REMARRIED EMPRESS BAGIAN 3

Author: Alpataleuteu (Alpha Tart)
Status: On Going
sumber novel dan gambar:


REMARRIED EMPRESS


Bagian 3 - Tanda Awal Perselingkuhan (2)
Kejadian itu terjadi ketika semua pegawai kerajaan dan aku tengah berkumpul di ruang konferensi untuk membahas persiapan perayaan tahun baru.
Tenggorokanku rasanya begitu kering setelah berbicara cukup lama. Setelah meneguk segelas air hangat, aku pergi jalan-jalan ke kebun istana pusat untuk berelaksasi. Aku membutuhkan udara segar. Artina, wakil Jenderal, menemaniku bersama dayang-dayangku yang lainnya. Ketika aku sedang berdiskusi dengan Artina tentang siapa yang harus diundang di pesta perayaan nanti, aku mendengar seseorang berbisik, “apakah itu dia?”
Aku menyapukan pandanganku ke wilayah sekitar, dan melihat seorang wanita tengah duduk di kursi roda bersama dua wanita lainnya yang terlihat seperti pelayan. Mata kita bertatapan, segera setelah melihatku, wanita di kursi roda itu berusaha berdiri. Dua pelayan di sampingnya berusaha melarang wanita itu dengan memeganginya agar tetap duduk di kursi, tapi pelayan itu segera melepaskan tangannya setelah melihatku.
Wanita itu dengan gemetar memegang bagian kursi roda selagi ia berdiri dan mencoba merunduk untuk memberiku salam. Aku tidak begitu yakin siapa dia. Setelah kuamati, kurasa dia adalah budak yang ditemukan oleh raja. Tetapi ini adalah area dekat istana pusat, dan tidak seharusnya seseorang seperti dia berada di tempat seperti ini. Bahkan para pekerja di istana yang sudah memiliki posisi tinggipun, kurasa tidak mungkin akan berada di sini. Lalu kenapa dia?
Tetap saja, dia tetap berusaha memberiku salam meskipun kakinya terluka, jadi aku mengangguk sebagai tanda terima. Tanpa mengatakan apapun, aku meninggalkan wanita itu dengan pelayannya. Melanjutkan niatku mencari udara segar. Aku tidak ingin kehadiran wanita itu membuat malam ini menjadi kacau. Tetapi ketika aku sudah melangkah agak jauh, aku dengar sebuah suara agak berteriak di belakangku, Hey, ucapnya.
“Hey?” batinku.
Apa dia memanggilku?
Ini pertama kalinya seseorang memanggilku dengan cara seperti itu setelah aku menjadi seorang ratu. Aku menengok ke belakang dengan perasaan sedikit bingung. Aku melihat wanita itu menggerakkan kursi rodanya dan menuju ke arahku. Dua pelayan yang menemani wanita itu tampak kebingungan, mereka berseru, “Rashta, jangan!” tetapi ia bersikukuh dan mengabaikan pelayan di belakangnya.
Aku diam di tempatku berdiri. Apa dia ingin berbicara suatu hal denganku? Jika demikian, dia pasti tahu bahwa aku adalah ratu di sini. Tapi dia masih memanggilku Hey?
Kutatap wanita itu dengan ekspresi yang tidak jelas di wajahku, wanita bernama Rasta itu terus mendekat dan sekali lagi mengucapkan salam.
“Saya Rashta.”
Apa yang harus aku lakukan? Apa yang sedang dilakukan wanita ini? Pikirku.
“Iya, Rashta.”
Jawabku singkat.
Dia tersenyum, seolah bahagia karena aku menyebut namanya. Apa dia benar-benar menginginkan aku untuk berlaku seperti itu? Aku benar-benar ingin tahu apa niatnya, tetapi tidak akan etis jika aku bertanya kepadanya.
Waktu audiensi sudah habis. Otakku sudah sangat panas mendengar banyak hal tentang orang asing selama 3 jam. Dan aku tidak ingin melibatkan diri dengan sesuatu yang tidak perlu. Tujuanku ke sini untuk menenangkan diri. Lagipula, jika ada sebuah emergensi, dia pasti sudah akan meminta bantuan sesegera mungkin. Nyatanya wanita itu sangat gembira, jadi sepertinya dia tidak perlu kuperhatikan secara berlebihan. Mungkin dia hanya datang untuk menyapa.
Aku berbalik lagi. Berpikir bahwa tidak ada hal yang perlu dibicarakan lagi. Tetapi ketika aku melangkah, tangan wanita itu meraihku. Dia memegang rok dari gaunku. Dayang-dayangku segera menyadari keadaannya dan menyingkirkan tangan wanita itu dariku seolah-olah wanita itu adalah kera di kebun binatang yang berpotensi menggangguku.
“Beraninya kamu!”
“Apa kamu tidak mengenali siapa bangsawan ini?”
Rastha tersendak karena terkejut, dia berbicara dengan tergagap,
“Ma.. maafkan saya. Seharusnya saya memanggil anda tetapi saya tidak tahu nama anda.”
Dia benar-benar tidak tahu aku adalah ratu? Bukankah tadi aku mendengar pelayan berbisik kepadanya “itu dia, sang ratu”?
Laura memelototi Rashta dan berteriak kepadanya.
“Ini adalah Yang Mulia ratu. Hati-hati dengan tindakanmu!”
Mata Rashta terbelalak.
“Apa? Aku... aku tentu saja tahu beliau adalah ratu.”
Dia tahu aku ratu?
Aku mengernyitkan dahi demi ketidakjelasan Rashta, dan dia menatapku sambil pelan-pelan berkata,
“Sa..saya Rashta.”
Siapa Rashta? Aku dan dayangku benar-benar tidak mengerti. Apakah aku dan Rashata mengenal dengan baik sehingga kita bisa saling bertukar nama seperti ini? Dalam kebingungan, aku berusaha mengingat lagi wanita seumuran Rashta yang pernah datang ke kerajaan ini bersama para pejabat tinggi dari luar. Tetapi aku sama sekali tidak mengingat ada yang seperti Rashta. Terlalu banyak tamu yang datang⸺yang disambut olehku, ada juga yang hanya disambut oleh menteri luar negeri, dan ada yang disambut oleh Sovieshu secara langsung.
Yang jelas, Rashta tidak pernah menjadi tamuku. Mungkinkah Rashta pernah datang dan disambut oleh Menteri Luar Negeri? Tapi itu tidak mungkin. Jika dia berasal dari keluarga bangsawan, tentu para dayang akan mengetahuinya meskipun aku tidak mengetahui itu.
“Apakah anda mengenal saya?”
Aku mencoba untuk tidak berbasa-basi, dan dia terkejut.
“Anda tidak tahu siapa saya?”
Rashta memasang raut sedih.
“Saya tidak yakin.”
“Ah”
Rashta terlihat putus asa, dan dia berbisik kepada pelayannya, “apa yang harus aku lakukan?”
Dia berbisik, tetapi aku jelas mendengarnya karena dia berbisik dengan cukup keras.
Tetapi aku sedang lelah. Aku bahkan tidak tahu siapa dia. Aku memutuskan untuk mengabaikannya lagi dan pergi ketika tiba-tiba Rahsta memanggilku lagi.
“Saya tinggal di Istana timur karena kebaikan hati sang raja.”
Kebaikan hati Sovieshu?
Istana timur. Kaki yang terluka. Ah! Wanita ini tentu saja..
“Kamu budak itu?”
Sahutku spontan. Tidak peduli apakah kalimat itu akan menyakitinya atau tidak. Lagipula, kenapa dia berada di Istana pusat? Sebelum aku bertanya lebih jauh, wajah Rashta sudah terlihat pucat pasi. Mungkin dia tersinggung dengan ucapanku, atau dia sedang gugup dan takut,
“Yang Mulia, maafkan kelancangan saya. Miss Rashta bukanlah seorang budak.”
Seorang pelayan di samping Rashta membelanya dan membenarkan ucapanku.
Bukan budak? Tetapi kenapa dayang-dayangku mengatakan bahwa dia adalah budak yang kabur. Jika itu adalah rumor yang salah, pasti mereka sudah memberitahku sebelumnya, tetapi kenyataannya mereka tidak pernah mengatakan itu.
Budak itu benar-benar di luar ekspektasiku. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya dengan cara yang seperti ini. Aku tidak peduli dengan gosip yang menyebar, tetapi yang jelas dia memang benar-benar cantik seperti yang dikatakan orang-orang. Kecantikannya tidak seperti Duchess Tuvania yang mempesona dan elegan, tetapi dia memperlihatkan aura yang lembut dan polos. Seperti wanita desa yang murni dan lugu. Matanya yang besar dan hitam menunjukkan naluri yang tajam, dan rambutnya berwarna perak terang yang membuat kesan innosen dan polos pada Rashta menjadi semakin terlihat. Ia tampak sedikit rapuh, sedikit misterius, dan layak dicintai.
Tunggu. Bukankah dayang-dayangku pernah memandikannya? Tetapi kenapa mereka tidak mengenali Rashta. Aku melihat ke arah dayang-dayangku, sayangnya, orang yang memandikan Rashta memang tidak sedang bersamaku.
“Iya. Sekarang saya tahu siapa anda.”
Aku mengangguk. Kulihat Rashta menggumam, tidak jelas apa yang ia katakan.
“Syukurlah. Sebenarnya, aku sudah sangat menanti pertemuan ini.” Ucapnya kemudian.
“Pertemuan?” sahutku cepat. Aku tidak percaya jika memang dia menunggu waktu untuk bisa bertemu denganku. Setidaknya, aku tidak ingin bertemu dengannya. lalu kenapa dia?
“Saya sudah bertanya kepada raja, tetapi raja terus mengatakan bahwa aku tidak harus memikirkan hal ini, tetapi bagaimanapun, kupikir kita harus tetap bertemu.”
Rashta mengucapkan itu dengan tanpa merasa bersalah sedikitpun. Aku sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita ini. Aku memutuskan untuk diam saja.
“Bagaimana aku harus memanggil anda Yang Mulia?”
“Panggil saja Yang Mulia.” Tukasku.
“Hah?” Rashta tertegun seolah tidak ingin memanggilku dengan panggilan Yang Mulia.
Aku hanya meresponnya dengan satu kata iya. Menegaskan bahwa semua di istana ini memanggilku dengan panggilan itu.
Aku tidak tahu kenapa aku harus meladeni percakapan dengan Rashta. Aku tidak pernah membicarakan hal-hal sepele seperti ini dengan siapapun, tapi dia telah dengan sengaja menarikku ke dalam remeh temeh yang tidak perlu. Menyebalkan sekali.
Rashta terlihat lelah dan dia ingin Kembali. Sembari menggerakkan kursi rodanya, ia mendengus. Sepertinya benar-benar tidak suka memanggilku Yang Mulia.
Dayang-dayangku segera menyadari bahwa moodku menjadi tidak baik. Salah satu dari mereka segera menarik pegangan kursi roda Rashta dan menariknya sehingga Rashta berbalik arah.
“Hush! Jauh-jauh dari ratu!”
“Kamu pikir kamu siapa sok bertingkah akrab dengan ratu?”
Laura lebih emosi lagi. Tangannya sampai bergetar menahan kemarahan. Dia menarik bagian belakang baju Rashta.
“Menjijikkan!” tandas Laura melampiaskan amarah.
Sesaat kemudian, muncul Sovieshu dari belakangku.
“Apa maksudmu menjijikkan?!”
Suara Sovieshu dingin. Nada bicaranya terdengar tidak enak.
***

0 comments:

Post a Comment