(SUROSO 13) SETIAP YANG BERNYAWA AKAN TIADA

Zona X masih berkabung. Kantor cabang PBB yang terbakar masih mengepulkan asap samar-samar. Sudah mendekati waktu subuh tetapi tidak ada yang kembali terlelap meski kantuk mendera. Sementara para anggota keamanan sedang berpatroli keliling, Nuha dan rekan-rekan jurnalisnya tetap berada di kamp darurat. Mereka tak diperbolehkan kemanapun sampai situasi aman, terutama yang bertampang bule. Lindsey sempat menolak untuk tinggal di kamp, tetapi dia tetap tidak bisa pergi kemanapun.
Bagaimanapun, menurut Lindsey, sudah pekerjaan jurnalis untuk menerima segala resiko yang ada di lapangan. Termasuk jika ada kecelakaan yang kemudian mengancam jiwa, seperti halnya yang dialami Sander.
“Seharusnya aku sudah di lapangan.“ gerutunya dalam inggris yang kental.
“Sudahlah Lindsey. Stay put. Kita cuma satu punya nyawa dan tidak bijak menggunkannya sembarangan. Saya tidak mau kejadian yang menimpa Sander terjadi padamu juga. I beg you. Please.“ Nuha berkata dingin. Dia duduk di antara rekan-rekannya.
Nuha masih sangat terpukul atas kematian Sander. Baru kemarin dia berbicara dengan Sander, melihat setiap tingkah polahnya yang kadang-kang membuat perut geli, dan berbagi banyak hal tentang kehidupan yang meresahkan. Baru tadi malam juga, ia melihat laki-laki itu tersenyum dan berkata akan segera kembali, tetapi pagi ini Sander telah pergi begitu saja. Meninggalkan luka. Nuha masih sangat tidak percaya bahwa orang terdekatnya itu sudah tidak dapat lagi dijumpainya.
Nuha memang mengerti bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, tetapi ia tidak pernah bisa mengerti jikalau kematian aka selalu sesakit itu. Tidak peduli seberapa kalipun mengalaminya. Tidak peduli betapapun pasrah atau siapnya. Kematian selalu meninggalkan luka yang dalam dan rindu yang tak pernah bisa diobati.
“I am begging, Lindsey.“ Nuha berujar lagi. Pelan, tapi dalam. Sesekali air matanya jatuh dan segera diusapnya.
Lindsey tidak berkata apa-apa lagi. Perempuan berambut blonde itu tidak ingin ada perdebatan antara dirinya dan Nuha. Selain itu, yang diucapkan Nuha tidak sepenuhnya salah meski cukup berlawanan dengan keinginannya.
Dalam waktu menunggu yang sama sekali tidak menyenangkan itu, mereka akhirnya memutuskan untuk berbagi informasi yang telah mereka dapatkan tentang perkembangan perkara. Mereka sepakat untuk tidak membicarkan tentang Sander. Akan terlalu menyakitkan dan membuat trauma. Sepertinya memang lebih baik jika mereka hanya menyimpan rasa kehilangan itu di hati mereka masing-masing. Karena tidak baik terlihat lemah. Tidak baik terlihat rapuh, meski sebenarnya hati sedang patah-patahnya.
“Baiklah. Kita sepakat menulis ini untuk dijadikan berita di media kita masing-masing. Secara jujur dan apa adanya. Kita patut membiarkan dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi.“ Aji menegaskan di akhir diskusi mereka.
Semuanya mengangguk. Sepakat.


***

0 comments:

Post a Comment