Suara adzan
sudah beberapa saat lalu dikumandangkan. Jamaah sholat isya` di masjid dekat salah satu Balai Desa
Kecamatan Jabung, Malang, sudah bubaran. Di Balai Desa sendiri, ada banyak
orang berkumpul, mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang
tua.
Mereka tengah
asyik menikmati tarian yang diiringi kolaborasi musik modern dan tradisional.
Berbekal egrang, 8 anak berusia 10 tahunan tampak riang menari di atas sebuah
panggung ala kadarnya. Para penari cilik itu bergerak lincah dengan berbagai
ritme gerakan.
Tarian egrang
mereka kompak dan teratur, mengundang banyak tepuk tangan dari penonton acara
budaya pada Minggu (6/8), terlebih para penari cilik itu begitu lihai dan tidak
jatuh kendati berlama-lama berdiri di atas egrang.
Ketika alunan
musik menegang dan gerakan tarian sampai pada bagian yang rumit, tepuk tangan
penonton semakin ramai terdengar. Beberapa berbisik mengungkapkan kekaguman
mereka pada keahlian bocah-bocah itu.
Tarian egrang
tersebut merupakan salah satu rangkaian acara kebudayaan bertajuk Merajut
Persatuan dan Perdamaian dari Desa, yang digawangi oleh para penggerak
Gerakan Gusdurian Muda (GARUDA) Kota Malang. Komunitas yang bergerak berasaskan
nilai perdamaian dan kemanusiaan itu sengaja menggelar acara di daerah
pedesaan.
"Menyuarakan
perdamaian tidak melulu harus dilakukan melalui diskusi. Bentuk nyata kampanye
perdamaian dapat dilakukan dengan berbaur bersama masyarakat, mengapresiasi
kelebihan dan budaya yang dimiliki oleh warga desa" tutur Ilmi Najib,
koordinator Garuda Malang.
Selain warga
Jabung, acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh agama dan budayawan.
Diantaranya, Pendeta Kristanto Budi beserta istri, Gus Azam dari NU Jabung, Mas
Bondhan Rio, Mas Eko, dan Bunsu Anton.
Sebagai pembuka
acara, seluruh warga yang hadir di Balai Desa diajak untuk berdiri sejenak dan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal tersebut bertujuan untuk menghidupkan
kembali rasa cinta tanah air, terutama sekali bagi anak-anak.
Acara
berikutnya diisi oleh kesenian-kesenian warga Jabung sendiri, seperti tari
egrang dan juga salah satu tari tradisional Jawa. Menurut Ilmi, dengan
menggandeng masyarakat sekitar untuk turut serta mengisi acara, akan membuat
warga lokal merasa dihargai.
Selain itu,
mereka juga akan merasa bangga dapat menampilkan kesenian daerah yang mereka
miliki di depan publik. Nilai positif lainnya, rasa diterima dan dihargai dari
masyarakat, lebih lanjut akan meningkatkan semangat perdamaian dan persatuan.
"Terkadang
tugas kita adalah memberi panggung bagi kesenian-kesenian daerah yang dewasa
ini sudah mulai terpinggirkan" imbuh Ilmi.
Semarak
kegiatan budaya malam itu, selain menampilkan kesenian lokal, juga menyuguhkan
tarian sufi. Berkebalikan dari tari egrang yang semua punggawanya anak
laki-laki, tari sufi ini dibawakan oleh anak-anak perempuan.
Dengan iringan
syiir Tanpo Wathon gubahan Gus Dur, para penari sufi itu menari dengan anggun
dan penuh kekhusukan. Berputar-putar tanpa merasa pusing ataupuan mual.
Sembari acara
berlangsung, penonton disuguhi jajanan tradisional seperti cenil, kacang tanah
rebus, dan gorengan. Setelah tampilan kesenian usai, tokoh lintas agama dari
Islam, Kristen Protestan, dan juga aliran kepercayaan kemudian memberikan
beberapa wejangan.
Gus Azam, dalam
kesempatannya menyebutkan bahwa, kegiatan lintas iman seperti ini sangat
diperlukan untuk melatih masyarakat agar tidak nggumunan dan memiliki antipati
dengan agama ataupun kepercayaan lain.
Kita sudah
seharusya melewati batas-batas perbedaan itu dan hidup berdampingan dengan
damai bersama seluruh komponen masyarakat Indonesia. Setelah tampilan kesenian
dan pemberian wejangan, acara diutup dengan doa lintas iman yang diwakili oleh
masing-masing tokoh agama dan kepercayaan.
Dan sebagai
penutup, seluruh peserta, baik penonton maupun pengisi acara makan bersama
dengan wadah talam yang telah disediakan oleh panitia. Garuda Malang memang
sudah sering menyelenggarakan acara bernuansa lintas budaya maupun iman.
Semangat
menyuarakan perdamaian dan melestarikan nilai-nilai Gus Dur menjadi dasar bagi
para penggerak untuk turut melebur dengan masyarakat, untuk senantiasa hidup
sederhana dan memupuk rasa toleransi. Lebih jauh, acara bernada sama semoga
dapat diselenggarakan di tempat yang berbeda dengan kreasi acara yang lebih
bervariasi.
Karena
bagaimanapun, perdamaian adalah mimpi semua orang yang harus diwujudkan, dan
perdamaian tidak akan terwujud jika kita tidak duduk bersama untuk saling
menerima.
sumber gambar: viglobal
p
ReplyDelete