Seperti Ini?

Manusia tempat salah dan lupa. Itu sudah sering terdengar.
Dan memang demikian.

Sudah menejelang dua bulan sejak segala sesuatu yang berbasis from hom diberlakukan. Jujur saja jalan-jalan masih ramai, meskipun memang lebih menyusut jumlahnya dibanding Februari. Dilema yang dihadapi pemerintah: Ekonomi yang terpuruk atau populasi masyarakat yang semakin menyusut?

Kurasa itu bukan pilihan mudah. Apapun yang diputuskan akan tetap menuai celaan dan pujian. Akan tetap ada yang mendukung dan mencaci. Kurasa itu kenapa kebanyakan pemimpin laki-laki, karena terkadang perempuan tidak cukup kuat menahan celaan yang demikian. 

Tetapi beberapa perempuan sangat hebat dan mereka bisa menjadi seorang pemimpin yang kuat, Ratu Bilqis, Quen Seondok (jika dia memang benar-benar ada), Bu Haeny, dan lainnya yang tidak aku ketahui.

Belakangan aku menyadari, bahwa salah satu kecakapan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan membersihkan pikiran dari segala perkataan buruk dan kemampuan mengelola emosi. Tidak terbayang jika pemimpin selalu tersulut emosinya, bukankah ia akan mati muda karena darah tinggi?

Kadang manusia memang harus acuh agar ia menjadi sehat dan bahagia. Terlalu banyak mendengarkan omongan orang bisa menjadi toxic bagi diri sendiri. Tapi terlalu acuh juga bukan sesuatu yang dianjurkan.

Aku sudah lama mengikuti sepak terjang Gus Dur dari berbagai sumber yang bisa aku dapatkan. Tetapi rasanya aku baru bisa menyelam sedikit lebih dalam.

Gus Dur yang tidak begitu mencintai dunia, Gus Dur yang tidur tapi menyerap, Gus Dur yang penuh kontroversi. Kurasa dengan segala label yang diberikan, Gus Dur adalah seseorang dengan hati yang sangat amat amat kuat. Mengambil kontroversi artinya siap dicaci sana sini dalam jumlah yang lebih besar. Dan Beliau selalu melakukan itu. Melakukan apa yang diyakininya benar. Dan sulit menjadi Gus Dur. Sulit sekali. Dibutuhkan hati yang sangat luas dan keberanian yang sangat besar.

Ah, Kami merindukanmu Gus. Sangat rindu.


0 comments:

Post a Comment