Bukankah kita bersyukur?
Bahwa di dunia ini Allah menciptakan makhluk bernama cinta. Cinta tak bernafas dan tak bergerak. Karena ia bukan makhluk hidup. Tetapi ia menghidupkan. Ia tak kuat dan tak bisa dilihat seperti air atau api. Tetapi ia menguatkan.
Dengan cinta, seorang ibu rela sembilan bulan kesusahan mengandung - kesakitan melahirkan. Dengan cinta, Allah menurunkan hujan, membasahi bumi yang kering, menghidupkan rerumputan juga pepohonan. Dengan cinta, manusia bisa saling mengasihi, menghargai, dan menjaga.
Dunia tanpa cinta adalah dunia hampa.
Ketika kita sedang di ujung batas, patah dan menyerah, keberadaan cinta dapat membuat kita bangkit kembali. Tangan-tangan di sekeliling kita, yang mendekap, meski hanya satu dua, dengan ajaibnya mampu menguatkan dan menghidupkan lagi semangat yang pernah terkikis habis.
Karena cinta, Nabi kita, Muhammad saw, tiada henti-hentinya mendoakan kita, ummatnya, bahkan sampai akhir hayatnya. Meski tiada perjumpaan dhohir dengan Rasulullah yang mulia itu, kita tahu, bahwa cinta Beliau selalu ada untuk kita.
Allah Maha Mencintai. Rasulullah penuh kasih. Maka, kitapun harus demikian. Menjadi makhluk yang senantiasa mencintai dan mengasihi, kepada semua makhluk di muka bumi. Kepada manusia. Kepada alam. Kepada binatang, dan tumbuhan.
Hanya saja kita harus ingat, bahwa cinta tidak diciptakan sendirian. Ada benci yang menyeimbangi. Sebagaimana hitam menjadi penyempurna putih. Maka benci melengkapi cinta. Kita anggap saja, tanpa benci, kehidupan di dunia ini akan menjadi tidak berwarna. Monoton dan itu itu saja.
Tetapi bukan berarti kita harus membenci. Diciptakannya benci sebagai penyempurna, membuat kita mengerti, bahwa kita tidak akan pernah bisa lepas dari makhluk itu, seperti kita tidak bisa lepas dari cinta.
Menyadarinya membuat kita dapat memaklumi, bahwasannya sebaik dan sebenar apapun manusia, pasti tetap akan ada yang membenci. Tidak usah jauh-jauh. Lihat saja Rasulullah saw. Siapa yang menyangsikan kesempurnaan akhlaq Beliau? yang bahkan kepada orang yang memusuhi, Beliau tetap memaafkan dan mengasihi. Keindahan akhlaq Rasulullah sudah tidak diragukan lagi, tetapi meski begitu, ternyata masih banyak orang yang membenci dan memusuhi.
Jadi, tidak usah khawatir jika tidak disukai. Tak perlu risau jika dibenci. Kadang-kadang memang kita cuma perlu fokus pada cinta yang ada di sekeliling kita. Karena terpaku pada kebencian, hanya akan menghabiskan tenaga. Membuang waktu sia-sia. Sama halnya dengan membenci. Ia terlalu menguras energi. Dan membuat hidup menjadi banyak kehilangan arti.
0 comments:
Post a Comment