Tentang Perjalanan




Pagi ini aku menyapamu kembali.
Aku berharap harimu akan lebih baik daripada yang telah terlewat kemarin. Di sini, semua masih sama. Tidak ada yang berubah, kecuali hari yang lebih banyak dihiasi hujan, daripada curah matahari.

Aku bersyukur, karena setelah lama menunggu, akhirnya hujan turun. Deras. Dan alhamdulillah tidak banjir. Sedih sekali, bahwasannya saudara kita, di sisi barat sana harus mengalami hari yang tidak menyenangkan karena banjir bandang.

Perasaan sedih yang sama, karena saudara kita, Jendral Qaseem Sulaiman meninggal karena ulah Donald Trump. Aku tidak berani berkata terlalu banyak karena aku belum mendalami perihal Trump dan Jendral Sulaiman. Tetapi yang aku tahu, Jendral Sulaiman tentu bukan kelompok ISIS, justru Beliaulah yang memerangi ISIS. Dan Trump, dengan alibi kejinya, justru menuduh Beliau adalah bagian dari ISIS. Padahal kita tahu, ISIS berkolaborasi dengan siapa. Kelompok teroris itu dibiayai siapa. Sangat disayangkan, di zaman yang katanya keadilan ditegakkan, tapi masih ada kesemena-menaan di negara yang merdeka. Oleh negara yang katanya adikuasa.

Ba,
Kuanggap kau bukan anak muda yang tidak tahu apa-apa. Aku yakin kau telah mempelajari banyak hal. Mengetahui banyak hal. Dan aku yakin kau juga tahu; semakin kita belajar, maka semakin kita akan merasa bahwa kita tidak tahu apa-apa. Semesta ini luas Ba, jika kita mengorek lebih dalam tentang rahasianya, maka kita akan dibuat semakin penasaran dengan lebih banyak hal. Jika kita menyelam kian dalam, maka akan lebih banyak makhluk laut yang membuat kita semakin merasa kecil, dibanding jika kita hanya melihat dari permukaan.

Jadi, karena kau bukan bocah, yang cukup berbahagia dengan berlarian ke sana dan ke mari, maka aku ingin bercerita banyak hal denganmu.

Kau tahu, Aku membenci perbuatan Trump. Aku tidak pernah suka orang itu semenjak ia tampil orasi for the election. Hanya rasa tidak suka yang tidak memiliki dasar. Bagiku wajahnya m...m :D. Mungkin itu saja alasannya. Tidak berdasar kan?

Kita bisa membayangkan, betapa pedihnya hati rakyat Iran. Dan lagi, seorang jendral dibunuh ketika ia tengah menjadi tamu istimewa sebuah negara yang merdeka, adalah sebuah tindakan yang menjatuhkan harkat dan martabat negara.

Tapi jika kita melihat dengan kacamata lain, Ba..
Misalnya, jika kita melihat dengan pemahaman bahwa dunia ini memang sudah diNash untuk terjadi huru-hara sampai pada hari akhir nanti. Kau paham maksudku?
Biar kuperjelas,

Di SD kita tentu pernah belajar, bahwa agama Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu yang paling benar, yakni ahlus sunnah wal jama’ah. Sampai saat ini, banyak sekali golongan yang mengaku sebagai ahlus sunnah wal jama’ah. Dan bahkan kitapun, sebagai warga Nahdliyyin, mengaku sebagai ahlus sunnah. Itu wajar kan, Ba. Setidaknya banyak dari pendahulu kita telah berijtihad untuk merumuskan konsep ahlus sunnah itu sendiri, dan menerapkannya dalam organisasi yang sekarang kita ikuti.
Yang jelas kita berpegang pada Al Quran dan hadits. Yang jelas cara kita berpegang tidak letterlijk dan kaku, tetapi lentur dan mengambil intisari. Ibaratnya sebuah kelapa, kita tidak terpaku pada serabut atau kelapanya saja, tetapi kita memeras santannya juga.

Nah, Ba. Kita sudah diajari bahwa golongan akan terpecah. Itu artinya sebuah Nash bahwa dunia memang tempat kebaikan dan keburukan bersatu.

Firman Allah dalam Al Quran, kita diciptakan berpasang-pasangan. Azwaajaa. Laki-laki dengan perempuan. Siang dan malam. Hitam dan putih. Semuanya saling melengkapi. Begitu pula keburukan bagi kebaikan. Ia melengkapi. Meski keburukan atau kejahatan rasanya tidak enak didengar.

Jadi kalau kita melihat dari Nashnya, bagaimanapun, Trump sedang mendapat peran menjadi manusia jahat. Jahat menurut beberapa pihak. Beruntung dan bersyukur sekali kita, jika memiliki peran sebagai orang baik.

Dulu, ada anak turunnya Muawiyah yang memenggal kepala keturunan Rasulullah di Padang Karbala, kita tentu bisa merasakan betapa sakitnya dan pedihnya, juga memikirkan betapa kurang ajarnya perbuatan itu. Tetapi tentu itu semua sudah menjadi ketetapan Allah. Jika Allah berkenan, Allah bisa saja membuat jalan ceritanya menjadi lain. Setidaknya ada hikmah, karena pembantaian itu, akhirnya dzurriyah Rasulullah saat ini banyak yang hidup di negara kita. Kita juga bisa mengambil pelajaran dari apa yang telah berlalu. Sambil sekuat hati, berdoa dan mengusahakan, agar kita dianugerahi kebaikan dan keistiqomahan dalam kebaikan.

Ceritanya kita usaikan di sini dulu ya, Ba. Besok kita bercerita lagi. Cerita yang lain, tentang perjalanan.


0 comments:

Post a Comment