23 Januari 2020
Satu tahun enam bulan empat belas hari, sejak pertama kali aku menjadi bagian dari tempat ini. Waktu itu tiada hal lain kecuali rasa syukur dan kebahagiaan - karena setelah 6 bulan menganggur, akhirnya aku officially bekerja. Awalnya sempat dibingungkan dengan dua pilihan. Apakah harus memasuki lembaga sebelah atau lembaga ini.
Lembaga sebelah menerimaku satu minggu setelah tes yang pertama dan satu-satunya. Tes yang hanya sekali itu sudah mencakup semuanya: Tes tulis, wawancara, dan Baca Quran, jadi aku tidak perlu berkali-kali datang. Sepulang tes dari lembaga sebelah, I felt the happiness, karena aku merasa disambut dengan baik oleh direktur yayasan yang mewawancaraiku - Pak Muadzin. Rasanya aku menemukan frekuensi yang sama, kecuali bagian wawancara tentang gejolak politik di Jakarta yang menyangkut Ahok. Kami sedikit berbeda mengenai konsep politisasi agama dan berpolitik dengan agama. Bagiku, politisasi agama adalah memanfaatkan agama sebagai topeng untuk mencapai tujuan politik. Dan berpolitik dengan agama artinya melakukan kegiatan politik dengan sedikit-banyak berlandaskan nilai-nilai yang ada pada agama. Tentu saja, politisasi agama bagiku bukan hal baik. Seperti halnya Ahok, yang menjadi korban dari praktik itu.
Tetapi secara keseluruhan, aku menyukai wawancaranya yang mengesankan bahwa Pak Muadzin sudah sangat menyukaiku, dan akupun siap bekerja di sana dengan sepenuh hati.
Hari senin setelah pemberitahuan diterima, aku diminta untuk datang di kantor yayasan sebelah. Ketika itu aku masih bimbang dengan keputusan yang akan kuambil. Bapak, setelah awalnya meridhoi, tiba-tiba berubah pikiran. Aku tidak diberi izin untuk menjadi bagian yayasan itu. Dengan alasan-alasan yang aku tahu pasti. Aku mencoba meyakinkan Beliau bahwa dasarku sudah cukup kuat, jadi aku tidak akan terbawa arus. Aku sudah punya benteng sendiri, dan aku tidak mungkin lepas dari nilai-nilai yang selama ini kupegang. Tetapi Bapak masih kukuh. Beliau menyarankan aku untuk memasuki lembaga lain.
Akhirnya di Hari Senin yang disepakati, aku tetap datang ke Yayasan sebelah. Menemui Pak Muadzin. Dengan sangat menyesal kukatakan bahwa aku tidak jadi memasuki lembaga itu. Tidak di SMAnya, tidak juga di mahadnya. Alasan-alasan kuberikan. Beliaupun memahami dan mengatakan, "Hal seperti ini memang sering terjadi. Kami memaklumi."
Aku merasa sangat tidak enak, juga kepada tetangga yang telah membantuku menaruh lamaran di yayasan itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku juga harus mengikuti kata orangtua. Dan mengambil keputusan.
Aku kembali dilanda kegundahan. Waktu itu, lamaran yang sudah hampir 1 bulan kumasukkan di lembaga yang sekarang kutempati tidak kunjung membuahkan hasil. Aku tidak juga dipanggil. Sepertinya memang tidak ada tempat.
Sampai suatu malam, Bapak mendapat telepon dari seseorang. Beliau diminta untuk datang ke suatu tempat. Kemudian Beliau menanyaiku perihal lamaran yang kutaruh. Aku tidak tahu bagaimana.
Beberapa hari kemudian, di Jumat Barokah, aku mendapat panggilan untuk tes tulis, satu minggu berikutnya tes wawancara dan baca quran, satu minggu berikutnya Microteaching di SMA, satu minggu setelahnya Microteaching di SD, dan satu minggu setelahnya wawancara lagi dengan orang Mahad. Total waktu tes di lembaga ini adalah 5 Minggu. Jujur saja itu melelahkan. Aku sempat berpikir, What kind of place I would be sampai tesnya sebegitu panjang dan belibet. Terlebih setelah wawancara terakhir dengan Mahad, rasanya aku sudah membulatkan niat untuk batal masuk di lembaga ini. Kesannya sungguh tidak menyenangkan. Dan rasanya aku tidak diharapkan untuk menjadi bagian.
Cukup lama sampai aku menerima informasi bahwa aku diterima. Satu minggu setelah lebaran Tahun 2018. Akhirnya proses panjang itu selesai. 9 Juli 2018 aku resmi menjadi keluarga lembaga ini.
Dan sekarang ..
Baru langkah awal, tapi aku sudah mulai kehilangan arah. Entah bagaimana tekad tidak sekuat dulu. Entah bagaimana banyak hal kecil yang dulu bisa dengan mudah lewat, sekarang terasa sangat menganggu. Mungkin aku perlu duduk sebentar, atau lebih baik keluar?
Aku bimbang antara menjadi anak muda yang setia pada tempat ia berada, atau logis dengan mengambil kesempatan yang lain. Entahlah. Aku masih ingin duduk dulu. Mempertimbangkan lagi. Antara tetap berada di sini atau melangkah pergi.
Semoga segera ada titik terang. Tetap berada di sini atau tidak, itu urusan nanti. Biarkan kaki melangkah dulu. Biarkan mata melihat dan telinga mendengar lebih banyak dulu. Kuat ya Kak. Jangan dulu patah. Kita cuma perlu berbenah dan menata langkah ^^
0 comments:
Post a Comment