Meramu

MERDABA ~ Meramu Damai Bersama

SASTRA

Goresan Tinta Cerpen dan Puisi

BOOK CORNER

Temukan Rekomendasi dan Review Buku dari Meramu.com

SEPUTAR ISLAM

Artikel Seputar Islam.

Biology Corner

Belajar Biologi Bersama

Sajak Patah Hati (1): Mengapa Kutulis Ini



Gambar terkaitYa, aku menulis ini untuk mengenangmu.
Manusia memang tidak boleh mendahului kehendak Tuhan.
Tetapi entah kenapa aku ragu bisa membersamaimu, 
seperti Memo yang membersamai Pepo,
Seperti Ibu Hasri Ainun yang mendampingi Bapak Habibie.

Sajak Patah Hati (4): Biarkan Takdir yang Berkata



(1)
Aku mulai menyukai nasihat Pak Quroish Syihab
"Barangkali pernikahanmu yang tertunda adalah berkah".
Iya, barangkali memang demikian.

(2)
Aku tidak tahu bagaimana perasaan ini akan berakhir.
Aku tidak melihat ada kemungkinan-kemungkinan.
Dan aku khawatir,

(3) 
Aku tahu harus ku akhiri kegilaan ini.
Dan di malam lebaran, aku berdoa yang terbaik.
Untuk aku dan dia.
Jika memang dia, Wahai Allah - maka dekatkan.
 Karena sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha menyatukan dua hati.
Jika bukan dia, Wahai Rabb - Ikhlaskan.

Sajak Patah Hati (3): Candu


Hasil gambar untuk looking from the distance

Ya, Ketidaksempurnaan milik kita semata
Allah maha Sempurna

Sajak Patah Hati (2): Seperti Rindu

Gambar terkait
Merindu selalu saja menyenangkan.
Tetapi merindu orang yang salah, agaknya mengkhawatirkan.
Aku tidak tahu bagaimana harus kuselesaikan ini.

MENGINTISARI FATWA JIHAD KH. HASYIM ASYARI


Hasil gambar untuk kh hasyim asyari

Indonesia adalah suatu negara bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan budaya, agama, ras, dan suku merupakan kekayaan yang telah lama dimiliki Bangsa ini. Kemajemukan itulah yang menjadi ciri khas Indonesia, yang sejak dari dulu masyarakatnya dapat hidup rukun dan damai meski memiliki banyak perbedaan. Namun sayangnya, kemajemukan itu akhir-akhir ini tengah berusaha dikikis oleh kaum puritan yang mengatasnamakan Islam.

Kemajemukan yang dimiliki bangsa ini sedang dalam masa kritis. Gerakan untuk menyeragamkan pandangan menjadi Islam kaffah telah begitu merebak. Gerakan baru yang terkesan bermuatan politis itu begitu digandrungi oleh sebagian masyarakat Indonesia dengan iming-iming jihad fi sabililillah. Gerakan Islam kaffah itulah yang perlahan berusaha menggeser Indonesia dari suatu Negara Kesatuan menjadi Indonesia dengan sistem khilafah islamiyah.

Kaum puritan dengan dalih kembali pada Islam yang haq sebisa mungkin menggeser budaya Bangsa Indonesia yang kaya menjadi budaya Arab tanpa memperdalam bagaimana Islam yang sesungguhnya. Gerakan Khilafah Islamiyah juga telah banyak mengikis semangat nasionalisme masyarakat Indonesia pada jaman ini. Semangat arabisasi telah membuat sebagian besar orang begitu mencita-citakan negara Islam  ala arab dan pesimis terhadap NKRI yang jelas-jelas telah memberikan mereka kelonggaran dalam menjalankan syariat Islam tanpa ada kekhawatiran apapun.

Hal ini tentunya berlawanan dengan semangat perjuangan para pahlawan pada masa kemerdekaan. Termasuk di dalamnya barisan para kiai dan santri. KH. Hasyim Asy’ari salah satunya. Maka dari itu hingga sekarang kalimat Hubbu al wathon min al iman viral di kalangan nahdliyyin untuk tetap meneguhkn sikap cinta tanah air.

Sikap cinta tanah air begitu kentara dari sosok kharimastik KH. M. Hasyim Asy’ari. Beliau pernah memberikan fatwa bahwa perang melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah bagian dari jihad fi sabilillah.

Apa yang difatwakan oleh KH. Hasyim Asy’ari akan sangat berpengaruh pada moral perjuangan Ummat Islam kala itu. Beliau memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi psikis para pejuang. Jika Beliau memfatwakan perang, maka ummat Islam akan teguh pendirian untuk menjalankan apa yang telah beliau fatwakan. Jika Beliau memfatwakan ummat Islam untuk mendukung Belanda, maka moral dan semangat untuk berjuang itupun akan runtuh. Hal itu pula yang mendasari Bung Tomo dan Jenderal Sudirman untuk mengirim utusan kepada KH. M. Hasyim Asy’ari  pada 3 Ramadhan 1366 H sesaat setelah terjadinya Agresi Militer Belanda 1.

Dengan dampingan pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya, -Kyai Ghufron-, KH. Hasyim Asy’ari menemui utusan tersebut. Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal Sudirman yang intinya meminta Hadratusy Syekh KH. M. Hasyim Asy’ari untuk mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda dan dipaksa untuk membuat pernyataan mendukung tindakan Belanda; Sebab pada waktu itu Belanda tengah gencar melakukan serangan ke berbagai daerah di Jawa.

Setelah meminta waktu satu malam untuk berpikir, KH. M. Hasyim Asy’ari menyatakan ketidaksediaan memenuhi isi surat tersebut. Itu artinya komando bagi para laskar untuk berjuang sampai titik darah penghabisan. Empat hari berselang, yakni pada 7 Ramadhan 1366 H, datang lagi utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Utusan tersebut melalui surat yang dibawa, memohon komando jihad fi sabilillah dari KH. M. Hasyim Asy’ari bagi Ummat Islam Indonesia karena Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang. Banyak anggota Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang telah gugur menjadi korban.

KH. M. Hasyim Asy’ari kembali meminta waktu satu malam untuk dapat memberikan keputusan. Namun,  tak lama berselang datang kabar bahwa kota Singosari, Malang sebagai basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh ke tangan Belanda. Mendengar kabar demikian KH. M. Hasyim Asy’ari berujar Masya Allah Masya Allah sambil memegang kepala lalu tak sadarkan diri.

Dokter Nitisastro yang memeriksa keadaan KH. M. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa sang Hadratusy Syekh mengalami pendarahan otak yang sangat hebat. Pada pukul 03.00 dini hari, tanggal 7 Ramadhan 1366 H, KH. M. Hasyim Asy’ari berpulang menemui kekasihnya yang haqiqi. Inna lillahi wa Inna Ilaihih Rajiun.

KH. M. Hasyim Asy’ari begitu teguh membela kedaulatan NKRI. Semangat dan jiwa nasionalisme yang kuat juga tercermin dari setiap dhawuh-dhawuh yang Beliau sampaikan kepada santri-santri Beliau. Karena keteguhan memperjuangkan NKRI itulah KH. M. Hasyim Asy’ari mendapat gelar sebagai pahlawan nasional dari Presiden Soekarno melalui Kepres. No. 249/1964.

Melihat betapa KH. Hasyim Asy’ari mencintai tanah air Indonesia dan keteguhan Beliau dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang waktu itu masih sangat rentan; lantas apa yang membuat kita harus memuja-muja segala tentang budaya Bangsa Arab dan menanggalkan nasionalisme serta rasa cinta tanah air?

Padahal faktanya, selama ini kita sholat, beribadah, dan hidup dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama ini kita bebas dan aman menjalankan syari’at Islam tanpa takut akan adanya ancaman karena NKRI yang berdaulat.  Dalam kitab Muqtahofat li ahli al bukayat karangan KH. Marzuki Mustamar dituliskan bahwa, tidak diperbolehkan meninggalkan sesuatu yang telah nyata adanya untuk sesuatu yang masih diangan-angankan. NKRI Harga Mati.


BERBEDA TAPI SATU RASA


Hasil gambar untuk DIVERSITY
Suara adzan sudah beberapa saat lalu dikumandangkan. Jamaah sholat isya` di masjid dekat salah satu Balai Desa Kecamatan Jabung, Malang, sudah bubaran. Di Balai Desa sendiri, ada banyak orang berkumpul, mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.

Mereka tengah asyik menikmati tarian yang diiringi kolaborasi musik modern dan tradisional. Berbekal egrang, 8 anak berusia 10 tahunan tampak riang menari di atas sebuah panggung ala kadarnya. Para penari cilik itu bergerak lincah dengan berbagai ritme gerakan.

Tarian egrang mereka kompak dan teratur, mengundang banyak tepuk tangan dari penonton acara budaya pada Minggu (6/8), terlebih para penari cilik itu begitu lihai dan tidak jatuh kendati berlama-lama berdiri di atas egrang.

Ketika alunan musik menegang dan gerakan tarian sampai pada bagian yang rumit, tepuk tangan penonton semakin ramai terdengar. Beberapa berbisik mengungkapkan kekaguman mereka pada keahlian bocah-bocah itu.

Tarian egrang tersebut merupakan salah satu rangkaian acara kebudayaan bertajuk Merajut Persatuan dan Perdamaian dari Desa, yang digawangi oleh para penggerak Gerakan Gusdurian Muda (GARUDA) Kota Malang. Komunitas yang bergerak berasaskan nilai perdamaian dan kemanusiaan itu sengaja menggelar acara di daerah pedesaan.

 "Menyuarakan perdamaian tidak melulu harus dilakukan melalui diskusi. Bentuk nyata kampanye perdamaian dapat dilakukan dengan berbaur bersama masyarakat, mengapresiasi kelebihan dan budaya yang dimiliki oleh warga desa" tutur Ilmi Najib, koordinator Garuda Malang.

Selain warga Jabung, acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh agama dan budayawan. Diantaranya, Pendeta Kristanto Budi beserta istri, Gus Azam dari NU Jabung, Mas Bondhan Rio, Mas Eko, dan Bunsu Anton.

Sebagai pembuka acara, seluruh warga yang hadir di Balai Desa diajak untuk berdiri sejenak dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal tersebut bertujuan untuk menghidupkan kembali rasa cinta tanah air, terutama sekali bagi anak-anak.

Acara berikutnya diisi oleh kesenian-kesenian warga Jabung sendiri, seperti tari egrang dan juga salah satu tari tradisional Jawa. Menurut Ilmi, dengan menggandeng masyarakat sekitar untuk turut serta mengisi acara, akan membuat warga lokal merasa dihargai.

Selain itu, mereka juga akan merasa bangga dapat menampilkan kesenian daerah yang mereka miliki di depan publik. Nilai positif lainnya, rasa diterima dan dihargai dari masyarakat, lebih lanjut akan meningkatkan semangat perdamaian dan persatuan.

"Terkadang tugas kita adalah memberi panggung bagi kesenian-kesenian daerah yang dewasa ini sudah mulai terpinggirkan" imbuh Ilmi.

Semarak kegiatan budaya malam itu, selain menampilkan kesenian lokal, juga menyuguhkan tarian sufi. Berkebalikan dari tari egrang yang semua punggawanya anak laki-laki, tari sufi ini dibawakan oleh anak-anak perempuan.

Dengan iringan syiir Tanpo Wathon gubahan Gus Dur, para penari sufi itu menari dengan anggun dan penuh kekhusukan. Berputar-putar tanpa merasa pusing ataupuan mual.
Sembari acara berlangsung, penonton disuguhi jajanan tradisional seperti cenil, kacang tanah rebus, dan gorengan. Setelah tampilan kesenian usai, tokoh lintas agama dari Islam, Kristen Protestan, dan juga aliran kepercayaan kemudian memberikan beberapa wejangan.

Gus Azam, dalam kesempatannya menyebutkan bahwa, kegiatan lintas iman seperti ini sangat diperlukan untuk melatih masyarakat agar tidak nggumunan dan memiliki antipati dengan agama ataupun kepercayaan lain.

Kita sudah seharusya melewati batas-batas perbedaan itu dan hidup berdampingan dengan damai bersama seluruh komponen masyarakat Indonesia. Setelah tampilan kesenian dan pemberian wejangan, acara diutup dengan doa lintas iman yang diwakili oleh masing-masing tokoh agama dan kepercayaan.

Dan sebagai penutup, seluruh peserta, baik penonton maupun pengisi acara makan bersama dengan wadah talam yang telah disediakan oleh panitia. Garuda Malang memang sudah sering menyelenggarakan acara bernuansa lintas budaya maupun iman.

Semangat menyuarakan perdamaian dan melestarikan nilai-nilai Gus Dur menjadi dasar bagi para penggerak untuk turut melebur dengan masyarakat, untuk senantiasa hidup sederhana dan memupuk rasa toleransi. Lebih jauh, acara bernada sama semoga dapat diselenggarakan di tempat yang berbeda dengan kreasi acara yang lebih bervariasi.

Karena bagaimanapun, perdamaian adalah mimpi semua orang yang harus diwujudkan, dan perdamaian tidak akan terwujud jika kita tidak duduk bersama untuk saling menerima.

Perdamaian akan terasingkan jika kita masih kuat dengan etnosentrisme yang ada. Perdamaian akan sangat tabu jika kita masih menutup mata dan menolak perbedaan sesama. Salam damai.

sumber gambar: viglobal

JANGAN SEMBARANG BERGURU, APALAGI SOAL AGAMA


Hasil gambar untuk darwis sufi

Dewasa ini, semangat memperdalam agama sangat gencar melanda penduduk Indonesia, utamanya para generasi muda. Hal demikian tentunya bernada positif, mengingat ajaran agama adalah ajaran kebaikan dan perdamaian. Mendalami agama sama artinya dengan usaha memperbaiki akhlak dan moral.

AGOMO IKU NOTO APIKE KOYO OPO


Hasil gambar untuk mosque
Berbicara mengenai Islam akan selalu melahirkan berbagai perspektif tentang Islam itu sendiri. Pemahaman seseorang tentang agama Islam dan praktik beragama Islam akan berbeda dari satu individu dengan individu lainnya. Bergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Bergantung pada lingkungan dimana ia berada dan siapa panutannya.

Ada yang begitu mendambakan Islam, katanya sih Islam kaffah, sampai-sampai negara yang sudah ada harus dibubarkan dan diganti dengan sistem khilafah. Mereka gigih sekali dalam memperjuangkan khilafah yang diagung-agungkan. Mereka juga gencar sekali menjalankan proses arabisasi di nusantara. Mengganti saya dengan Ana, kamu dengan antum, membid`ah-bid`ahkan, dan mengkafir-kafirkan. Perjuangan mereka adalah tentang bagaimana menjadikan Indonesia menjadi negara neo-Arab, dengan cara apapun. Mereka keras sekali dalam menyikapi perbedaan dan terkesan menangan. Sak karepe dewe.

Ada yang saking cintanya dengan Islam, tetapi kurang mendalami hakikat Islam itu sendiri. Rata-rata mereka adalah orang-orang yang baru mengenal Islam, sehingga dengan sekuat tenaga mereka mencoba menegakkan Islam di nusantara, bahkan jika harus melalui jalan kekerasan tetap akan mereka lakukan. Mohon maaf, mereka sebenarnya hanya ikut-ikutan.

Sebaliknya, ada juga orang yang ingin sekali mengabdi pada Islam, dengan dalih jihad fi sabilillah kemudian melakukan aksi bom bunuh diri, dengan ganjaran surga katanya. Padahal yang demikian, adalah bentuk pendangkalan Islam, akibat pemahaman akan Islam yang kurang mendalam. Mereka tidak tahu, mungkin saja yang menjadi korban bom itu bisa jadi adalah saudara sendiri. Mereka tidak tahu bahwa orang kafir itu tidak semena-mena dapat diperangi. Mereka tidak tahu mana kafir harbi dan mana kafir dzimmi.

Di sisi lain, ada juga sekelompok orang yang berusaha tawassuth tetapi kemudian dituding tidak konsisten. Bahkan dituding kafir. Kelompok tawassuth ini menjadi sasaran empuk bagi mereka yang menganut madzhab takfiri, yang mengafirkan siapa saja yang tidak sehaluan. Namun pada kesempatan tertentu, jika minhum merasa diuntungkan dan perlu memihak, maka mereka akan berpura-pura mengikuti golongan ini.

Lalu, bagaimana seharusnya menyikapi perbedaan yang begitu beragam itu? Ketika setiap kelompok mengaku paling benar, subjektivitas begitu diunggulkan, dan demam virus tarbiyah gencar menyebar, kepada siapa muslim awam seperti saya harus meletakkan kepercayaan?

Dilematis dan tidak mudah untuk menentukan. Pada saat seperti ini, kembali lagi, kita harus berkiblat kepada para ulama`. Bukankah ulama` adalah pewaris para nabi? Maka jika tidak pada mereka, kepada siapa lagi kita harus menyandarkan agama kita. Sebab kita juga tidak bisa memutusi sendiri dan menafsiri sendiri.

Pada masa tabi`ut tabi`in kita mengenal ada 4 Imam Madzhab, diantaranya: Imam Maliki, Imam Syafi`I, Imam Hanbali, dan Imam Hanafi. Lalu pada masa ini kita mengenal para kiai. Kiai yang belajar dari kiai-kiai sebelumnya, yang `alim dan memahami Islam secara menyeluruh, bukan hanya kulit luar Islam saja. Kiai-kiai itu seperti tonggak untuk kita pegang dengan teguh. Kiai, yang dari mereka kita bisa mengerti ilmu agama dengan baik dan benar serta bisa meluruskan jika kita keliru. Kiai yang memberi petuah menyejukkan, yang membuat kita mengerti bagaimana seharusnya menjadi seorang muslim toleran dan tidak kaku.

KH. Abdul Ghofur, pengasuh Ponpes. Sunan Drajat seringkali dhawuh, “Agomo iku noto apike koyok opo“. Yang itu berarti fleksibilitas dalam Islam sangatlah diperlukan. Istilah lainnya bijak dalam bertindak, memilih mana yang memiliki maslahat paling banyak dan mudhorot paling sedikit.

Islam sebagai agama Rahmatan lil-alamiin sudah sepatutnya tidak dihiasi dengan wajah garang, dengan wajah kaku yang menyebalkan, yang dengan dalih amar ma`ruf nahi munkar berbuat kekerasan semau-maunya. Mengafirkan sesuka hatinya. Melaknat sekehendaknya, seakan ia adalah makhluk paling suci di dunia. Lupa bahwa kepada Fir`aunpun, seburuk-buruk manusia, Allah masih memerintahkan nabi Musa untuk berdakwah kepadanya dengan cara yang lemah lembut. Lalu kepada saudara sendiri, sesama muslim, kenapa harus menghardik dan mencaci maki hanya karena sedikit perbedaan?

Apabila dalih berbuat kekerasan atas nama Islam adalah untuk melawan kaum kafir, maka tidak ingatkah bahwa Rasulullah saw. tidak pernah mengusik ketenangan kafir dzimmi. Apalagi di negara dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini, kita tidak perlu mempermasalahkan soal agama untuk diperdebatkan. Karena Indonesia, adalah negara majemuk yang terlahir dengan keberagaman agama, suku, dan budaya. Maka biarkan kemajemukan itu tetap ada. Biarkan Indonesia tetap kaya dengan hasanahnya. Mencoba menjadikan Indonesia satu warna adalah sama saja dengan mematikan karakter Indonesia dan melenyapkan keberagaman yang kaya itu.

Toleransi antar umat beragama maupun antar golongan dalam satu agama harus tetap dijaga dengan baik. Sebagaimana Guru Bangsa -Gus Dur-, pernah berkata, “Indonesia bukan negara agama, melainkan negara yang beragama. Ada enam agama yang diakui di Indonesia, jadi akui agama yang lain. Dan ingatlah, semakin tinggi ilmu seseorang maka akan semakin besar rasa toleransinya.




BEGITU KAN, BA?

Gambar terkait
Ba,
Ketika aku seusiamu, aku masih seorang bocah, yang mencari jati dirinya. Waktu itu semester 3, ketika aku mulai menemukan nafas dalam kehidupanku.

JANGAN MENUNDA YAA

Hasil gambar untuk JALANSegala sesuatu memang punya masanya. Ada masa dimana kita menjadi nakal dan liar. Ada juga masa dimana kita menjadi labil dan tak terarah. Ada masa kita harus belajar dari rasa sakit dan jatuh. Dan ada masanya juga kita akan bangkit dan kembali berdiri tegak. Jadi tak perlu khawatir dan menyesali proses yang barangkali –terkesan negatif- yang pernah kau lalui.
Nikmati saja. Syukuri saja. Kita tidak melulu harus menjadi orang baik jika memang sudah terlanjur tidak baik. Tetapi kita harus selalu berusaha untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Kenapa? Karena hari ini adalah besoknya kemarin.
Jangan menunda, sekali sadar, langsung saja move. Karena penundaan adalah faktor terbesar penyebab kegagalan. Jangan berhenti berinovasi, atau kau akan mati. Disaat orang lain berlari, kau harusnya berlari juga. Jika hanya berjalan maka kau akan tertinggal. Jauh lalu jatuh karena lelah dan putus asa.
Tapi kalau sudah terlanjur jatuh, bangkit lagi saja. Mumpung masih ada waktu.
intinya ga ada bim salabim dalam hidup. kalau mau diatas ya manjat. kalau mau makan ya usaha. kalau mau berenang ya kudu rela basah-basahan.

semua butuh proses!

RODA

Hasil gambar untuk RODA BACKGROUNDini adalah roda yang harus kau putar. dan ini juga roda yang meskipun kau hentikan ia akan tetap berputa

MY LOVELY SISTER

Siti Alimatu Rohmah (the girl in the violet veil).
it was a pleasure that i have a chance to be her friend. she is a sincere lovable friend. was born in Malang but grew up in Bontang, Borneo. she is a bit taciturn, but you always know where to go...
Siti Alimatu Rohmah (the girl in the violet veil).
it was a pleasure that i have a chance to be her friend. she is a sincere lovable friend. was born in Malang but grew up in Bontang, Borneo. she is a bit taciturn, but you always know where to go when you need a place to share your story. yet now, Borneo-east Java is not pretty a close place. i miss her a lot. even though i never have such an intense communication with her since she went back to Borneo last year, i am just not used to do so.
diamku insyaallah selalu mendoakanmu Mbak. baik-baik disana nggih &&

AYO BERLARI BERSAMA

kaki-kaki yang tidak pernah lelah berlari, yang tidak akan pernah berhenti hingga pada waktu yang telah dibatasi.
Mimpi selalu berbanding lurus dengan seberapa kuat kita berlari mengejar apa yang telah dicitakan dan diangankan. ibarat orang yang...kaki-kaki yang tidak pernah lelah berlari, yang tidak akan pernah berhenti hingga pada waktu yang telah dibatasi.
Mimpi selalu berbanding lurus dengan seberapa kuat kita berlari mengejar apa yang telah dicitakan dan diangankan. ibarat orang yang tengah mengendarai motor, siapa yang lebih cepat memacu gas, maka dia yang akan lebih dulu sampai pada tujuan.
bayangkan jika kecepatanmu 40 km/jam dan temanmu memacu sepedanya dengan kecepatan 100 km/jam, maka dalam hitungan menit saja kau sudah akan tertinggal jauh. Lalu setiap menit berikutnya, kau akan tertinggal lebih jauh lagi.
begitu pula dengan ihwal kita mengejar mimpi, semakin kita memberi keluwesan dan kemudahan pada diri sendiri, dapat dipastikan semakin lama kita akan sampai pada apa yang kita tuju. Cak Nun pernah memberikan wejangan, bahwa kepada orang lain kita boleh luwes dan mempermudah, tetapi kepada diri sendiri itu harus militan. tidak ada kompromi jika kita memang benar-benar ingin berkembang.
urip ing dunyo namung sepisan. akan terlalu percuma jika kita hanya memanjakan diri dengan kehidupan dunia yang fana. sebisa mungkin, sebagai manusia, sebagai kholifatullah fil arld, kita harus berusaha menebar kebaikan di bumiNya, menjadi bermanfaat bagi manusia lainnya.

SURABAYA UNDERCOVER

SURABAYA UNDERCOVER
(Pantai Kenjeran 1 Jumadil Awal)
Sebuah kisah nyata tentang perjalanan singkat di Kota Pahlawan, Surabaya. Tentang betapa rencana Allah selalu lebih baik daripada rencana seorang hamba. Tentang ikhlas dan menerima. Serta tentang...(Pantai Kenjeran 1 Jumadil Awal)
Sebuah kisah nyata tentang perjalanan singkat di Kota Pahlawan, Surabaya. Tentang betapa rencana Allah selalu lebih baik daripada rencana seorang hamba. Tentang ikhlas dan menerima. Serta tentang keluarga jurnalis kecil yang tengah mengepakkan sayapnya.
31 Januari 2017
Memenuhi Resolusi 2017 (Relasi dan Prestasi), aku menyibukkan diri dengan beragam aktivitas sebagai wujud aktualisasi diri. Ke-enolanku menjadi mahasiwa harus dibayar dengan mekso awak pada semester tua ini. Nyambi skripsi nyambi nyari event yang kiranya dapat memperbanyak jaringan sekaligus menambah daftar prestasi.
Karena bagaimanapun juga, kualitas diri yang baik akan mempertemukan kita dengan jodoh yang memiliki kualitas kurang lebih sama (ngapain bahasnya jodoh coba =D).
Ya, setidaknya demikian.
Dan aku bersyukur sekali, dipertemukan dengan orang-orang hebat yang memiliki pemikiran-pemikiran luar biasa untuk pembangunan negeri ini. Dari orang-orang seperti mereka aku belajar banyak hal, dan menyadari satu hal, bahwa aku masih sangat jauh tertinggal. Tetapi bukan manusia pembelajar namanya kalau tertinggal dan tidak mau belajar. Maka dari itu, mulai dari sekarang aku mencoba untuk aktif dan melepas rasa malas, yang jujur saja itu menjadi kendala terbesar bagiku.
28 Januari 2017 lalu beberapa kru Media Santri NU (MSN) mengikuti kegiatan Kopdar yang diselenggarakan PWNU Jawa Timur di Aula PWNU Surabaya. Pemberangkatan sudah direncanakan H-2, dengan mobil sebagai kendaraan transport. Kita sepakat. Karena kalau motoran, selain tidak tahu jalan, juga lebih rawan kecelakaan.
Pada hari yang telah direncanakan, jam 11.00 WIB kita seharusnya sudah berangkat ke Surabaya. Mengingat acara akan dimulai jam 13.00 waktu setempat. Tapi karena kurangnya koordinasi, pemberangkatan menjadi molor dan amburadul. Jam 12 Mas Faishol, (Pimred MSN) bilang kalau travelyang disewa mendadak ngancel. Sontak, grup menjadi geger. Gimana? Apa naik motor saja? Kalau ga berangkat sekarang, kita bakalan telat banget. Jadi gimana? Sebentar tak carikan travel. Bla bla and bla
Diskusi mandek di tengah jalan. Akhirnya kita pasrah, berangkat terserah, ga berangkat terserah. Manut sama Pimred yang waktu itu lagi di Sawojajar. Jam 12 lebih 15an Mas Faishol bilang kalau dapat sewaan mobil, tapi Avanza. Jadi kemungkinan ga muat kalau buat 11 orang. Kebetulan, di tengah kebuntuan tadi 3 orang sudah mengundurkan diri. Tinggal kita berdelapan.
Setelah mobil disewa, Kita masih sempat udur-uduran, sido gak? Wes jam siji iki. Percuma rono, kita tok acarane wes mari. Mobile yo gak teko-teko sisan. Sido gak seh dan lain sebagainya. Lelah di PHP, akhirnya aku memilih untuk tidur sejenak di kamar. Lagipula aku sudah rapi, tinggal berkerudung. Hanya saja usaha tidurku itu gagal, bagaimanapun juga aku kepikiran.
Sekitar jam 1, mas Fai kowar-kowar lagi. Katanya mobil sudah datang. Kita disuruh stand by di Masjid. Akupun bergegas dan cuss ke masjid bareng dek Arina. Di Masjid, we see no one. Mbak Zainab dan Mbak Rifa juga katanya ga jadi ikut. Then waiting is our best effort. Sambil membujuk-bujuk kru yang lain.
Setelah mbulet-mbulet ria, akhirnya kita berangkat ke Surabaya. Jam 1 lebih dikit. Prediksinya jam 3 akan sampai di lokasi dan bisa mengikuti kopdar, minimal untuk sesi 2 lah. Paling tidak acara kan selesai jam 17.00.
Manusia merencanakan, Allah yang menentukan. Entah karena hujan, entah karena hari sebelumnya adalah Imlek, jalalnan Malang-Surabaya macet bukan main. Jam 3, yang seharusnya kita sudah duduk manis di aula PWNU, kita malah masih duduk anteng di mobil. Melihat hujan dan mobil-mobil berjejalan di jalan raya. Kita masih di Singosari. Dan Ponpes. Gasek-Singosari membutuhkan waktu 2 jam itu awesome banget. Melelahkan. Kan aslinya Cuma butuh 30 menit.
Meskipun tau bakalan telat, kita tetep lanjut perjalanan. Eman kan kalau balik? =D Di mobil, ada saja yang di obrolkan, gojlokan, kuliah, beasiswa dll. Sedang Mas Ofik tetap saja diam seribu bahasa. Kalau ga salah, sampai pulang Mas Ofic bicara ga lebih dari 10x. Sumpah, pendiam banget. Sampai-sampai temen* menyebut Mas Ofic Wali (guyonan sih).
Sambil jalan, Dek Arina kebagian tugas memantau kegiatan lewat Mas Ainur. Jadi, kita tau disana sedang apa dan sebagainya. Sampai pukul 17.00, kita masih di Pasuruan, di tol panjang tepatnya. Maka harapan untuk mengikuti kopdarpun sudah sepenuhnya pupus.
Di dalam hati aku merasa geli, kalau acara sudah selesai, kita ini mau ngapain ke Surabaya. Kan tujuan utamanya sudah jelas-jelas ga keturunan. Tapi yasudahlah, manut saja. lagipula aku juga sudah lama mengidam-ngidamkan jalan-jalan ke Surabaya, terutama juga pengen sowan ke rumah Allah di Masjid Agung Surabaya.
Sekitar jam 18.30, kita tiba di kantor PWNU Jatim. Kondisi disana sudah sepi, tinggal panittia acara yang gelentangan di sekitar gedung. Tiduran. Kotak bekas makanan juga berserakan dimana-mana. Membuat aku semakin lapar, mengingat sejak siang belum makan.
Kedatangan kami disambut dengan hangat oleh panitia. Kami segera membuat majlis kecil, melingkar di depan ruang panitia, di depan ruang konferensi sepertinya. Setelah berbasa-basi sejenak, kami diperkenankan untuk take shoot di ruang konferensi. Di ruang itu, ada banyak gambar-gambar yang berisi keterangan mengenai pelaksanaan Muktamar NU mulai dari yang pertama sampai dengan yang ke 33 di Jombang 2015 lalu. Foto-foto ulama` Nahdliyyin juga dipajang di setiap sudut ruangan. Membuatku merasa memasuki museum Nahdhatul Ulama. Serasa memasuki ruang dimensi.
Menurutku, gedung PWNU Jawa Timur designya awesome. Tempelan wallpaper dinding yang berbasis putih dengan motif bunga hijau sungguh meneduhkan. Simple dan enak dipandang. Tata letak ruangan, juga pemilihan warna coklat sebagai alas sungguh kombinasi yang luar biasa. Di seluruh bagian gedung, tidak luput dari foto-foto para ulama`. Great lah pokoknya.
Setelah merasa cukup dengan kamera, kami –hawaniyyun- segera kembali ke majlis semula. Sebelum lanjut berdiskusi, panitia memberikan waktu kami untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu. Sholat jamak ta`khir Maghrib Isya.
“Baiklah. Demi mengobati rasa kecewa kalian, yang sudah datang jauh-jauh dari Malang, dan ternyata ketinggalan acara“ Pak Abdullah Hamid tertawa kecil, “maka sekarang, kami membuat halaqoh kecil. Yah, untuk sharing2 hasil kopdar tadi. Ngoten nggih Pak? “ Pak Hamid mengedarkan pandang ke Gus Nadjib, Ketua LTNNU.
Si Gus mantuk-mantuk saja, senyum kedamaian mager disana.
“dan juga untuk melegakan rasa haus kalian. Rasa haus akan ilmu tentunya. Segala sesuatu pasti berhikmah. Begitupun dengan kedatangan kalian yang super telat ini“ Pak Hamid menjeda
Peserta kopdar spesial malam itu tertawa semua, termasuk aku. Menyadari betapa telatnya kami datang, bahkan sampai acara buyar.
“kalau kalian datang lebih awal, mungkin kalian tidak bisa ngobrol se intens ini. Bisa jadi kalian malah hanya mengagumi sosok sekjen NU dan Pak Karwo. Materinya lewat“
Kami tertawa serentak, suasana malam itu begitu hangat dan akrab. Aku tidak lagi menyesal sudah datang terlambat. Benar kata Pak Hamid, semua pasti berhikmah. Allah tentu lebih tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Apalah rencana manusia yang terkadang hanya berlandaskan nafsu dan ketidaktahuan semata. Rencana Allah jauh lebih agung dan worth it. Yah, meskipun terkadang dalam mencapai rencana Allah itu perlu bersusah-susah terlebih dahulu. Bahkan terkadang sampai merasa putus asa dan everything`s useless. Tapi biarlah. Memang semua itu sudah proses.
Pak Hamid selanjutnya memberikan waktu kepada Gus Nadjib untuk memberikan sekapur sirih. Materi Kopdar yang telah lewat dijelaskan oleh beliau juga. (mohon maaf, materi kopdar bersifat rahasia negara, jadi gaboleh ditulis hihi :))
Mas Rifa`i, yang tadi dimintai tolong untuk foto, juga mendapat giliran menyampaikan pesan-pesan. Dia adalah mahasiswa UB, entah sudah lulus entah masih aktif. Seorang ahli IT yang sejak Maba sudah hits karena kasus Jonru. Dia lebih terkesan pendiam.
(maaf juga, content diskusi tidak boleh dishare :))
Hal lainnya, aku kurang begitu ingat. Yang jelas pertemuan malam itu bagiku sangat menyenangkan dan bermanfaat. Setidaknya, dari sana, semangatku untuk berjuang kembali dalam ranah politik menjadi tergugah. Sebelumnya, mulai dari tahun 2013, aku sudah tidak berminat lagi untuk menjadi aktivis. Terlebih dalam ranah politik. Justru sebaliknya, aku sangat membenci politik. Karena bagiku politik adalah hal yang sangat menjijikkan. Pandangan itu kemudian sedikit berubah, ketika di tengah-tengah prosesku menjadi mahasiswa aku melihat politik sangat dibutuhkan. Sehingga jika aku tak belajar maka aku akn tertinggal oleh perkembangan jaman.
Semoga Allah memudahkan langkah dan menuntun kami pada jalan yang benar.
Sekitar ja 10.30an, acara privat kopdar selesai. Kita berpamitan kepada panitia, berbasa basi sejenak kemudian cuss. Kami tidak cuss sendirian, Mas Ainur, Mas Danis, dan Mas …. (aku lupa nama. Yang jelas dia anak ITS semester 8 jurusan Fisika. Aslinya Kediri. Ohya ingat, namanya mas Zidni =D) turut serta menemani perjalanan kami sebagai pemandu jalan.
Tujuan utamanya adalah Sunan Ampel. Mbah Bolong dan Mbah Sugeng dikirimi Alfatihah. Pulang dari Sunan Ampel badanku sudah lemas sekali. Pasalnya aku baru makan pagi tadi dan sampai jam 23.00an belum terisi apapun, kecuali satu pisang goreng dan segelas air mineral. Padahal kan aku orangnya paling gabisa kalau disuruh nahan lapar. Jadi deh, waktu tahlilan, aku sempat kepikiran soal makanan hwaha. Semoga itu lumrah.
Rasa lapar yang mendera ternyata juga di iringi rasa kantuk yang alhamdulillahnya masih di level rendah. Begitu keluar dari komplek makam sunan Ampel, aku nempel di dinding gerbang. Butuh bersandar. Sayangnya belum ada pundak yang dapat dijadikan sandaran. Melas ga sih =D
Melihatku semelas itu Mas Zidni akhirnya ngomong,
“Ngantuk Mbak“.
Aku mesem saja. “begitulah Mas“ aku terkekeh, Mbak Rifa turut serta.
Mas Ainur yang berdiri di samping mas Zidni menimpali, “Masak aktivis jam segini sudah ngantuk?“
Aku kembali tersenyum. Masam, melas, sekaligus memohon maklum bahwa aku merasa lelah. Kami menunggu di samping pusara mbah Bolong cukup lama. Mas Ofic, Mbak Zainab, dan Dek Ratri masih khusuk berdoa di makam sunan Ampel. Sembari menunggu, Mas Zidni menjelaskan kepadaku tentang kisah mbah Bolong yang konon katanya dapat melihat ka`bah hanya melalui lubang tembok, yang mana itu juga merupakan asal-usul mengapa beliau mendapat laqab mbah Bolong.
Aku mengiya-iyakan sembari memberi beberapa respon yang kupikir perlu untuk dilontarkan. Mas Ainur, Mbak Rifa, Mas Fay, Dek Arina tengah berbicara topik lain.
Setelah personil lengkap, kita segera beranjak. Mencari penghidupan. Maksudku mencari makan. Kita sepakat untuk mencari makanan yang tidak merogoh kantong terlalu dalam (wajarlah mahasiswa), yang enak, dan yang banyak. Maunya =D
Akhirnya kita sepakat berhenti di pinggir jalan, tepatnya di jalanan sekitar pasar Kapasan Surabaya. Di sebuah kedai lalapan yang bagiku menunya mahal-mahal. Nasi+telur 8.000, ayam 12.000, bebek 20.000. bagi mahasiswa Malang itu bukan harga yang murah, maka ketika aku melontarkan pernyataan ke Mas Zidni,
“Wah, mahal ya“
Mas Zidni menyahut, “mahal Mbak? “
Aku meringis, “bagiku mahal sih Mas“ kemudian kami memesan makanan yang mayoritas telur. Itu yang paling terjangkau =D
Jeda waktu pemesanan dan penyajian makanan cukup lama. Perutku semakin krucuk-krucuk saja. Sedang diskusi di lingkaran kecil yang kami buat semakin hangat saja. Membahas daerah masing-masing, membahas NU dan entah apa lagi. Aku tidak terlalu mengingat detailnya. Yang jelas, suasana malam itu terasa sangat akrab. Seakan kami semua telah lama saling mengenal, hingga romantisme persahabatan begitu erat kami rasakan.
Aku seperti tak ingin melepas waktu itu. Ingin ku rengkuh erat. Aku tak ingin perjumpaan dan persahabatan yang semanis itu akan segera berlalu begitu saja. Hanya meninggalkan kenangan dan cerita. Tapi apalah daya, di tanganku tak ada alat pemberhenti waktu.
Selesai makan, Mas Danis dengan pawakan lugu dan kalemnya bilang,
“Mas Mbak, ndak usah bayar. Biar dari pihak panitia saja yang bayar“
Wah kebetulan uangku lagi pas-pasan. Batinku girang. Sontak saja kami mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Sudah ditraktir. Di ajak jalan-jalan. Duh baik banget sih mereka hihi. Ya begitulah orang NU, kalem, wibawa, alim, baik lah pokoknya.
Trip dadakan dan tanpa rencana itu berlanjut ke Suramadu, Mas Ainur yang mengusulkan. Awalnya beberapa orang tak setuju dengan rencana itu, tetapi akhirnya kami berangkat juga. Kini, Mas Danis turut serta naik mobil. Menggantikan Mas Ainur yang berhijrah naik motor bareng Mas Zidni. Kau tahu? Malam itu aku benar-benar merasa sedang bersama keluargaku sendiri. So worth it.
Banyak keinginanku secara ajaib terkabul pada malam itu. Berkunjung ke Masjid Agung Surabaya, meskipun hanya melihat luarnya saja. Dapat privat kopdar dari petinggi PWNU. Berkeliling kota Surabaya. Udah gitu dapat bonus orang-orang hebat di sekelilingku lagi. Sungguh, Nikmat Tuhan mana lagi yang harus aku dustakan? Tidak ada. Allah maha sempurna maha bijaksana. Alhamdulillah.
Kapasan-Suramadu tidak memerlukan waktu lama. Kurang lebih 15 menitan kami sudah sampai dibawah megahnya jembatan Suramadu. Angin laut malam yang teduh menerpaku dengan ucapan selamat datangnya yang meresap hangat ke dalam hati.
SURAMADU MALAM HARI. Meski pemandangan besarnya adalah gelap, tapi itu justru yang menambah anggun kerlap-kerlip lampu yang berjajar di sepanjang jembatan. Tak kudapat bintang di petala langit. Tapi keanggunan Suramadu sudah cukup membuatku terpesona. Tidak perlu yang lain lagi. Bagiku ini sudah luar biasa.
Kami mendaratkan kaki di tempat ngopi, tepat di pinggir pantai yang airnya kecoklatan. Katanya, air laut Jawa tidak bisa berwarna bening. Karena kandungan lumpurnya banyak. Jadi, its okay lah. Begini saja sudah cantik. Dan, ada mereka di sisiku itu sudah lebih dari cukup.
Kami memesan beberapa minuman. Kebanyakan susu hangat. Soalnya waktu itu gerimis kecil-kecil tengah turun dengan syahdunya. Kami segera mencari tempat paling nyaman untuk duduk. Untuk kembali menggelar acara kopdar yang sebenarnya (kan ini di warung kopi) =D. Mbak Zainab dan Mas Zidni memiliki forum mereka sendiri, menghadap laut. Tak taulah apa yang tengah asyik mereka perbincangkan.
Mas Zidni dan Mbak Zai sekarang include di forum kami. Lainnya masih tidur. Ada begitu banyak yang kami bicarakan. Aku tak mengingat semuanya. Hanya beberapa saja yang kebetulan mengena di hatiku.
Mas Ain bilang, “ngapain sih mbak-mbak itu maunya di ajarin setelah nikah. Baca Quran katanya nanti biar di ajari suami saja. Kan belajar sekarang masih bisa. Memperbaiki bacaan kepada kiai“
“loh, biar romantis. “ aku menimpali sekenanya.
“Romantis dari mananya? “ sanggahan balik.
“Nah itu bedanya laki sama perempuan Mas. Kalau perempuan itu pola pikirnya seperti dek Uswah, condong pakai hati. Kalau laki-laki kan pakai logika“ Mbak Zainab, yang sedari tadi mendengarkan ikut menyahut.
“Ah, masak gitu sih“ gantian Mas Zidni yang nimbrung.
Aku menjawab pertanyaan Mas Zidni dengan senyuman, “iya banget Mas“.
“Romantis itu ya bercumbu“ Mas Ainur memberikan pernyataan cethar. Itu yang sedari tadi dia dan Mas Fay bahas di mobil. Fokusnya kitab Qurrotul Uyun yang kilatan kemarin di kaji di pondok Gasek. Mas Fay malah bilang, “kita itu Mas, ngaji qurrotul sudah, sore dan malam malah. Cuman kurang 1. praktik“. Kaum hawa yang notabene memiliki rasa sungkan lebih besar cuek-cuek saja. Memilih untuk diam.
“pura-pura ga dengar ah“ ucapku
“loh jangan pura-pura ga dengar dek Us. Pura-pura gatau saja“ Mbak Rifa nyambung.
Lantas kita tertawa.
Dan sekarang topik itu lagi yang diangkat mas Ainur. Membuat ekspresiku menjadi tidak bisa biasa. Dan aku yakin itu kelihatan sekali, “apa sih Mas“ aku memandang Mas Ainur.
“Loh, apa salahnya membahas masalah bercumbu. Kaum muda itu memang awam soal seks. Mereka sungkan untuk membicarakannya padahal itu perlu“ jawabnya.
Plis ya Mas.. tapi ga dalam forum cewek-cowok kayak gini juga kali. Aku membatin.
“jangan-jangan mbak Uswah ini yagn mikirnya macem*“
Aku mati kutu. “engga ya, oke deh monggo saja dibahas. Cuman ya kita ga biasa saja bahas kayak gitu“ aku masih dalam prosesku mengembalikan ekspresi normalku akibat rasa canggung.
Gara-gara bahasan romantis. Batinku. Selanjutnya, aku dan Mas AIn saling beradu argumentasi.
“Pak Hamid itu dulu nikahnya sama ketua PC Jepara. Sama-sama ketua cabang“
“Kayaknya Mas Ainur mau menirukan jejak beliau“ aku meringis.
“entahlah Mbak. Belum mikir sampai kesana. Apa sih, jodoh itu sudah pasti. Ngapain dikejar-kejar“
“kalau ga ada usaha ya ga bakalan jadi Mas. Apalagi sampean cowok“
“loh Mbak, mengejar itu yang ga pasti-pasti saja. Surga misalnya“
“ya ndak bisa gitu Mas, takdir itu harus diusahakan. Ga bisa dibiarkan glundrung semprung kayak gitu. Apa Mas Ain gamau nikah? “
“Nikah itu ga wajib loh Mbak“
“loh, memang Mas. Tapi nikah itu juga bisa menyempurnakan separuh agama“
“kan menyempurnakan agama dapat melalui berbagai jalan mbak“
“tapi nanti kalau meninggal ga ada yang nahlili Mas. Sampean NU kan?“
“ditahlili umate mbak, kan calone yai“ Mas Zidni nimbrung.
“bisa jadi itu Mas“ aku menyahut.
Aku lupa kelanjutannya apa. Yang jelas di akhir bab aku bilang, “duh kita ini Mas, kayak kucing sama tikus. Kalau ketemu debat terus“
Dia pada akhirnya akan selalu bilang, “gapapa Mbak, beda itu baik. Yang penting ga bertengkar kan? Justru itu dapat menambah wawasan kita“
Okelah. Aku menutup. Setelah itu kita cuss. Balik ke Malang. Pasalnya jam sudah menunjukkan pukl 02.00. sudah dini hari. Dan kami harus menyiapkan tenaga untuk esok. Kami berpisah dengan mas Zidni dan Mas Danis setelah mengucapkan terimakasih dan berbasa-basi sejenak. Mengucapkan hati-hati di jalan dan semoga bertemu lagi.
Selama di perjalanan aku tidur. Pulas. Begitupun dengan personil yang lain. Hanya Mas Ofic dan Mbak Zainab yang stay. Kudu melek soalnya di depan.