.
“Apa? Aku... aku tentu saja tahu beliau adalah ratu.”
Dia tahu aku ratu?
Aku mengernyitkan dahi demi ketidakjelasan Rashta, dan dia menatapku sambil pelan-pelan berkata,
“Sa..saya Rashta.”
Siapa Rashta? Aku dan dayangku benar-benar tidak mengerti. Apakah aku dan Rashata mengenal dengan baik sehingga kita bisa saling bertukar nama seperti ini? Dalam kebingungan, aku berusaha mengingat lagi wanita seumuran Rashta yang pernah datang ke kerajaan ini bersama para pejabat tinggi dari luar. Tetapi aku sama sekali tidak mengingat ada yang seperti Rashta. Terlalu banyak tamu yang datang⸺yang disambut olehku, ada juga yang hanya disambut oleh menteri luar negeri, dan ada yang disambut oleh Sovieshu secara langsung.
Yang jelas, Rashta tidak pernah menjadi tamuku. Mungkinkah Rashta pernah datang dan disambut oleh Menteri Luar Negeri? Tapi itu tidak mungkin. Jika dia berasal dari keluarga bangsawan, tentu para dayang akan mengetahuinya meskipun aku tidak mengetahui itu.
“Apakah anda mengenal saya?”
Aku mencoba untuk tidak berbasa-basi, dan dia terkejut.
“Anda tidak tahu siapa saya?”
Rashta memasang raut sedih.
“Saya tidak yakin.”
“Ah”
Rashta terlihat putus asa, dan dia berbisik kepada pelayannya, “apa yang harus aku lakukan?”
Dia berbisik, tetapi aku jelas mendengarnya karena dia berbisik dengan cukup keras.
Tetapi aku sedang lelah. Aku bahkan tidak tahu siapa dia. Aku memutuskan untuk mengabaikannya lagi dan pergi ketika tiba-tiba Rahsta memanggilku lagi.
“Saya tinggal di Istana timur karena kebaikan hati sang raja.”
Kebaikan hati Sovieshu?
Istana timur. Kaki yang terluka. Ah! Wanita ini tentu saja..
“Kamu budak itu?”
Sahutku spontan. Tidak peduli apakah kalimat itu akan menyakitinya atau tidak. Lagipula, kenapa dia berada di Istana pusat? Sebelum aku bertanya lebih jauh, wajah Rashta sudah terlihat pucat pasi. Mungkin dia tersinggung dengan ucapanku, atau dia sedang gugup dan takut,
“Yang Mulia, maafkan kelancangan saya. Miss Rashta bukanlah seorang budak.”
Seorang pelayan di samping Rashta membelanya dan membenarkan ucapanku.
Bukan budak? Tetapi kenapa dayang-dayangku mengatakan bahwa dia adalah budak yang kabur. Jika itu adalah rumor yang salah, pasti mereka sudah memberitahku sebelumnya, tetapi kenyataannya mereka tidak pernah mengatakan itu.
Budak itu benar-benar di luar ekspektasiku. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya dengan cara yang seperti ini. Aku tidak peduli dengan gosip yang menyebar, tetapi yang jelas dia memang benar-benar cantik seperti yang dikatakan orang-orang. Kecantikannya tidak seperti Duchess Tuvania yang mempesona dan elegan, tetapi dia memperlihatkan aura yang lembut dan polos. Seperti wanita desa yang murni dan lugu. Matanya yang besar dan hitam menunjukkan naluri yang tajam, dan rambutnya berwarna perak terang yang membuat kesan innosen dan polos pada Rashta menjadi semakin terlihat. Ia tampak sedikit rapuh, sedikit misterius, dan layak dicintai.
Tunggu. Bukankah dayang-dayangku pernah memandikannya? Tetapi kenapa mereka tidak mengenali Rashta. Aku melihat ke arah dayang-dayangku, sayangnya, orang yang memandikan Rashta memang tidak sedang bersamaku.
“Iya. Sekarang saya tahu siapa anda.”
Aku mengangguk. Kulihat Rashta menggumam, tidak jelas apa yang ia katakan.
“Syukurlah. Sebenarnya, aku sudah sangat menanti pertemuan ini.” Ucapnya kemudian.
“Pertemuan?” sahutku cepat. Aku tidak percaya jika memang dia menunggu waktu untuk bisa bertemu denganku. Setidaknya, aku tidak ingin bertemu dengannya. lalu kenapa dia?
“Saya sudah bertanya kepada raja, tetapi raja terus mengatakan bahwa aku tidak harus memikirkan hal ini, tetapi bagaimanapun, kupikir kita harus tetap bertemu.”
Rashta mengucapkan itu dengan tanpa merasa bersalah sedikitpun. Aku sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita ini. Aku memutuskan untuk diam saja.
“Bagaimana aku harus memanggil anda Yang Mulia?”
“Panggil saja Yang Mulia.” Tukasku.
“Hah?” Rashta tertegun seolah tidak ingin memanggilku dengan panggilan Yang Mulia.
Aku hanya meresponnya dengan satu kata iya. Menegaskan bahwa semua di istana ini memanggilku dengan panggilan itu.
Aku tidak tahu kenapa aku harus meladeni percakapan dengan Rashta. Aku tidak pernah membicarakan hal-hal sepele seperti ini dengan siapapun, tapi dia telah dengan sengaja menarikku ke dalam remeh temeh yang tidak perlu. Menyebalkan sekali.
Rashta terlihat lelah dan dia ingin Kembali. Sembari menggerakkan kursi rodanya, ia mendengus. Sepertinya benar-benar tidak suka memanggilku Yang Mulia.
Dayang-dayangku segera menyadari bahwa moodku menjadi tidak baik. Salah satu dari mereka segera menarik pegangan kursi roda Rashta dan menariknya sehingga Rashta berbalik arah.
“Hush! Jauh-jauh dari ratu!”
“Kamu pikir kamu siapa sok bertingkah akrab dengan ratu?”
Laura lebih emosi lagi. Tangannya sampai bergetar menahan kemarahan. Dia menarik bagian belakang baju Rashta.
“Menjijikkan!” tandas Laura melampiaskan amarah.
Sesaat kemudian, muncul Sovieshu dari belakangku.
“Apa maksudmu menjijikkan?!”
Suara Sovieshu dingin. Nada bicaranya terdengar tidak enak.
***

Mungkin Akan Bertemu di Khatulistiwa

Rasanya sulit membayangkan bahwa aku harus mengakhiri cerita ini. Satu sisi dalam diriku masih ingin tetap tinggal, meskipun aku tahu cerita ini tidak mengarah ke manapun.

Kupikir jika menunggu sebentar lagi, sebentar lagi saja, akan ada titik terang yang bisa ditemukan. Nyatanya ini hanya pembelajaran dan sebuah pijakan untuk mengantarkanku ke suatu tempat.

Jujur saja ini tidak mudah. Aku masih bisa melihatnya tetapi ternyata ia cukup jauh. Aku tinggal di tempat yang tak bisa lepas darinya. Semua titik di sini tidak akan pernah berhenti membicarakannya. Itu kenapa semua menjadi semakin rumit.

Tapi memang benar, tidak peduli betapapun aku menyukainya, jalan yang ia punya memang sepenuhnya berbeda dengan jalanku.

Dia berjalan ke selatan dan aku ke utara. Mungkin akan bertemu di khatulistiwa -- tapi hanya berpapasan saja, karena setelahnya kita tetap harus menempuh jalan masing-masing.

Tapi jika kau bertanya apa aku menyesal mengenalnya, tentu saja jawabannya tidak. Meskipun kehadirannya membawa sedikit rasa kecewa dan luka, tidak kupungkiri ia lebih banyak memberi warna dan cerita. Sebuah cerita yang sebelumnya tak pernah aku tahu. Hal baru yang menyenangkan. Meski akhirnya bukan apa-apa.

Pada akhirnya aku dan dia hanya dipertemukan untuk saling mengantar. Dia mengantarkanku untuk lebih mengenal sisi kehidupan seseorang, dan aku -- kurasa aku tidak mengantarnya ke manapun. Tapi aku berharap sedikit yang pernah aku tulis untuknya bisa menjadi pegangan dan pengingat yang baik di saat ia terpaksa harus jatuh.

Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk dia. Iya, dia yang selalu terlihat memiliki segalanya tetapi menyimpan banyak ketidaknyamanan di dalam hatinya. Dia yang sedikit banyak bicara tapi sulit untuk mengungkapkan isi hatinya di platform* tertentu.

Paling tidak aku tahu, ada satu platform di mana ia cukup terbuka mengungkapkan kekesalan, kekecewaan, dan rasa sedihnya. Platform itu banyak digunakan dan memang cenderung digunakan sebagai wadah pelampiasan.

Jadi,
Aku benar-benar tidak berharap ceritanya akan seperti ini, tapi aku bisa apa? Ini hanya sebuah cerita yang pasti menuai hikmah. Banyak terimakasih kusampaikan dan maaf bila tanpa sengaja aku menjadi beban.

Mari menjalani hidup dengan baik. Kita tidak pernah salah memasuki tikungan. Percaya saja ini adalah salah satu jalan mrnuju ke arah yang benar, dengan sedikit rasa tidak nyaman.

Resep Ayam Lada Hitam



Bahan
1. 1/2 kg daging ayam. Potong tipis berbentuk dadu (atau sesuai selera)
2. 1 buah bawang bombay
3. Paprika (kalau ga ada paprika ganti dengan cabai merah besar dan cabai hijau kecil), jumlahnya sesuai selera ya, kalau suka pedas bisa dikasih banyak
4. Merica bubuk
5. Minyak untuk menumis
6. Saori saus lada hitam

Cara memasak
1. Lumuri ayam dengan jeruk lemon dan sedikit garam. Diamkan 5-10 menit
2. Tumis bawang bombay dan paprika/cabai hingga harum
3. Masukkan potongan ayam
4. Masukkan 1 sachet Saori Saus Lada Hitam dan merica bubuk secukupnya
5. Masak hingga berubah warna dan bumbu meresap (kurang lebih 7 menit)
6. Siap disajikan sebagai cemilan atau lauk nasi :)

Catatan:
Sebenarnya tanpa dilumuri garampun sausnya ini sudah asin. Tapi bagi orang yang demen banget sama asin, sepertinya kadar asinnya masih kurang, jadi boleh ditambahkan.

Ini gambar saorinya