Ket: Gambar bukan milik pribadi
16 November 2019
Sore yang
cerah. Belakangan, Tuban terasa sedikit panas. Sudah musim hujan. Tetapi yang
terasa baru suasana sendunya. Sementara hujan sampai saat ini belum juga turun.
Hari ini Sabtu,
hari ke 16 bulan November.
Siang tadi,
berkesempatan menghadiri pernikahan kesayangan kami, Mira dan
Ab. Pernikahannya meriah sekali. Kemarin, di hari yang sama, juga
menghadiri pernikahan mbaa Dinta dan Mas Udin.
Akan banyak
undangan pernikahan di bulan ini dan bulan depan. Dan pertanyaan, kamu kapan?
Akan semakin banyak berdatangan.
Sebenarnya,
pernikahan memang bukan persoalan siapa lebih dulu atau persoalan usia, tetapi
lebih pada kesiapan dan niat untuk membangun rumah tangga lillahi ta’ala.
Tetapi
akhir-akhir ini, pernikahan bagiku seperti sebuah tuntutan. You are 25 and
you are getting older, so you have to marry soon. Look at your friend, they are
no more a girl but a woman with husband and children.
Well,
persoalannya sekarang adalah aku diburu usia.
Sebenarnya
tidak juga. Aku tidak terlalu gugup dengan usia. Jauh dalam lubuk hati, akupun
ingin membina rumah tangga bersama seseorang yang telah ditetapkan oleh Allah
untukku. Untuk menjadi penyempurna separuh iman. Untuk menemani perjalanan di sisa
umur yang sudah semakin berkurang.
Tetapi, aku
belum juga dapat melabuhkan hati pada seseorang. Aku belum juga mampu
meyakinkan diri untuk menerima seseorang.
Aku justru
mendapati diriku jatuh hati pada seseorang, yang menurutku, aku tidak harus hati kepadanya. Laki-laki yang usianya baru 19 dan akan
menjadi 20 tiga bulan lagi. Aku justru terlalu banyak berangan-angan tentang dia, bagaimana jika kita bersama, bagaimana kita akan
meyakinkan kedua orang tua kita, dan bagaimana kita akan saling menguatkan
dalam setiap kondisi.
Apa perasaanku
tepat?
Apa
angan-anganku tepat?
Aku tidak tahu. Entah kenapa aku sangat yakin perasaan itu tidak benar.
Benar memang,
aku sangat menyukai dia, menyukai apa
saja yang dia lakukan, menyukai bagaimana dia menjadi dirinya sendiri. Tetapi
rasa suka saja tidak bisa menjadi alasan yang kuat untuk menikah.
Pertanyaan-pertanyaan
ini sangat menggangguku.
Bagaimana jika dia ternyata menertawakanku karena aku jatuh hati kepadanya?
Seperti aku
tidak tahu diri saja.
Bagaimana jika
ternyata dia sudah memiliki seseorang dalam hatinya?
Ah, betapa
bodohnya aku.
Orang-orang
selalu berkata, seseorang seperti dia pasti kelak menikah
dengan perempuan luar
biasa. Tidak mungkin dia mendapatkan orang yang biasa-biasa saja. Lalu aku sadar diri, aku hanya
perempuan biasa yang lebih tua darinya.
Pada akhirnya
aku hanya bisa berserah.
Allah lebih berhak atas apapun. Mendekatkan atau
menjauhkan. Menyatukan atau memisahkan. Allah lebih berhak.
Sebagai hamba,
aku ridho dengan segala ketetapanNya. Tidak mungkin Allah akan mendholimi
hambaNya. Tidak mungkin Allah memilihkan jalan yang buruk untuk hambaNya. Jadi, entah itu dia atau orang lain, yang kelak kuiringi
berjalan, itu bukan masalah lagi. Aku ridho dengan segala keputusan Allah.
La Haula wa Laa
Quwwata Illa Billah.
0 comments:
Post a Comment