Arah Langkah

Image result for sketch
26 Januari 2020

The new year was just yesterday. Tetapi 5 hari lagi ternyata sudah Februari. Waktu memang cepat berlalu, atau hanya rasanya saja yang cepat? Jangan-jangan kehadiran gawai dan teknologi lainnya yang membuat waktku terasa cepat, padahal aslinya ia sama saja dengan yang dulu. Aku tidak tahu.

Yang aku tahu, 26 hari pertama tahun ini menyimpan banyak sekali peristiwa. Pertama, banjir bandang di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selama aku hidup, ini pertama kalinya banjir terjadi sebesar itu, Berita banjir di Jakarta memang bukan hal baru. Setiap akhir tahun berita itu pasti ada. Tetapi banjir yang sampai menyeret mobil-mobil dan merusak jalanan, rasanya masih sangat baru. Tidak tahu lagi jika dulu pernah terjadi dan luput dari pemberitaan media.

Kedua, Reynhard S yang membuat media heboh dengan aksinya. Apapun alasan ia melakukan perbuatan itu, atas dasar suka sama suka, atau dengan pemaksaan, tetap saja itu bukan hal yang dibenarkan. Ia telah membuat tanah air terkenal, dengan caranya sendiri.

Ketiga, Australia - salah satu negara yang sangat ingin kukunjungi melalui program AIMEP (Australia-Indonesia Muslim Exchange Program) - dilanda kebakaran besar-besaran. The fact shocks me a lot. Aku sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Australia akan mengalami musibah seperti itu. Belum sembuh dari luka akibat kebakaran hutan, Australia kembali dilanda badai es.

Keempat, Virus Corona yang belakangan ini mewabah, terutama di daerah Tiongkok dan Hongkong. Jika dipikir terlalu mendalam, rasanya menakutkan. Semoga kita semua sehat dan aman ya. Jaga kesehatan!

Kelima, AS yang secara terbuka menyerang Jendral Iran. Lalu Iran yang melepas rudal ke pesawat yang sedang terbang menuju Kanada atau mana itu, banyak nyawa melayang. Bahkan juga anak-anak. Aku kira nyawa bukan barang mainan, tetapi entah mengapa di seberang ia dianggap sedemikian gampang.

Belum lagi hal-hal lain yang terjadi dan tak sempat dikabarkan media. Januari ini begitu penuh sesak peristiwa.

Jadi, apa rencanamu berikutnya?

Yang jelas, untuk memikirkan semua hal di atas. "saat ini", belum ranah kita. Kita masih dalam batasan cukup mengikuti dan menunjukkan rasa prihatin. Kemarin Us Dian sempat berencana mengadopsi koala, untuk menyelamatkan koala itu dari kebakaran di Aussie. Tetapi aku tidak memiliki keinginan yang sama, Aussie sudah cukup kaya, jadi kualihkan dananya untuk keperluan lain.
Sementara banjir di Jakarta, seharusnya aku membantu. Tetapi entah kenapa aku tidak juga bergerak. Apa aku terlalu apatis? Entahlah. Jika iya, aku patut bersedih karena telah menjadi apatis. Jika Gus Dur muda hidup di jaman ini, Beliau mungkin sudah melakukan banyak hal. Tetapi aku di usia ini, tetap bukan siapa-siapa, dan selalu sibuk dengan duniaku sendiri.

Akhir-akhir ini, di luar hal-hal besar tadi, aku sibuk sekali memikirkan ke mana kaki harus melangkah. Dulu, aku berjalan cukup mengikuti alur. berjalan saja. ke manapun, asal masih ada penunjuk arah, aku akan berjalan. Tetapi sekarang, aku merasa aku masih belum memutuskan apapun.

Sepuluh tahun ke depan, duapuluh tahun ke depan, apa aku akan tetap seperti ini? Apa aku akan tetap tinggal dan melakukan hal yang sama setiap harinya? Betapa menakutkannya menjadi tua dengan rutinitas yang selalu sama dan dihantui deadline yang itu-itu saja.
Dulu waktu mondok, aku bepikir, betapa menyenangkannya hidup di tengah-tengah santri. Melihat merkea ngaji kitab kuning setiap pagi dan sore. Mendengar bacaan Quran dan sholawat setiap hari. dan saling berkirim doa agar keberkahan senantiasa meliputi. Karena entah, di dunia yang sibuk ini, hidup dalam lingkungan pesantren selalu terasa meneduhkan. Ada sesuatu di sana, yang tidak bisa dinalar dengan logika. Dan ada ketentraman, yang sulit dijelaskan. Meski tak dipungkiri, yang namanya gejolak sudan tentu ada. Kendati demikian, dengan segala gejolaknya, pesantren tetap terasa meneduhkan.

Barangkali, itu juga yang menjadi alasan Bapak mendirikan yayasan ini, dan ingin disemayamkan di komplek sekolah ini, Ba. Jika memiliki kesempatan yang sama, akupun ingin seperti itu - setelah meninggal, masih banyak orang yang mendoakan.

Tetapi apapun yang telah menunggu di depan, itu bukan wewenang kita kan, Ba? Kata Bapak, manusia boleh merencanakan, tetapi Allah yang menentukan. Asal kita mendahulukan kepentingan Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhan kita.

Dan kau tahu kan, Ba? untuk sampai ke tahap mendahulukan kepentingan Allah - rasanya masih perlu banyak latihan. Mungkin pelan-pelan. Sambil berjalan. Kita bisa mulai belajar memaafkan dan mengikhlaskan dulu. Nanti naik tingkat lagi. Karena terkadang, kita sudah cukup menguasai konsep, tetap praktik - entah kenapa tidak juga bisa dilakukan. Apakah yang seperti itu cuma aku? atau kecenderungan manusia memang begitu?

Entahlah.

Mari kita berdoa saja, semoga kita selalu dianugerahi kemampuan untuk istiqomah dalam kebaikan. Semoga hati kita cukup lapang, untuk dapat senantiasa memaafkan. Dan semoga, kita diberi rizqi teman-teman yang baik, yang bisa saling mengingatkan dalam ketaqwaan. Aamiin.





0 comments:

Post a Comment