Februari

Tidak tahu kenapa, bulan ini rasanya istimewa.
Selain gambaran pekerjaan beberapa waktu ke depan, yang tentunya tidak jauh berbeda dengan pekerjaan kemarin, aku tidak memiliki gambaran lain.

Melakukan rutinitas yang sama - bisa saja menimbulkan kesan yang berbeda. Berada di situasi yang sama - bisa saja menciptakan kenangan dan rasa yang berbeda.

Kita tinggal di suatu tempat. Kita hidup dalam sebuah masyarakat yang majemuk. Apapun yang ingin kita lihat, itu terserah diri kita. Apapun yang   kita asumsikan, sepenuhnya itu bukan pilihan orang lain, tetapi pilihan kita.

Beberapa waktu lalu, di sini ada seorang CS (Office Boy) baru. Waktu itu, Mas CS baru masih magang. Aku ingat sekali, setiap pagi hari, sebelum semua orang datang, dia telah siap membawa peralatan untuk menyapu dan mengepel. Aku tidak bisa membaca mimik dengan baik, tetapi aku bisa melihat dan merasakan bahwa dia begitu tulus dan bersemangat.

Wajahnya selalu tersenyum, dan aku merasakan ketulusan yang terpancar. Entah karena dia masih baru, atau memang karena pribadinya yang baik, aku tidak tahu. Mas CS itu juga melakukan setiap pekerjaannya dengan penuh semangat dan cekatan.

Suatu ketika, ketika tanpa sengaja aku masuk ruangan di mana ia sedang bersih-bersih, aku menyempatkan bertanya-tanya sebentar. Ternyata dia baru lulus SMA. Itu berarti usianya sekitar 17 sampai 18. Masih muda. dan aku menyukai semangatnya.

Kukira, Jika semangat seperti Mas itu yang aku miliki, maka aku tidak akan direpotkan dengan rasa iri atau sibuk memandang ke sana ke mari. Entah yang di sana mau rebahan, mau menggunjing, atau mau menjatuhkan sekalipun, asal semangat itu masih ada dan tujuannya masih lurus, maka urusan hati tidak akan terlalu menjadi beban.

Sudah seharusnya kita tidak sibuk mengurusi pandangan sendiri. Dan kita tidak perlu mencari alasan untuk mencari kambing hitam atas segala permasalahan yang terjadi. Daripada kambing hitam, akan lebih baik jika kita mencari solusi. Kita tidak butuh menyalah-nyalahkan, kita cuma butuh pemecahan pada setiap apa yang kita lewati. Bukankah begitu?

Meskipun sulit membiasakan diri sepenuhnya menjadi positif, tetapi kita bisa mencoba memaksa diri kita dulu. Ketika kita dihadapkan dengan suatu kondisi sulit, tentu saja kita ingin marah, kalau perlu kita harus melakukan pembelaan dan menghujat sana sini. Tentu saja kita ingin melampiaskan amarah dan meminta keadilan, karena yang salah sebenarnya bukan hanya kita. Tetapi kalau mau berpikir lebih panjang, rasanya hal itu tidak diperlukan. Berbicara mudah sih, memang. Tetapi praktiknya perlu perjuangan :D

Tetapi paling tidak, kita sudah berkenan mencoba untuk sabar dan melawan hawa nafsu kita sendiri. karena kata Rasulullah saw, perang terbesar adalah perang melawan diri sendiri. Dan manusia adalah tempat salah dan lupa, jadi tidak mengapa kalau beberapa waktu kita lupa, kita hanya perlu ingat dan mencoba lagi setelahnya. sepakat kan?

Hammasah ya. Kita di dunia cuma sementara. Ibaratnya mampir minum saja, Mari mengusahakan yang terbaik. Mari mempersiapkan yang terbaik. Agar kelak, ketika kembali, kita bisa kembali dan bertemu dengan yang menciptakan kita.

0 comments:

Post a Comment