Katanya, sebelum dilahirkan takdir kita telah ditentukan.
Baik buruknya.
Kelahiran dan kematian.
Rezeki dan Jodoh.
Dan katanya, tidak ada yang dapat mengubah takdir, kecuali doa.
Kita tidak tahu, bagaimana takdir kita kelak. Yang seolah seumur hidupnya baik, belum tentu mendapat khusnul khotimah. Yang kelihatannya bukan orang baik-baik, bisa jadi di akhir hayatnya Allah berkenan memberi hidayah, lalu jadilah orang itu mendapatkan anugerah khusnul khotimah.
Kita sungguh tidak tahu bagaimana takdir kita. Tetapi Allah begitu baik memberi kita wilayah doa dan usaha. Dari kejadian alamNya, Ia juga memberi kita isyarat - paling tidak, jika kita sudah berusaha menjadi orang baik, maka peluang untuk mendapatkan khusnul khotimah lebih besar. Jika kita seringkali melanggar aturanNya, maka peluang khusnul khotimah menjadi lebih sempit. Itu yang perlu kita yakini. Sehingga dengan demikian kita akan selalu berusaha untuk menjadi baik, meskipun tak dipungkiri kita banyak tersandung dengan kesalahan-kesalahan. Bagaimanapun, kita manusia, tempatnya salah dan lupa. Kata Gus Baha, berpikir bahwa dosa kita terlalu banyak juga bentuk sebuah kesombongan, karena itu artinya kita lebih mengagungkan dosa daripada sifat pemurah Allah.
Kenapa tidak selalu yang nampaknya baik wafat dengan husnul khotimah, Ba?
Kau pasti pernah mendengar sebuah cerita, bukan? tentang Kiai Barseso. Yang seumur hidupnya diisi dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, tetapi di akhir hayat, naudzubillah, Beliau tidak khusnul khotimah.
Mungkin kau juga pernah membaca salah satu cerpennya Gus Mus? tentang seorang tokoh bernama Gus Ja'far yang diberi keistimewaan oleh Allah berupa kemampuan membaca masa depan. Dalam cerpen itu, Gus Ja'far bertemu dengan seorang Kiai, pemilik pondok besar di daerah Abangan. Gus Ja'far dibuat bingung karena di dahi Kiai tersebut ada tulisan Ahlun Nar (Penghuni Neraka). Mengikuti rasa penasaran, Gus Ja'far akhirnya membuntuti Kiai tersebut. Ternyata setiap malam Kiai tersebut datang ke warung remang-remang. Uniknya, perihal Gus Ja'far yang membuntuti itu, sudah diketahui oleh sang Kiai. Akhir cerita, terjadilah sebuah dialog antara Kiai dan Gus Ja'far, yang kemudian membuat Gus Ja'far gaji berani lagi membicarakan masa depan kepada khalayak umum, sebagaimana sering ia lakukan dulu. dan pondok milik Kiai tersebut, yang nyata-nyata gus Ja'far tinggali selama beberapa hari, ternyata tidak ada.
Gus Mus dari cerpen itu mengirimi kita banyak sekali pesan. Begitu juga orang yang menggubah Cerita Yai Barseso. Pesannya sama, tentang sirrullah (rahasia Allah), yang kita banyak tidak tahu. Kadang, kita sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa memang terlalu banyak menilai dan menghakimi. Seakan kitalah pemilik kebenaran yang haqiqi, seakan setiap yang berseberangan dengan kita sudah pasti salah.
Ba, ada banyak sekali rahasia Allah.
Barangkali beberapa diantaranya terasa tidak menyenangkan. But Allah always has greater things than we think.
Kita sebagai makhluk sebenarnya hanya perlu pasrah, tapi kita tahu, terkadang itu susah. Susah sekali.
Dulu, waktu ngaji kitab 'adabul alim wal muta'allim di Ponpes Sunan Drajat, Pak Miftah pernah berkata kepada kami,
Saya jadi penghuni nerakapun tidak apa-apa. Saya rela, asal rahmat dan ridho Allah tetap menyertai saya.
Dulu, aku tidak begitu menggubris maqolah itu. Kusimak dengan baik lantas kulewatkan. Tetapi setelah direnungkan lagi, itu kalimat yang sangat dalam.
Apakah bisa seseorang mengatakan kalimat semacam itu jika di hatinya tidak ada kepasrahan yang mendalam kepada Allah?
Apakah bisa seseorang sepasrah itu jika ia tidak mencintai Allah?
Ba, aku tidak tahu. Tetapi aku yakin Pak Mif bukan orang biasa. Dari luar, Pak Miftah mungkin hanya seorang guru ngaji dan penjaga air minum genuk di komplek makam sunan Drajat. Dari yang kami lihat, Pak Miftah adalah seseorang yang senang sekali bercanda dan terlihat kurang serius. Tetapi di luar yang terlihat oleh mata kita - siapa yang tahu. Jangan-jangan ada rahasia Allah di sana. Wallahu a'lam.
Apapun itu, semoga kita bisa menikmati khusnul khotimah di akhir hayat kita ya, Ba. dan semoga, Allah memberi kita kemampuan untuk mencintaiNya dan berpasrah kepadaNya. Aamiin.
Baik buruknya.
Kelahiran dan kematian.
Rezeki dan Jodoh.
Dan katanya, tidak ada yang dapat mengubah takdir, kecuali doa.
Kita tidak tahu, bagaimana takdir kita kelak. Yang seolah seumur hidupnya baik, belum tentu mendapat khusnul khotimah. Yang kelihatannya bukan orang baik-baik, bisa jadi di akhir hayatnya Allah berkenan memberi hidayah, lalu jadilah orang itu mendapatkan anugerah khusnul khotimah.
Kita sungguh tidak tahu bagaimana takdir kita. Tetapi Allah begitu baik memberi kita wilayah doa dan usaha. Dari kejadian alamNya, Ia juga memberi kita isyarat - paling tidak, jika kita sudah berusaha menjadi orang baik, maka peluang untuk mendapatkan khusnul khotimah lebih besar. Jika kita seringkali melanggar aturanNya, maka peluang khusnul khotimah menjadi lebih sempit. Itu yang perlu kita yakini. Sehingga dengan demikian kita akan selalu berusaha untuk menjadi baik, meskipun tak dipungkiri kita banyak tersandung dengan kesalahan-kesalahan. Bagaimanapun, kita manusia, tempatnya salah dan lupa. Kata Gus Baha, berpikir bahwa dosa kita terlalu banyak juga bentuk sebuah kesombongan, karena itu artinya kita lebih mengagungkan dosa daripada sifat pemurah Allah.
Kenapa tidak selalu yang nampaknya baik wafat dengan husnul khotimah, Ba?
Kau pasti pernah mendengar sebuah cerita, bukan? tentang Kiai Barseso. Yang seumur hidupnya diisi dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, tetapi di akhir hayat, naudzubillah, Beliau tidak khusnul khotimah.
Mungkin kau juga pernah membaca salah satu cerpennya Gus Mus? tentang seorang tokoh bernama Gus Ja'far yang diberi keistimewaan oleh Allah berupa kemampuan membaca masa depan. Dalam cerpen itu, Gus Ja'far bertemu dengan seorang Kiai, pemilik pondok besar di daerah Abangan. Gus Ja'far dibuat bingung karena di dahi Kiai tersebut ada tulisan Ahlun Nar (Penghuni Neraka). Mengikuti rasa penasaran, Gus Ja'far akhirnya membuntuti Kiai tersebut. Ternyata setiap malam Kiai tersebut datang ke warung remang-remang. Uniknya, perihal Gus Ja'far yang membuntuti itu, sudah diketahui oleh sang Kiai. Akhir cerita, terjadilah sebuah dialog antara Kiai dan Gus Ja'far, yang kemudian membuat Gus Ja'far gaji berani lagi membicarakan masa depan kepada khalayak umum, sebagaimana sering ia lakukan dulu. dan pondok milik Kiai tersebut, yang nyata-nyata gus Ja'far tinggali selama beberapa hari, ternyata tidak ada.
Gus Mus dari cerpen itu mengirimi kita banyak sekali pesan. Begitu juga orang yang menggubah Cerita Yai Barseso. Pesannya sama, tentang sirrullah (rahasia Allah), yang kita banyak tidak tahu. Kadang, kita sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa memang terlalu banyak menilai dan menghakimi. Seakan kitalah pemilik kebenaran yang haqiqi, seakan setiap yang berseberangan dengan kita sudah pasti salah.
Ba, ada banyak sekali rahasia Allah.
Barangkali beberapa diantaranya terasa tidak menyenangkan. But Allah always has greater things than we think.
Kita sebagai makhluk sebenarnya hanya perlu pasrah, tapi kita tahu, terkadang itu susah. Susah sekali.
Dulu, waktu ngaji kitab 'adabul alim wal muta'allim di Ponpes Sunan Drajat, Pak Miftah pernah berkata kepada kami,
Saya jadi penghuni nerakapun tidak apa-apa. Saya rela, asal rahmat dan ridho Allah tetap menyertai saya.
Dulu, aku tidak begitu menggubris maqolah itu. Kusimak dengan baik lantas kulewatkan. Tetapi setelah direnungkan lagi, itu kalimat yang sangat dalam.
Apakah bisa seseorang mengatakan kalimat semacam itu jika di hatinya tidak ada kepasrahan yang mendalam kepada Allah?
Apakah bisa seseorang sepasrah itu jika ia tidak mencintai Allah?
Ba, aku tidak tahu. Tetapi aku yakin Pak Mif bukan orang biasa. Dari luar, Pak Miftah mungkin hanya seorang guru ngaji dan penjaga air minum genuk di komplek makam sunan Drajat. Dari yang kami lihat, Pak Miftah adalah seseorang yang senang sekali bercanda dan terlihat kurang serius. Tetapi di luar yang terlihat oleh mata kita - siapa yang tahu. Jangan-jangan ada rahasia Allah di sana. Wallahu a'lam.
Apapun itu, semoga kita bisa menikmati khusnul khotimah di akhir hayat kita ya, Ba. dan semoga, Allah memberi kita kemampuan untuk mencintaiNya dan berpasrah kepadaNya. Aamiin.
0 comments:
Post a Comment