Duduk bersama dalam satu ideologi itu menyenangkan. Duduk bersama berbeda ideologi dengan toleransi dan penghargaan yang tinggi juga tidak kalah menyenangkan.
Alhamdulillah.
Aku bersyukur sekali. Jam 6.17 kemarin aku tidak menyangka akan menginap di Kediri tadi malam. Bertemu dengan sahabat-sahabat pergerakan dari PMII Sunan Ampel STAIN Kediri. Serasa menemukan keluarga yang sudah lama tidak dijumpai.
Kemarin sebenarnya tidak memiliki niatan untuk pulang. Entah kenapa selesai membantu Buk Vil mempersiapkan sidang akhir, aku tergerak untuk pulang. Setelah menelfon Bapak dan meminta izin, aku bergegas menyiapkan diri. Sayangnya aku belum sempat izin pondok. Merasa berdosa juga sebenarnya, tapi mau gimana lagi.
Di telepon Bapak bilang gimana kalau sekalian disuruh ngantar adik daftar ulang ke Kediri. Aku oke oke saja, lagian menurut prakiraanku sore kita sudah pulang, cuss ke Tuban.
Jam setengah 11, setelah nyambut sidang, aku berangkat dari Malang dengan kondisi yang sebenarnya kurang fit. Entah karena tidur kemaleman atau karena terlalu capek kemarinnya, di tengah jalan aku merasa ngantuk. Alhamdulillahnya masih bisa tertahan. Cuman ya gitu gabisa maksimal nyetirnya, agak pelan.
Sudah gitu, pas di jalan arah Paralayang, jalan sebalan seperti biasa yang sekarang sudah dipasang tanda satu arah, aku di tilang polisi. Dengan pura-pura tidak tahu dan tampang yang tidak berdosa aku bertanya
Loh, kenapa Pak?
Ini jalan satu arah Buk. Jawab si Polis.
Buk?? Hello Pak, aku masih mahasiswa kali. Masih mbak-mbk. Batinku. Aku jadi merasa tua kalau dipanggil Ibuk.
Selanjutnya aku mengikuti alur penilangan. Semua orang yang kena tilang dikumpulkan di satu titik tak jauh dari lokasi aku dihentikan. Yang kena tilang membludak, soalnya itu peraturan yang biasanya ga fungsi. Aku tidak menyalahkan mereka yang melanggar juga tidak menyalahkan polisi karena aku juga telah melanggar aturan. Sadar diri lah.
Dengan wajah yang tetap datar dan pembawaan yang keleewat santai aku mendekati petugas yang memegang STNK,
Pak, 3889 HDS. Eh SHD, eh S 3889 HD Ucapku
Beliau mengulangi perkataanku ke petugas lain yang tengah menulis surat bukti.
Gak ada Pak. Petugas yang dituju berucap.
Belum berarti Mbak. Tunggu dulu.
Bapak ini gatau aku lagi diburu waktu ya. Batinku sambil ngelihat-lihat ke tumpukan berkas.
Itu pak STNKnya, disitu. Ucapku setelah melihat STNKku digeletakkan begitu saja.
Beliau lantas mengambilnya dan bertanya, ini mau dibayar di Bank BRI atau diurus disini Mbak?
Karena Bapaknya nggremeng kalau ngomong aku jadi ga paham apa yang beliu ucapkan,
Eh apa Pak? Sahutku. Beliau lalu mengulangi statementnya lagi.
Oh, gimana itu Pak? Kalau bayar di Bank berapa kenanya? (kalau ini asli aku ga paham dengan alurnya).
Kalau di Bank bisa lewat transfer Mbak, bayarnya 500 ribu.
Aku shock tapi ekspresiku masih datar dan santai sebagaimana aku datang.
Wah mahal ya Pak. Cetusku. Itu respon, entah kenapa aku buiasa sekali menghadapi polisi. Toh mereka juga manusia biasa, jadi ga perlu gugup dan ga perlu takut kan.
Memang aturannya segitu Mbak.
Aku diam sejenak. Mbatin-mbatin ria. Lah kalau ngurus disini berapa Pak?Ucapku kemudian.
Kalau langsung bayar disini 150 ribu Mbak.
Kok bedanya jauh banget. 350 ribu. Batinku. Untung saja sebelum berangkat aku ngambil uang di ATM 300 ribu. Jadi bisa langsung bayar, coba engga pasti udah kena 500. Alhamdulillah. Allah memang telah mengatur segalanya dengan apik. Setelah surat beritaku di urus dan memperlihatkan KTP, aku melanjutkan perjalanan.
Yah, paling ga jadi pembelajaran lah. Bahwa sebebas apapun hak asasi manusia, kita harus tetap mentaati peraturan yang ada. Lagian hidup tanpa aturan juga ga enak. Ambil positifnya saja. Mungkin akunya juga kurang shodaqoh.
..
Jam 1 lebih sedikit aku sampai di Terminal Jombang, disana aku menemui seorang laki-laki, menurutku lebih seperti Bapak-Bapak. Beliau supel sekali, bertanya ini itu. awalnya aku hanya sekedar basa-basi menjawab pertanyaan Beliau. lagipula aku sedang makan es krim jadi ga mood ngomong banyak. Setelah agak panjang pembicaraannya, akhirnya aku nanya
Loh Bapak darimana mau kemana?
Beliau menjawab dari Semarang mau ke Jombang. Aslinya memang Jombang, jadi niatannya mau pulang kampung.
Dari Semarang ngapain?
Ternyata Beliau habis legalisir ijazah. Baru saja lulus dari sekolah pelayaran di Semarang.
Aku manggut-manggut. Mencari ilmu memang tidak dibatasi umur. Batinku.
Setelahnya adik datang, kita langsung berangkat ke Kediri.
..
Sesampainya di Kediri, kita langsung menuju ruang registrasi. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. selesai dengan urusan daftar ulang kampus, adik mengatakan kalau harus registrasi OBAK (lebih dikenal dengan OSPEK) setelah daftar ulang kampus. Tetapi kantornya sudah tutup jam 14.00.
Mau balik ke Tuban lagi seems impossible. Mau nginep akunya juga males. Ini kan kota orang, aku juga ga punya link disini. Selain itu hapeku juga rusak, gapunya kontaknya siapa-siapa.
Akhirnya aku nyuruh duduk-duduk dulu. Berpikir dengan kepala dingin. Di depan ruang pendaftaran di pasang banner gede. Kebetulan ada kontaknya juga, jadi aku menghubungi CP Tarbiyah. Namanya Annas. Lobying tipis-tipis tapi gagal. Aku dan adik harus tetap menunggu besok karena proses registrasinya lumayan panjang jadi gabisa dititipin.
Waktu itu Mas Annasnya kebetulan datang ke tempat kita. Aku yang kesannya sok kenal manggil-manggil gitu saja. Padahal sebelumnya juga ga pernah ketemu =D. Gapapa, anggap adik sajalah. Toh dia memang adik kan. Keluarga baru.
Sambil menunggu dan masih mencari solusi, adikku menghubungi Ilham, temannya ketika di Sunan Drajat dulu. Ilham mengajak kami untuk mampir di sekretnya DEMA Ahwalus Syahsiah. Disana aku berjumpa dengan teman-teman baru, namanya Mas Fauzan (angkatan 2012) dan Dek Nafi` (angkatannya adikku). Mereka berdua orang yang enak diajak ngobrol dan berdiskusi. Kita bertukar cerita ala-ala perkenalan gitu.
..
Tidak lama kemudian Ilham mengantar aku dan adik ke pondok Al Amien untuk mencari informasi. Setelah dari Al Amien aku mengantar adik balik lagi ke sekret Dema untuk menginap. Aku sendiri berniat untuk mbolang. Yah mumpung di kota orang lah, cari pemandangan dan pengalaman baru.
Rencana awalnya mau stay di masjid agung. Jadi sholat maghrib aku disana. Ndelalah disana ketemu sama adik-adik cewek, gara-gara sama-sama mencari kamar mandi, kita jadi ngobrol banyak. Dia maba tahun ini dan akan kuliah di ITB jurusan Fisika murni. Aslinya Jombang, tapi namanya aku lupa. Sepertinya Yuni.
Selesai jamaah sholat maghrib, Yuni pamit undur diri. Aku mengiyakan. Setelahnya ada Mbah-Mbah dengan perilaku yang agak nyentrik menurutku mengajakku bicara. Mbah itu wiridan menggunakan tasbih tapi mencolok sekali. Seperti sengaja diperlihatkan. Hawa ademnya mohon maaf menurutku ga ada.
Sebagai anak muda Indonesia yang terkenal sopan santunnya eaaah =D aku meladeni Beliau bicara dengan tanpa menanggalkan senyum di bibir. Awalnya nyambung-nyambung saja, Beliau bertanya asal, aku darimana dan sebagainya. Awalnya aku sekedar menjawab. Tetapi kemudian Beliau menjadi sedikit tidak jelas dengan cerita macam-macam. Di dalam hati aku memperkuat dzikir, siapa tahu nanti aku di gendam jadi harus pasang perlindungan. Beliau cerita ingin memberi makan 30 anak yatim tapi tidak punya uang, cerita ingin ke Bojonegoro dan Denpasar Bali tapi tidak ada sangu, cerita anaknya yang dijual orang dan dikurung dibawah tanah dengan tidak diperlakukan seperti manusia, cerita tentang membuat pentol, cerita kemana-mana jalan kaki dan naik kereta, cerita tadi malam tidur di Masjid dan lain sebagainya.
Di tengah obrolan aku memagn sengaja memancing tentang keluarga untuk mencari tahu siapa Beliau. setidaknya dengan bertanya balik aku tidak akan terlalu jauh masuk dalam alur pembicaraan Beliau. aku harus mengimbangi.
Jujur di dalam hati aku membatin mbah ini kok aneh banget. Eh tapi gaboleh gitu, ga boleh su-udzon. Duh kapan adzan isyaknya dikumandangkan. Aku harus mencari jalan keluar untuk mengakhiri pembicaraan. Si Mbah kayaknya ga ada niatan mau selesai ngomong. Si Mbah juga sempat ngomong, kalau sampean ada duit bolehlah saya dibantu.
Aku mesem saja sambil mengatakan kalau duit ga ada Mbah. Itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari ucapku. Nah ini modusnya kelihatan batinku
Sambil terus menjawab dan bertanya balik dan lirik-lirik jam, akhirnya aku memilih untuk melepas mukena.
Oh gitu ya jawabku sambil memasang senyum semurni mungkin. Akhirnya aku pamit dan meninggalkan masjid Agung. Gagal sudah rencana nginep di Masjid. Lagipula aku juga gak yakin akan mendapatkan izin dari takmir. Tapi kuakui seukuran mbah-mbah, wawasan mbah itu lumayan juga. Aku tetap tidak tahu Beliau siapa. Anggap saja musafir.
..
Dari masjid Agung, aku beralih ke Masjid Nurul Huda. Setelah sholat isyak aku izin ke takmir untuk menginap tetapi tidak diperbolehkan. Sebelum itu, sesaat menjelang sholat isyak didirikan, Mas Annas yang CP tadi menelepon, bertanya aku dan adik dimana, kalau mau nginep nanti nginep di STAIN bisa, kebetulan ada perempuannya juga. Itu tandanya mas Annas orang yang peduli, buktinya dia masih memperhatikan teman yang baru dikenalnya tadi sore.
Beralih ke rencana C, aku memutuskan untuk menginap di depan Alfamart atau indomaret. Aku sudah terlanjur bilang ke Mas Annas bahwasannya adik nginep di seketrariat Dema. Di tengah perjalanan pulang aku melihat ada sebuah warung kopi, namanya Shine. Akhirnya aku berhenti disana, sekedar untuk memikirkan apa yang akan aku lakukan nanti dan jadi mau nginep dimana.
Aku memesan susu kopi dan roti bakar coklat keju. Akan sangat pas untuk menemani malamku. Sambil wifian aku fban sama Evi dan Mas Irman. Tanya-tanya kabar, tanya-tanya berita tentang MTQ. Lumayanlah untuk nyambung silaturahmi. S
Di tengah aku menikmati wifi, roti, dan kopi, Bapak tiba-tiba telpon. Nanya aku nginep dimana, aku menjelaskan panjang lebar dan akhirnya ga di izinin buat nginep di depan alfamart. Di suruh nyari penginapan atau tidur dimana gitu, yang aman. Akhirnya petualangan bolang ngemperku terputus. Dengan sedikit sungkan aku menghubungi Mas Annas lagi, bilang kalau aku mau nginep di STAIN. Padahal tadi sudah bilang nginep di DEMA, kan sungkan >,<
Mas Annas bilang iya monggo, nanti kabar-kabar kalau sudah di STAIN.
Sekitar jam 9 aku mengemasi barang-barangku dan cuss dari Shine. Jam 9.16 aku sampai di STAIN dan segera mengirim sms ke mas Annas. Tapi sampai jam 9.40an tidak juga ada balasan. Dalam proses menunggu itu aku bertemu dengan Yuni, mahasiswa pecinta alam Trenggalek yang sedang nginep di STAIN untuk meminjam alat nggunung. Kita basa-basi sejenak dan bahkan aku sempat nitip minta dibelikan air minum ketika ia keluar sebentar.
Hopeless nunggu Mas Annas, akhirnya aku lobying ke Yuni.
Kalau aku nginep di camp mapala boleh ndak ya Dek? Dan dia mempersilahkan. Tak lama kemudian datang Dewi, temannya Yuni. Kalau Dewi mahasiswa asli STAIN, jadi asli mapala sini. Dia juga mempersilahkan aku untuk menginap di komplek UKM.
Aku sudah berada di lantai 2, tepatnya di komplek UKM, disana ada banyak sekali anak laki-laki yang sepertinya semua dibawah tingkatku (adik tingkat). Mereka main gitar, bercanda, bergurau layaknya aktivis-aktivis lain. Satu hal yang membuatku tidak begitu nyaman, komplek UKMnya rusuh banget. Terlalu berseni, sampahnya morat-marit dan acak-acakan.
Di tengah pengamatanku terhadap gedung UKM, Mas Annas telpon (sebenarnya Dek Annas sih, tapi sudah terlanjur manggil Mas dari awal), nanya aku dimana dan bilang kalau dia di bawah. Akhirnya aku turun ke tempat mereka. kali ini mas Anasnya ga sendiri, dia bawa temen.
Kita nego-nego.
Kalau aku nginep di sini saja gimana? –
Di sini itu banyak cowoknya, sepertinya lebih baik nginep di camp. Putri –jawab mas Annas.
Camp PMII? Aku menyela
Dia mengangguk. Kita bertiga kemudian menuju jalan Sunan Ampel 1. Ke camp PMII putri. Di sebelahnya, jeda satu rumah, ada camp PMII putra. Di Camp itu seorang sahabati menyambutku dengan hangat, namanya Dek Nuri, asli Demak Jawa Tengah. Kita berempat berdiskusi cukup lama di depan camp. Tentang PMII UM, STAIN, pergerakan, pesantren, idealisme dan banyak lagi lainnya. Terlebih Annas, yang ternyata juga wapresma STAIN mengenal Presma dan wapresma UM, Shofi ketua komisariat PMII Sunan Kalijaga, dan Mas Rizki anak Gasek yang sekaligus Owner Kopi Lanang. Jadi kami seperti menemukan titik persamaan yang bisa dibicarakan panjang lebar.
Overall aku sangat menikmati moment bersama mereka dan berterimakasih sekali atas sambutan yang luar biasa hangat. Terimakasih yang sama atas pengetahuan dan pengalaman yang diberikan. Semoga Allah senantiasa mendekatkan dan mempertemukan kami lagi di lain waktu. Amiin.
Jam 11 mas Annas dan Mas Roziqin kembali ke tempatnya. Aku istirahat dan dek Nuri masih melanjutkan aktivitasnya.
From Kediri with Love
Keluarga Besar PMII - Sahabat
0 comments:
Post a Comment