Selasa, Awal September 2000
Ibu kota selalu menjadi kawasan yang sibuk. Ia tak pernah absen
dari para urban yang setiap lebaran usai – berdatangan seperti jamur di musim
hujan. Sebagian dari mereka tak memiliki perbekalan cukup sehingga ketika tiba
di Jakarta terkatung-katung dan tak memiliki tujuan jelas.
Lain lagi dengan yang sudah terkoneksi dengan orang-orang tertentu,
mereka akan dapat bertahan hidup dengan kehidupan ibu kota yang hedon dan
memiliki pekerjaan mapan. Hanya satu hal yang perlu mereka hadapi, persaingan
yang ketat dan lingkungan kerja yang berpotensi saling menjatuhkan. Lingkungan
kerja seperti itu yang dihadapi hampir oleh semua orang. Terlebih orang-orang
yang memilih berada dalam lingkaran politik,
“Tidak ada lawan ataupan kawan, yang ada hanya kepentingan abadi.“
“Apa benar demikian?“
“Mari kita lihat saja.“
“Lalu apa kita bukan kawan?“
“Bukan. Kita adalah kepentingan yang saling mementingkan.“
“Itu terdengar baik.“
Dua orang paruh baya yang terhubung lewat telepon seluler itu
terkekeh.
“Bagaimana keluarga di Solo?“
“Alhamdulillah. Kami semua sehat.“
“Senang mendengarnya“
“Semoga keluarga di Jakarta juga demikian.“
“Diah dan anak-anak semuanya sehat dan dalam keadaan baik“
“Syukurlah. Apa kepala negara sangat longgar sehingga bisa
bertelepon selama ini?“
Terdengar gelak tawa di telepon, “Saya lebih khawatir pembicaraan
kita yang tidak penting ini disadap daripada mengkhawatirkan waktu longgar.“
“Baiklah. Mari kita tutup telepon sebelum kekhawatiranmu terjadi.“
Setelah menjawab salam, Suroso meletakkan ponsel di atas meja
kerjanya yang penuh buku. Ia memutar kursi kerjanya ke samping kanan dan kiri. Sudah
lama sekali ia tidak berjumpa dengan Harun, sahabat karibnya yang lebih memilih
berkecimpung di dunia sastra daripada terjun ke politik praktis.
“Aku tidak bisa menari dengan baik di panggung politik. Bisa saja
sekali melangkah aku langsung tersandung dan jatuh. Biarlah itu menjadi
porsimu. Aku di sini saja. Menjalani kedamaian bersama kitab-kitab kuning dan
puisi-puisiku.“ Ucap Harun kepada Suroso 32 tahun silam.
Ketika itu mereka berdua adalah mahasiswa Universitas Baghdad yang tengah
asyik menyeduh kopi di pinggiran sungai Tigris. Sungai yang mengalir dari
Pengunungan Taurus di bagian timur Turki itu selalu menjadi rujukan bagi para
mahasiswa atau seniman di Baghdad untuk berkumpul, mengadakan diskusi-diskusi
intelektual. Kedai-kedai kopi di sepanjang sungai Trigis menawarkan akomodasi
yang mendukung mereka untuk selalu datang di malam hari. Terlebih, pantulan
cahaya rembulan di atas beriak air sungai yang membias menjadikan pinggiran
sungai Tigris adalah tempat yang indah untuk dikunjungi dan patut dirindukan.
“Katakan padaku Run, apa sastra selalu lebih menentramkan dari
politik?“ Suroso bergumam seorang diri. Ia tidak membutuhkan jawaban, ia hanya
merindukan sahabatnya itu. Percakapan di telepon yang rutin mereka lakukan
tidak cukup untuk memutuskan kerinduan.
“Rindu adalah hukumanku karena memiliki sahabat sepertimu Sur, yang
sibuk sendiri dan selalu dirisaukan urusan kemanusiaan sampai lupa makan.“
Suroso tertawa mengingat ucapan Harun.
Pukul 9 lebih 27. Seorang staf memasuki kantor Suroso, mengatakan
bahwa Rabu besok presiden ada jadwal layatan ke New York untuk menghadiri
Pertemuan Puncak Millenium.
“Tiket pesawat dipesan jam 11.30. Mobil dinas sudah siap, tinggal menunggu
instruksi Anda untuk berangkat.“ ucap si staf laki-laki bertubuh jangkung yang
mengenakan seragam hitam.
“Yasudah, ayo berangkat. Saya sudah siap. Siapa lagi yang perlu
ditunggu“
Mobil RI 1 segera melaju ke
Bandara Soekarno Hatta. Dalam layatan kali ini, Suroso mengajak Ferdinand dan
Menteri Luar Negeri –Malik Syadzili– untuk turut serta.
“Ada banyak yang bisa kau tuliskan dari pertemuan nanti Fer“
“Tentu saja Gus. Saya tidak akan melewatkan apapun“
“Kau harus memastikan itu.“
“Tidak usah khawatir Gus, kita tau kredibilitas Ferdinand. “ Malik
ikut menyahut. Rombongan itu tertawa.
Beberapa menit
berikutnya, Suroso dan rombongannya sudah duduk di kursi pesawat. Mendengarkan
instruksi pramugari tentang safety flight dan terbang menuju Dubai
International Airport.
0 comments:
Post a Comment