Bismillah.
Aku suka menuliskan ini: hidup selalu dipenuhi keraguan, kadang kita menang, kadang juga kalah.
Iya.. bagiku hidup lebih banyak tentang bagaimana kita memenangkan diri sendiri. Bagaimana kita selesai dengan diri sendiri. Sebagai seorang manusia, banyak hal bisa saja membuat kita ragu, entah kecil entah besar. Kadang kita bisa meyakinkan hati dari dalam diri sendiri, kadang kita butuh orang lain. Itu memenuhi aspek kebutuhan sosial.
Menjadi ragu bagi manusia adalah lumrah. Tetapi terlalu banyak keraguan bisa jadi bumerang yang mematikan.
Suatu hari kita tersesat dalam sebuah hutan, setelah berjalan cukup jauh, mengikuti jalan satu arah, kita menemukan sebuah persimpangan. Satu mengarah ke kiri dan satu mengarah kie kanan. Kita dipenuhi banyak keraguan karena jikalau salah, alih-alih pulang, kita justru akan tersesat semakin jauh. Untuk itu kita mempertimbangkan dengan matang mana jalan yang hendak kita pilih.
Terlalu menuruti rasa ragu akan membuat kita berhenti di titik persimpangan itu. Tidak ke mana-mana. Berdiri dengan dipenuhi kekhawatiran dan kecemasan. Bagaimana jika, bagaimana jika. Terlalu sembrono bisa membuat kita salah memilih jalan, yang seharusnya ke kiri malah ke kanan dan sebaliknya. Akhirnya kita tidak punya pilihan lain kecuali memikirkannya dengan hati-hati dengan segenap pengetahuan yang pernah kita dapatkan. Memperhatikan posisi matahari, arah angin, keadaan jalan dan banyak lagi.
Mempertimbangkan dengan hati-hati bukan berarti larut dalam pemikiran tanpa ekseksusi. Mempertimbangkan adalah salah satu ikhtiar mendapatkan yang terbaik. Secukupnya saja. Jika keraguan masih ada, lawan. Enyahkan.
Pertimbangan itu lantas mengantar kita pada langkah-langkah maju ke salah satu arah. Kita berjalan ke sana dengan keyakinan, meski di tengah keraguan pasti akan tetap tumbuh kembali. abaikan saja. Segera setelah kita memilih suatu jalan, maka kita tidak bisa menghindari dua hal: konsekuensi buruk dan konsekuensi baik.
Seandainya, jalan yang kita pilih ternyata benar, maka itu adalah keuntungan. Dan itu yang terbaik untuk kita. Dan seandainya, jalan yang kita pilih salah, percayalah di sana pasti ada pembelajaran. Setidaknya itu lebih baik daripada terus bimbang di tengah hutan. Setidaknya, jalan yang kita ambil tetap menuju pada suatu tempat. Jika tidak pulang, maka kita menemukan hal baru untuk dijelajahi. Lingkungan baru untuk dipelajari. Jadi tidak ada yang sia-sia dari berhasil pulang atau menuju ke arah yang berlawanan.
Yang jelas, ke manapun kita berjalan, ada satu hal yang bisa membuat kita tenang, Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Jika kita menuju arah yang benar, itu karena kehendakNya, jika kita menuju arah yang lain, itu juga karena kehendakNya.
Yang perlu kita lakukan, hanya terus berusaha melakukan yang terbaik. Jatuh dalam penyesalan berlarut-larut bukan sesuatu yang bijak. Jadi, mari temukan jalan kita, jalani sepenuhnya.
Aku suka menuliskan ini: hidup selalu dipenuhi keraguan, kadang kita menang, kadang juga kalah.
Iya.. bagiku hidup lebih banyak tentang bagaimana kita memenangkan diri sendiri. Bagaimana kita selesai dengan diri sendiri. Sebagai seorang manusia, banyak hal bisa saja membuat kita ragu, entah kecil entah besar. Kadang kita bisa meyakinkan hati dari dalam diri sendiri, kadang kita butuh orang lain. Itu memenuhi aspek kebutuhan sosial.
Menjadi ragu bagi manusia adalah lumrah. Tetapi terlalu banyak keraguan bisa jadi bumerang yang mematikan.
Suatu hari kita tersesat dalam sebuah hutan, setelah berjalan cukup jauh, mengikuti jalan satu arah, kita menemukan sebuah persimpangan. Satu mengarah ke kiri dan satu mengarah kie kanan. Kita dipenuhi banyak keraguan karena jikalau salah, alih-alih pulang, kita justru akan tersesat semakin jauh. Untuk itu kita mempertimbangkan dengan matang mana jalan yang hendak kita pilih.
Terlalu menuruti rasa ragu akan membuat kita berhenti di titik persimpangan itu. Tidak ke mana-mana. Berdiri dengan dipenuhi kekhawatiran dan kecemasan. Bagaimana jika, bagaimana jika. Terlalu sembrono bisa membuat kita salah memilih jalan, yang seharusnya ke kiri malah ke kanan dan sebaliknya. Akhirnya kita tidak punya pilihan lain kecuali memikirkannya dengan hati-hati dengan segenap pengetahuan yang pernah kita dapatkan. Memperhatikan posisi matahari, arah angin, keadaan jalan dan banyak lagi.
Mempertimbangkan dengan hati-hati bukan berarti larut dalam pemikiran tanpa ekseksusi. Mempertimbangkan adalah salah satu ikhtiar mendapatkan yang terbaik. Secukupnya saja. Jika keraguan masih ada, lawan. Enyahkan.
Pertimbangan itu lantas mengantar kita pada langkah-langkah maju ke salah satu arah. Kita berjalan ke sana dengan keyakinan, meski di tengah keraguan pasti akan tetap tumbuh kembali. abaikan saja. Segera setelah kita memilih suatu jalan, maka kita tidak bisa menghindari dua hal: konsekuensi buruk dan konsekuensi baik.
Seandainya, jalan yang kita pilih ternyata benar, maka itu adalah keuntungan. Dan itu yang terbaik untuk kita. Dan seandainya, jalan yang kita pilih salah, percayalah di sana pasti ada pembelajaran. Setidaknya itu lebih baik daripada terus bimbang di tengah hutan. Setidaknya, jalan yang kita ambil tetap menuju pada suatu tempat. Jika tidak pulang, maka kita menemukan hal baru untuk dijelajahi. Lingkungan baru untuk dipelajari. Jadi tidak ada yang sia-sia dari berhasil pulang atau menuju ke arah yang berlawanan.
Yang jelas, ke manapun kita berjalan, ada satu hal yang bisa membuat kita tenang, Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Jika kita menuju arah yang benar, itu karena kehendakNya, jika kita menuju arah yang lain, itu juga karena kehendakNya.
Yang perlu kita lakukan, hanya terus berusaha melakukan yang terbaik. Jatuh dalam penyesalan berlarut-larut bukan sesuatu yang bijak. Jadi, mari temukan jalan kita, jalani sepenuhnya.
0 comments:
Post a Comment