Such a Great Moment.
Selasa kemarin, teman-teman Gusdurian mendapatkan undangan untuk menjadi paduan suara (kor) di Gereja Katedral, Idjen Suites, Malang. Beberapa hari sebelumnya ada latihan, tetapi karena latihannya malam jadi aku dan Mbak Mal ga bisa ikut.
Akhirnya kami berdua bonek, yasudah ikut sajalah. Paling ga kan udah ngerti gimana lagu syi-ir tanpo wathonnya Gus Dur, it wont be a a problem. Lagipula ini sudah waktunya balik lagi ke Gusdurian mengingat kami berdua sudah lama ngilang =D, setengah usaha untuk menjadi khusnul khotimah juga karena sebentar lagi kami akan boyong.
Sekitar jam 2 siang aku dan Mbak Mal berangkat dari pondok menuju OASE Coffe and Literacy, basecamp Gusdurian yang ngerapel jadi basecampGubuk Lentera, Sabda Perubahan, warung kopi, dan salah satu rayon PMII UIN. Sesampainya disana kita menemui teman-teman Gusdurian yang kesemuanya adamiyyun.
Perempuannya Cuma kita berdua dek Us? Mbak Mal ragu-ragu untuk masuk. Ini ceritanya kita masih mbulet di parkiran, masih ngerasa canggung, masih mbatin harus ngapain.
Kayaknya iya Mbak, yaudah kita duduk di depan saja.
Gus Viki adalah orang pertama yang kami sapa, sebenanya yang nyapa mbak Mal, akunya langsung duduk (dasar aku >,<, kapan mau belajar sopan santun sama yang lebih tua =D). Karena mbak Mal berjabat tangan jadinya aku ikut-ikutan. Baru kemudian duduk lagi.
Selanjutnya kami ngobrol santai sama Dito, Gus Najib, dan Mbak Dika yang baru datang ga lama setelah aku dan mbak Mal duduk. Topik pembicaraan lebih condong ke acara seleksi Duta Perdamaian yang beberapa hari sebelumnya di gelar di Malang.
Mbak Dita itu seorang kristiani, gatau semester berapa dan berapa umurnya, tetapi aku salut sama Mbaknya. Beliau selalu apa adanya dan grapyak ke semua orang. Pemikirannya tentang filsafat mantep banget. Mungkin gara-gara itu mbaknya jadi penanggung jawab kelas filsafat di Oase.
Dulu, awal* banget aku rada shock ngelihat mbak Dika ngerokok waktu KPG, kok cewek ngerokok? Itu yang tak pikirkan. Gimanapun aku masih asing sama cewek perokok. Tetapi kemudian kejanggalan itu menjadi suatu hal yang biasa mengingat mbak Dika ga ada unsur nakal-nakalnya. Dia baik dan supel, kritis dan luwes.
Dan sejak saat itu aku mengganti paradigmaku, ga semua cewek perokok itu bukan orang baik-baik. Tetapi alhamdulillahnya, kemarin waktu di katedral mbak Dika bilang kalau dia udah ga ngerokok. Katanya sudah gede, mau insyaf.
Tak lama berselang kita cuss ke gereja. Disana kami menjumpai banyak bis yang membawa romobongan dari berbagai negara dan panitia berseragam biru tua.
Masuk gereja lagi batinku. Cuman bedanya dulu gereja kristen, sekarang gereja katholik.
Disana aku menemukan Rifandi (eeeak menemukan =D). Rifandy Aduri sepertinya jamaah di gereja katedral, dia beragama katholik. Teman seangkatan KPG yang dulu tak titipin shampo head and shoulders terus uangku kurang dan orangnya gamau dibayar.
Kecil Fan, tapi terimakasih ya ^^ aku kan jadi merasa berhutang budi haha
Tak lama kemudian Pendheta Tathok dan Mrs. Charlotte datang. Seperti biasa, Pendheta Tatok selalu memasang senyum di wajahnya. Selalu menentramkan. Dan Mrs. Charlotte, selalu sumringah di setiap kesempatan. Mereka pasangan yang serasi.
10 menit berikutnya, setelah semua peserta datang, kita move ke depan gereja (tadinya di samping gereja, markir motor). Mempersiapkan diri untuk tampil.
Fan, kamar mandinya mana? Aku bertanya ke Fandy sebagai jamaah gereja yang pastinya lebih tahu.
Di belakang, dia menunjuk arah, sini wes ayo akhirnya he leads the way.
Dek Us ayo tak antar, Mbak Mal menawarkan diri. Akhirnya kita ke kamar mandi bertiga.
Jauh juga ya =D ucapku di tengah jalan.
Iya, kamar mandinya di dalam gereja, jadi nanti kamu harus lepas kerudung, Rifandy yang berjalan di depanku menyahut.
Eh aku spontan ngomong
Engga engga Uswatun. Bercanda Fandy terkekeh.
Mbak Mal bingung, kenapa Dek Us?
Katanya Fandy kalau masuk kamar mandi harus lepas kerudung Mbak =D.
..
Begitu keluar dari kamar mandi, aku ngelihat mbak Mal, mbak Dika, dan Fandy duduk-duduk di depan. Mereka lagi ngobrol asik, salah satunya tentang gereja mormon, semacam gereja dengan jamaah kaholik kuno dari daerah Amerika timur (atau mana aku lupa). Yang jelas kalau dalam Islam, gereja Mormon itu kayak beda aliran gitu sama gereja lainnya.
Tak lama kemudian ada bapak-bapak lewat,
Kalau aku, semua orang kalau laki-laki tak panggil Pak, aku kan sekolahnya di jurusan Theologi ya, tapi tetap saja semua dosenku tak panggil Pak. Kalau manggil Romo, takutnya salah, siapa tahu dia mantan romo. Nanti jadinya malah menyinggung. Ucap Mbak Dika.
Loh, ada mantan romo? Aku kepo.
Iya Romo itu ga boleh nikah, nah kalau dia nikah dia berganti jadi mantan Romo. Mbak Dika menjelaskan.
Kemudian obrolan berlanjut tentang romo, pendheta, dan biarawati. I feel so much grateful bisa punya teman-teman dari lintas agama dan bertukar pikiran tanpa harus merasa canggung dan menyinggung.
Kita selalu fine fine saja meskipun memiliki kepercayaan yang berbeda. Kita saling menghormati dan menghargai tanpa perlu harus saling merasa paling benar. Dan itu adalah salah satu point plus dari Gusdurian, nilai yang diajarkan oleh Gus Dur untuk menghargai kemanusiaan. The Human Rights.
Setelah para penari Sufi selesai berganti pakaian dan keluar dari kamar mandi kita balik lagi ke depan gereja.
Aku ga nyangka acaranya bakalan serame itu. teman-teman Gusdurian mendapatkan kesempatan tampil di awal acara, dengan alas banner putih, kita yang berseragam hitam-hitam baris di depan gereja menghadap ke arah timur (kalau aku ga salah arah sih). Tepatnya menghadap pintu gereja. Mas Viki jadi penabuh ketimpung dan mas Herry jadi gitarisnya. Aku sendiri baris di shof depan di samping Gus Billy dan Mbak Mal. Di depanku ada tiga penari sufi yang bau bajunya wangi banget (salfok =D). Penari sufi itu juga bagian dari teman-teman Gusdurian.
Sekedar pengingat, Gus Billy ini biarpun dipanggil Gus, dia aslinya orang Budha. Mripatnya sipit banget. Aggak chibi gitu dan kulitnya lebih bersinar daripada aku hahai.
Mrs. Charlotte ga di depan? Aku ngomong sama Mrs. Charlotte tapi beliaunya ga paham dan aku jadi gatau harus ngomong apa. Perasaan bahasa inggrisku ga buruk-buruk amat. Tapi kalau mikir tenses di saat-saat seperti itu kok ya ga matuk. Masak aku mau bilang please come forward miss atau you ought to be in front of the line miss Rasanya formal banget, dan siapa aku nyuruh2 =D jadi akhirnya aku Cuma bilang Nngg,,
Me in front? Jawab Mrs. Charlotte setelah mencerna apa yang aku ucapkan. No no, yang tinggi di belakang. Biar adil. Ucap beliau kemudian.
Awalnya ngerasa nervous, ini pertama kalinya aku tampil di depan banyak orang dari berbagai daerah dan tanpa persiapan. Mereka adalah pemuda-pemuda yang menjadi delegasi pertemuan pemuda katholik se ASIA, dan aku sama sekali ga sempet bicara sama mereka, eman ga sih. Datang tok.
Begitu ketimpung di tabuh dan gitar dibunyikan kita mulai menyanyikan syiir tanpa wathon. Di tengah nyanyian, para romo datang berbaris di depan kami, ya Allah rasanya damai banget. Kita bisa hidup dalam kebersamaan tanpa harus berseteru. Rasanya adem banget ketika ga ada orang yang merasa paling benar. Rasanya sangat beruntung bisa menjadi bagian dari acara ini.
Begitu selesai nyanyi, tepuk tangan yang riuh menyambut kami. Setelah selesai foto-foto, kita saling berjabat tangan. Romo-romo itu mengatakakan
Terimakasih ya. Bagus sekali. Terimakasih.
Rasanya sesuatu sekali. Menyenangkan. Membanggakan. Dan banyak me- me- positif lainnya.
Selanjutnya para jamaah katholik melanjutkan acara berdoa mereka di dalam gereja, para Gusdurian stay di luar. Persiapan pulang.
Sebelum pulang aku dapat kesempatan ngobrol sama Mrs. Charlotte terus foto-foto juga.
Terus salaman deh sama mereka and then pulang. Thanks god.
Di perjalanan pulang aku membatin, Alhamdulillah Allah memberiku kenikmatan Iman dan Islam. Alhamdulillah Allah memberiku kesempatan bertemu dengan orang-orang seperti mereka. semoga Allah senantiasa meluaskan pandanganku dan menguatkan agamaku.
Ya muqollibal qulub tsabbit qolbii alaa dinik.
Berteman tanpa terpengaruh, berjabat tanpa mewarnai, bersatu, bersama dalam harmoni.
Love in peace
0 comments:
Post a Comment