Meramu

MERDABA ~ Meramu Damai Bersama

SASTRA

Goresan Tinta Cerpen dan Puisi

BOOK CORNER

Temukan Rekomendasi dan Review Buku dari Meramu.com

SEPUTAR ISLAM

Artikel Seputar Islam.

Biology Corner

Belajar Biologi Bersama

TIada Daya dan Upaya

Tuhan, kau membuat kisah ini indah. Kau mengantarkanku kepada dia. Membuatku mengenal dia dari sekian manusia. Aku bersyukur, bahwa dia adalah orang yang membuat hati ini bergetar. Meski terkadang, getaran saja tak cukup untuk dapat berjalan bersandingan. Tuhan, meskipun demikian, aku tetap bersyukur bahwa yang kupandang adalah dia yang dapat aku ajak bicara dan bertemu, lagi dan lagi.

Tetapi aku tidak tahu bagaimana seharusnya perasaan ini dihadapi. Hanya Engkau yang sepenuhnya mengerti. Maka aku berserah kepadaMu. Seutuhnya.

Tiada daya dan upaya kecuali milik Allah swt.

Kau Tahu, Kita Dianugerahi Kemampuan Untuk Selalu Mengerti

29122019

Menjelang akhir tahun. Malam yang syahdu seperti biasa. Jika ada beda, mungkin itu hanya hari dan tanggal. Waktu yang berlalu. Serta kenangan yang tersimpan dengan rapi, dan utuh. Banyak hal telah terlalui. Banyak pelajaran dapat diambil dari setiap langkah yang ditempuh. Tetapi tetap saja, perihal memutuskan, bagi manusia yang dipenuhi kebimbangan, adalah hal yang tidak mudah.

Aku sering mendengar orang-orang berkata, jika sudah waktunya - pasti akan ada jalan. dan aku percaya itu, sepenuhnya. Bahkan Allah telah berjanji dalam salah satu surat Al Quran, bahwa jika kita berdoa, Dia akan mengabulkan. Entah dengan jalan bagaimana, entah dalam perwujudan seperti apa. Oleh karena itu, jika Allah telah berjanji, maka apakah ada lagi hal yang perlu kita sangsikan?

Tentu, tidak ada! seharusnya tidak ada!

Hanya saja, sudah menjadi fitrah manusia untuk menjadi sedih ketika menemui luka. Fitrah yang sama, bahwa manusia akan berbahagia jika menemukan sesuatu yang indah. Juga fitrah manusia, untuk merasa khawatir dan mulai takut, jika sesuatu yang sedang diharap-harapkan tidak kunjung datang. Itu sudah fitrah.

Dan fitrah itu membuat kehidupan menjadi sempurna. Meski terkadang, proses menunggunya - jatuh bangunnya - waswasnya, membuat kita tidak karuan. Dipenuhi keraguan dan ketidakpastian.

Begitu juga dalam mencintai. Karena cinta adalah sesuatu yang tumbuh dalam hati. Dan karena hati adalah ciptaan yang begitu abstrak, kita tidak dapat selalu memastikan apa yang dirasakan seseorang. Kita tidak cukup mampu memahami isi hati seseorang hanya dengan melihat matanya, mengamati gerak-geriknya. Kalaupun kita, sebenar-benarnya, dapat membaca dan melihat dari gerak-gerik dan tapapan itu, kita belum tentu dapat bebas dari ketakutan kita. Lalu paling aman, agar kita tak memberi harapan pada hati kita, kita akan lebih memilih untuk percaya bahwa rasa itu tidak menemui frekuensi yang sama.

Kadang, mencintai memang membuat kita sefrustasi itu. Rasa rindunya memenuhi dada. Tapi tak layak diungkapkan. Getarannya jelas terasa, tapi tak dapat disalurkan. Kadang, hidup memang tak cukup hanya dijalani atas dasar cinta. Kenapa? Karena kita tahu, betapa banyak cinta yang mudah datang lalu pergi. Tentu itu jika kita tidak pandai menjaganya. Jika cinta itu benar-benar kita rawat seperti tanaman, kita siram dan pupuk setiap hari, kita jaga dengan sepenuh hati, maka cinta itupun dapat selalu utuh. Insyaallah.

Yang jelas, mencintai manusia adalah hak manusia. Tetapi bersama dengan orang yang dicintai, itu wewenang Allah untuk menentukan. Suatu ketika, barangkali kita pernah sangat mencintai seseorang, sangat sangat mencintai, tetapi ternyata Allah tidak berkenan menyatukan kita dengan seseorang itu. Lalu kita bisa apa?

Tentu saja menerima, sambil melatih hati untuk ikhlas menerima setiap ketetapan yang telah ditentukan olehNya. karena sungguh, bisa jadi kita menyukai sesuatu, tetapi ia tidak baik untuk kita. Bisa jadi kita membenci sesuatu, tetapi justru ia adalah baik untuk kita. Atas itu semua, hanya Allah swt yang tahu.

Percaya saja, jika kita mengikuti alurNya, dengan penuh ridho, maka insyaallah hal-hal baik akan mendatangi kita. Insyaallah.


Hello Tuban (1)

It is an evening. In a little town, Tuban. If you are not Indonesian, I am not so sure you will know my hometown. or If you are not an indigenous of East Java, I am also not so sure that you will know this small town.

Well, Tuban is not well-known anyway. But behind it's unpopularity, Tuban saved a lot of history in previous time. Particularly histories that relate to "Wali". Wali is a term used to denote a person or people with privilege. We often say it Waliyullah, people who are called waliyullah are highly believed has authority of God. In global term, maybe you will familiar to call Wali with the name Muslim Saint or Holy Person.

Formerly, Tuban was part of Majapahit, one of great Kingdom in it's time. Tuban was also the very first key of how Islam entering Indonesia. Maybe you have heard the name of Syekh Subakir a.k.a Sayyid Syamsuddin Al Bakir Al Farsi, He was the man behind the success of Islam's spreading in Indonesia. 

At the time, Indonesia - especially Java was dominated by spirits. The most famous one of that spirits is Sabda Paloh Naya Genggong.

I do sorry, tonight, this introduction is enough. We will see you again with story of how Sabda Paloh and Syekh Subakir interacted and then the interaction between the two of them eventually affected Javanese culture nowadays. See you so soon ^^

Gapapa, Setiap Sakit Ada Obatnya



Suatu hari, ktia pernah merasa sangat jenuh. Dengan sesuatu yang telah mati-matian kita perjuangkan, tapi tidak membuahkan hasil. Dengan sakit yang sudah sekuat tenaga kita carikan obat, tetapi tidak kunjung sembuh.

Ada masa di mana kita merasa sangat lelah dengan segala sesuatunya. Hidup menjadi sedikit kehilangan makna. Memandang ke arah yang sama, tetapi tidak ada lagi warna di sana. Sepertinya, di saat itu, tidak ada hal lain yang ingin kita lakukan kecuali berhenti. Mengulang semua dari awal tidak mungkin. Jadi pilihan yang kita miliki hanyalah berhenti.

Jika kita ada masa itu.. coba. Coba besok, pagi hari ketika matahari mulai muncul dari timur lagi, mari kita pergi keluar. Lebih awal lebih baik. Setelah sholat shubuh dan berdzikir sebentar, kita bisa mulai pergi keluar. ke tempat-tempat di mana di sana dapat kau temukan ciptaan Tuhan. Alam yang membentang, gunung yang tinggi, sawah yang hijau, atau laut yang luas. Kita bisa ke mana saja.

Sambil menunggu matahari muncul, kita bisa berlari ke sana kemari.  Tertawa-tawa sendiri. sekedar melepas penat yang beberapa waktu terakhir membuat hati tidak nyaman. Setelahnya, jika matahari belum juga muncul, kita bisa merenungkan sesuatu, untuk membuat kita mengerti - barangkali ada pesan terselip di balik sesuatu yang tidak menyenangkan akhir-akhir ini.

Setelah itu, aku yakin matahari akan keluar. Pelan-pelan. dari timur.
Setiap pagi matahari selalu begitu. dan ia tidak pernah penat. Ia menjadi perantara bagi kehidupan di dunia. Sinarnya membantu daun berfotosintesis. Membuat tanaman tumbuh tinggi dan subur. Membuat pakaian kita kering. Dan membantu tubuh kita memproduksi vitamin D.

Telah sebegitu banyaknya peran matahari bagi kita. Dan matahari tidak pernah mengeluh jika suatu ketika kita menggerutu bukan main karena panasnya membuat kulit kita menjadi gelap. atau teriknya membuat kita enggan keluar.

Begitu juga Tuhan kita, tidak sesuatupun di muka bumi ini berjalan tanpa ada campur tanganNya. Anugerahnya atas kita luar biasa. dan Dia tidak pernah berhenti mencurahkan anugerah itu meski seringkali kita berjalan menjauh dariNya, melupakanNya, dan lalai akan kewajiban kita.

Coba, setelah matahari keluar, mari kita rebahan sebentar. Kita bisa berbaring di jalan beraspal, atau di atas rerumputan. Lalu memandang langit yang jika tidak mendung, pasti berwarna biru muda. cerah. Siapa tahu, dengan begitu kita bisa menata kembali langkah yang mulai memudar, menguatkan kembali jiwa yang telah perlahan merapuh.
'
Ingatlah diri,
KeMahaan Allah itu nyata.
Jika memang yang kau rasakan adalah hal-hal pahit, percayalah bahwa di bailk itu semua tersimpan hikmah yang baik. Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hambaNya. Tugas kita, manusia, cukup berbaik sangka. Setelah mengusahakan yang terbaik, Melangitkan yang terbaik, apa lagi yang perlu kita lakukan kecuali berpasrah?

Jadi tidak papa, tidak papa sakit dulu, tidak papa jatuh dulu, jika kita tetap mau berusaha, insyaallah kita akan menemukan jalannya. Bisa besok atau lusa, atau nanti. 

Apa Kita Satu Frekuensi?

23 Desember 2019

Menjelang tahun baru 2020.
Aku memutuskan untuk tidak membuat resolusi apapun di tahun baru nanti. Aku lebih memilih berjalan saja. Mengikuti alur yang telah ditetapkan Tuhan untukku. Berpasrah. Sambil mengusahakan apa yang bisa kuusahakan.

Kau benar, resolusi memang penting. Karena resolusi adalah bagian dari mimpi. Dan mimpi, tidak lain adalah pengingat yang baik agar kita tetap mengayuh sepeda yang kita naiki. Agar kita sampai pada sesuatu. Entah apa itu.

Kau benar, tanpa mimpi semuanya kosong. Berjalan tanpa mimpi adalah perjalanan tanpa tujuan. Tapi kau juga harus tahu, bahwa terkadang mimpi saja tidak cukup. Terkadang mimpi yang telah diatur sedemikian rupa - can end up in vain - dan pada akhirnya, tetap saja, yang kita jalani adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk kita.

Manusia ranahnya usaha dan doa. Selebihnya bukan wewenang kita.

kenapa aku menulis ini?
Siang tadi, dengan salah seorang teman, I was wathcing film Habibie Ainun 3 di Bioskop Tuban. Dalam film tersebut, kesimpulan paling baik yang dapat kuambil adalah tadi: Ranahnya manusia ya usaha, selebihnya biarkan Tuhan yang menentukan. Kita pasrah saja dan percaya saja pada ketentuan baik Tuhan.

Yang jelas, setelah menonton film tadi, aku menjadi tertampar. Ternyata usaha dan doaku kurang optimal. Bu Ainun, di zaman sekian, di mana pendidikan bagi wanita tidak begitu diperhatikan, telah mampu memiliki mimpi yang tinggi dan mewujudkannya. sementara aku? jauh. jauh sekali.

Selama ini aku merasa telah bermimpi tinggi. Memang sudah. mimpiku tinggi. tetapi ikhtiar untuk sampai pada mimpi itu tidak begitu ada. Sekedarnya saja. Dan sekarang, daripada mengatakan terlambat, rasanya lebih pas jika aku mulai menata langkah lagi. Tidak ada kata terlalu terlambat untuk memulai. Hasil akhir memang bukan di tangan kita, tetapi usaha dan doa saat ini - merupakan salah satu penentu hasil yang kita peroleh di ujung nanti.

Ada satu hal lagi, tentang frekuensi.
aku tergelitik untuk bertanya, apakah kita satu frekuensi?
jangan-jangan, aku menyukaimu sedalam ini, tetapi ternyata frekuensi kita berbeda?
ah, mana kita tahu, biarkan saja waktu berjalan, dan kita akan menemukan jawabannya.

Jika frekuensi kita sama, jika cita dan tujuan kita sama, maka kita akan bersama. aku yakin itu. tidak peduli seberapapun langkah kita pernah terhenti di sebuah titik, memaksa kita untuk sementara waktu berjauhan, bahkan mendorong untuk saling melewatkan, jika kita ditakdirkan, kita tentu akan bersama. begitu, bukan?


Setelah Dari Yogyakarta (3)

Kisah lain tentang perjalanan kali ini, aku merasa bahwa memang tidak semua cinta dapat terbalas. so sad really.  Tetapi memang begitulah kenyataannya. Kadang Hukum Newton 3 tidak dapat selalu diterapkan. Tidak selalu aksi menimbulkan reaksi. Atau lebih tepatnya, setiap aksi sudah tentu menimbulkan reaksi. Tapi reaksinya beda-beda. Ga semua reaksinya sama dengan yang kita harapkan.

it is not love seperti cintanya Bapak kita Adam kepada Ibu kita Hawa yang aku maksud. tetapi ini cinta yang lebih pada cinta orangtua kepada anak-anaknya. I finally bisa mengerti betapa sedihnya seorang ibu ketika anak-anaknya tidak mau terbuka kepadanya. Jika anak-anaknya lebih memilih untuk menutup-nutupi dan bercerita kepada orang lain. it feels like kita tidak dicintai. indeed. it feels like kita tidak berhasil menjadi seorang ibu yang baik, karena kenyataannya - anak-anak kita lebih memilih untuk dekat dengan orang lain.

Sebenarnya memang, di awal aku tidak terlalu dekat dengan kelas XII yang sekarang. Malah aku merasa they don't feel comfort enough to be with me. di tahun pertama mengajar, aku tidak banyak berkomunikasi dengan mereka. Tetapi entah atas dasar apa, di Tahun kedua, aku diamanahi menjadi wali kelas XII. Itu pertama kalinya aku menjadi wali kelas. Bagiku itu tantangan, Lebih pada tantangan untuk bisa dekat dengan anak-anak. Me, yang aslinya suka banget menyendiri dan ga suka keramaian. But i have to engage my self with them. get an intensive interaction and communication. 

Sampai sejauh ini aku sudah mencoba. Mencoba untuk dekat dengan Icha, Chilsa, Zahra, Ravela, Syifa, Nunah, Galuh, Salsa, Neomi, Wildha, Esti, Ferina, Haikal, Haidar, Deddy, Very, Miko, Tsalis, Bharnaz, dan Naufal. Dalam proses mencoba itu, aku ga bisa menghindari untuk jatuh cinta dengan mereka. Karena amanah menjadi wali kelas itu, aku merasa mereka sudah seperti anak-anakku sendiri. I love them dengan segala konsekuensi, dicintai balik atau tidak, dianggap cerewet dan terlalu ikut campur atau bagaimana. Yang jelas, I do efforts biar bisa dekat dengan mereka.

Beberapa merespon baik, beberapa malah menghindar :D. Ya begitulah rasanya cinta tidak berbalas, Tetapi sebagai orangtua - meskipun orangtua non biologis -, konsekuensi-konsekuensi itu harus diterima. Suatu saat mereka juga pasti akan lulus dari Al Huda, aku harus melepaskan mereka, dan membiarkan cinta kepada mereka ada dalam hati saja.

ah.. Membicarakan bahwa mereka akan segera duduk di bangku kuliah, dan tidak ada di Al Huda lagi, rasanya sedikit menyedihkan. Tetapi begitulah memang kehidupan, ada pertemuan ada perpisahan. Kita harus ikhlas dengan semua prosesnya.

Aku akan sangat merindukan mereka nantinya. Ketika nanti di lorong sekolah tidak ada suara Ferina yang lantang dan sedikit manja, atau Icha yang sukanya merengek-rengek dan curhat ini itu. Juga Zahra yang kalem dan polos. Aku akan merindukan suara Wildha dan Esti yang agak ngebas. dengan kekhasan mereka masing-masing. atau Nunah yang agak diem tapi ternyata bergaya mirip Kris Exo. I will for sure rindu Syifa Salsa dan Galuh, terlebih waktu kita jalan berlima ke Bogor. Dan Ravela yang ramenya minta ampun,  Neomi dan Chilsa yang a bit though. Deddy yang lucu dan unik. Haikal yang anak jalanan dan cuek tapi suka mewek kalau bahas orangtua. Very yang sukanya jalan dan bahas sana-sini. Tsalis yang pendiem dan suka ngalah. Bharnaz Haidar Naufal dan Miko yang diem-diem tapi kadang jadi rame juga. karakter mereka semua beda dan saling melengkapi.

Yang jelas, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anak. Doa yang tulus. Semoga langkah mereka senantiasa dimudahkan.




Setelah Dari Yogyakarta (2)

Perjalanan ke Yogyakarta kali ini tidak sendiri.
Kata pepatah sambil menyelam minum air. Kebetulan sebagai ibu dari anak-anak kelas XII, aku mendapat tugas menemani perjalanan mereka - yang jumlahnya 12 putri dan 8 putra - ke Dieng, Yogyakarta, dan Magelang.

To be honest, awalnya aku sedikit lelah. Sempat berniat untuk mewakilkan tugas itu kepada guru lain, tetapi mengingat bahwa kelas XII sebentar lagi purna, niat tadipun ku-urungkan. Rasanya tidak ingin kehilangan moment bersama mereka yang hanya tinggal beberapa bulan. Tetapi perasaan tidak ingin berangkat itu tetap ada sampai Minggu dini hari sebelum berangkat. Ketika terjaga di dini hari itu, ada perasaan tidak enak yang sulit dijelaskan. Entah kenapa.

Setelah sekian pergulatan batin, Minggu sore jam 5 kami berdua-puluh-delapan (plus guru, supir, dan TL) berangkat. Terasa panjang karena jam 3 lebih -menjelang sholat subuh- kami baru sampai di Wonosobo. Dingin? sudah pasti. Bahkan rasanya lebih dingin dari Malang.

Kami berhenti di Rest Area yang aku lupa namanya apa. Di situ cuci muka dan bersih diri sebentar, sekalian sholat subuh. Setelahnya kami dijemput 2 bis kecil untuk menuju Pegunungan Dieng. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di Bukit Si Kunir, tempat melihat sunset di Dieng. Dasarnya aku orang yang suka banget sama alam, berada di Dieng membuatku merasa tersegarkan kembali. Meskipun tidak sepenuhnya. Masih ada sesuatu yang tertinggal. Entah apa. Dan itu membuatku tidak bisa menikmati Dieng sepenuhnya.

Kawah Si Kunir benar-benar lokasi yang cantik. Bahkan jika kau tidak sempat melihat sunrisenya sekalipun, tempat itu tetap cantik dan berkesan. Dinginnya membuat rindu. sayang kami ke sana bulan Desember, jadi tidak bisa melihat lautan awan. kalau kata Mas Novem, fotografer favoritku, lautan awan di Dieng dapat dilihat sekitar bulan Juli sampai dengan Agustus. Tetapi ndak perlu nunggu bulan itu juga untuk ke Dieng, karena sekali lagi, Dieng tetap cantik dengan semua kondisi alamnya.

Dari Kawah Si Kunir kita lanjut  sarapan dan setelahnya ke Batu Ratapan. Dalam perjalanan ke Batu Ratapan, aku melihat ada sebuah makam ulama. Di gang masuknya ditulisi Syekh Selomanik. Bagitu nama itu asing. Salah satu hobiku adalah ziyaroh makam waliyullah, karena bagiku hal itu bisa menjadi wasilah diperolehnya barokah. Tetapi nama Syekh Selomanik memang masih asing. Baru pertama kali itu dengar. Setelah browsing-browsing, ternyata Syekh Selomanik adalah Syekh Hubuddin atau Qutbuddin. Beliau adalah seorang Ulama yang pada zaman dahulu menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di sekitar Wonosobo. karena kemarin belum sempat ziyaroh, lain kali, kalau ke Dieng lagi, semoga bisa ziyaroh ke makam Syekh Selomanik.

Sesampainya di Batu Ratapan, hal pertama yang menarik pandangan adalah sepeda pancal di udara. Sayang sekali di jam pagi, sepeda itu belum beroperasi. jadi anak-anak, dan gurunya juga, belum bisa ambil foto seperti yang belakangan viral di instagram -sepeda pancalan di udara-. Lain kali, kalau berkunjung ke Dieng, minta jadwal ke Batu Ratapannya siang saja, biar operator sepeda pancalnya sudah ada.

Sama halnya Si Kunir, Batu Ratapan menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Bagiku Malang itu sudah cantik banget. dan Dieng ternyata tak kalah cantik. keindahan alamnya luar biasa menawan. Barangkali aku betah kalau tinggal di sana berlama-lama, tetapi engga juga sih ya, aku ga terlalu tahan dingin. berkunjung sehari dua hari is enough. Nah kalau kamu millenial, Dieng memiliki banyak spot foto bagus. Contohnya Chilsa dan Ferina, dua murid yang cantik-cantik itu, berhasil mendapat banyak foto bagus. Karena mereka emang fokus banget nyimpen kenangan dengan jepret sana sini hehe.

Batu Ratapan lokasinya dekat sama Theater. waktu pertama baca ada destinasi Theater, I think it would a place yang nais or somehow, ternyata emang beneran theater. Pradugaku salah. kita dimasukkan ke tempat yang menyerupai bioskop. lalu diputarkan video sejarah awal mula terbentuknya Dieng and bla bla. Entah karena lelah atau bagaimana, di dalam Theater - bukannya meresapi tayangan video, aku justru terkantuk-kantuk. Beneran, ngantuk banget. Setelah tayangan selesai dan lampu dinyalakan, anak-anak putra ternyata malah sudah pada tidur di kursi belakang. Kesimpulannya memang, kami sudah lelah dan mengantuk.

Tujuan berikutnya adalah Kawah Si Kidang. you should bring masks kalau ke kawah ya. Bau belerangnya will disturb you a lot. di Kawah hawa gunungnya benar-benar terasa. suasana sendunya juga.

Di kawah Si Kidang, kalau kamu ga suka alam atau wahana berbau alam, i think you will be bored. Tetapi kalau aku pribadi, aku sangat menikmati berada di kawah. di sana ada flying fox. you should try it. Aku sama Us Rose sempat nyoba, dan itu menyenangkan, cuma rasanya kurang panjang gitu aja. satu slurutan - udah - selesai. you will get charged Rp 20.000 untuk satu kali terjun.

Kalau Chilsa sama Ferina, mereka masih asik foto-foto. asik banget pokoknya. yang lainnya karena sudah lelah, lebih memilih untuk duduk-duduk manis. Beda lagi sama anak putra, mereka dapat mainan yang pas. Sepeda Motor trail atau apa itu namanya. hanya dengan membayar Rp 40.000, mereka dapat menyewa dua sepeda untuk trail-trailan di area Si Kidang selama 1 jam. cheapy banget kan. Aku dan mbak Rose sepakat, andai aku bisa naik motor gituan, kita pasti sudah ikutan nyewa. Sayangnya ngelihat Haikal dan Naufal pada jatuh-jatuh gitu, kayaknya memang mending ga saja. itu olahraga ekstrim. Cuman emang aslinya pengen banget nyoba haha.

Sebenarnya dari Si Kidang masih ada satu tujuan lagi, Candi Arjuno, teatapi karena anak-anak sudah capek banget, destinasi itu dicancel. we prefer having lunch  biar bisa segera cuss ke Yogyakarta. Terlebih di siang hari itu, Dieng hujan. Memang disuruh segera ke Yogya, kota istimewa.

overall tentang Dieng, selain Caricanya - si buah mirip pepaya- tapi kecil dan agak keras yang saat ini hanya ada di dataran tinggi itu, Dieng menyimpan banyak hal menarik. visiting Dieng is a must. 


Setelah Dari Yogyakarta (1)

"Setiap Sesuatu Pasti Memiliki Permulaan."

Sedari kemarin, kalimat itu senantiasa melekat di dalam benak. Diperkuat dengan tulisan Mbak Marchella, yang mengatakan kalau presiden pun pasti gugup di hari pertamanya, maka aku semakin yakin bahwa untuk menjadi pemula, kita tidak harus selalu baik.

Hal paling pertama yang harus kita miliki adalah menekankan keyakinan bahwa kita bisa. kita mampu melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas kita. Kesalahan sudah barang tentu ada, terlebih kita seorang pemula, jadi kemampuan untuk memaklumi diri sendiri dalam melakukan kesalahan juga diperlukan.

Selama ini aku selalu yakin bahwa kita harus melakukan yang terbaik, dan menghasilkan yang terbaik juga. Tetapi ternyata pikiran bahwa kita harus mendapatkan hasil yang baik, kadang-kadang justru membuat kita takut untuk memulai. Bayangan gagal dan dicibir orang terkadang terlalu kuat mendominasi pikiran. Rasa-rasanya tidak salah, bahwa musuh terbesar kita bukan orang lain, melainkan ketakutan kita sendiri.

Terkadang, yang lebih perlu kita lakukan memang membuang ketakutan itu sendiri. Berjalan saja. Yakin saja. Maka Allah akan menunjukkan jalannya.

Titik Nol Yogyakarta

Ada banyak hal yang bisa kau ingat tentang Yogyakarta. Sekali kau ke sana,  akan ada saja yang membuatmu ingin kembali ke Yogya, lagi dan lagi. Terutama kenangan yang bisa kau himpun di sana, adalah kenangan yang sulit sekali mati. Terlebih jika kenangan itu kau dapatkan dengan seseorang yang berarti.
..
Tentang Yogya kemarin, semuanya sangat berarti. Pengalaman naik sepeda pancal keliling Malioboro, kebersamaan bersama anak-anak non-biologis, canda dan tawanya, lelah dan letihnya. Tidak ada yang tidak berarti. Tetapi entah mengapa, rasa-rasanya yang lebih memberi arti adalah kenangan bersama orang yang justru tidak ada di sana. Sedikit percakapan, yang meski sangat biasa saja, tetapi memberi banyak arti.
Aku tidak berharap akan ada bayangan tentang dia ketika aku tengah menikmati perjalanan ke Yogyakarta. Aku tidak ingin melewatkan momen berharga bersama anak-anak yang sebentar lagi akan menempuh jalannya masing-masing. Tetapi sungguh entah kenapa, justru melihat mereka, juga mengingatkanku kepada dia yang jauh di sana.

Ibarat aku tengah dalam sebuah dilema, ingin segera keluar dari arus tetapi sayangnya aku terlanjur terbawa dan menghayati setiap gelombangnya. dan Yogya, membuat aku semakin terbawa dalam arus itu. Membuatku semakin sulit melepaskan yang sudah terlanjur dimulai. 

Titik Nol Yogyakarta. Sampai berjuma lagi. Aku tentu akan datang kembali. Pada saat itu terjadi, akan ada cerita yang tertulis lagi. Pada saat itu terjadi, akan ada jawaban yang bisa kita miliki. berhenti atau biarkan arus membawa diri.

Semua Hal Diawali dengan Langkah Pertama, Jangan Ragu untuk Maju

Segala hal selalu diawali dengan langkah pertama. Seorang dokter profesionalpun, awalnya adalah seorang dokter amatir. Seorang profesor yang sangat ahli di bidangnya, mulanya adalah mahasiswa yang mungkint telah berkali-kali gagal.

Selalu ada langkah pertama. Dan kita tidak perlu takut untuk gagal dalam langkah awal itu. Bahkan jika banyak kekhawatiran dan rasa gugup luar biasa yang menghantui, terjang saja! Kita benar-benar tidak dapat mengetahui hasilnya jika tidak mencoba.

Alangkah baiknya, jika kita mencoba untuk pertama kalinya dan berhasil. Dan baik juga, jika kita mencoba lalu gagal, dari situ kita bisa belajar, bukan?
Karena sebenarnya, musuh kita bukan orang lain, melainkan diri kita sendiri, pikiran kita sendiri, ketakutan kita sendiri.
Jadi yang paling perlu kita lakukan adalah selesai dengan diri sendiri. Setelahnya, tidak peduli apapun yang kita hadapi, kita akan mampu melewati. 

Catatan Kota Hujan

Bogor, 2 November 2019

Tidak pernah berkelana sejauh ini sebelumnya. Setelah menempuh 1 jam perjalanan dari Tuban ke Babat, 10 jam setengah di kereta menuju Stasiun Senen, 1 jam transit makan siang, 2 jam di KRL menuju Bogor, dan 1 jam dari pusat kota Bogor menuju Dramaga, akhirnya dapat kurebahkan badan di sebuah tempat istirahat yang nyaman.

Perjalanan yang sama panjangnya ketika pulang. Sama melelahkannya tetapi meninggalkan kesan mendalam dan pengalaman.

Tentang Bogor, tidak ada yang lebih kucintai daripada hijaunya kota hujan itu. Aku selalu jatuh cinta dengan tumbuhan, dan Bogor menawarkanku banyak tempat hijau untuk dikunjungi. Bogor bagi Jakarta adalah seperti Malang bagi Surabaya. sama-sama sejuk, sama-sama asri, dan sama-sama membuatku jatuh hati.

Terlebih Kebun Raya yang ada di jantung kota, seharian di sanapun aku betah. Sambil menyewa sepeda dan berkeliling di setiap sudutnya. Sambil sesekali berhenti dan duduk di samping kolam. Pastinya menyenangkan. Ditambah lagi di dalam Kebun Raya ada LIPI, rasanya tempat itu sempurna sekali.

Aku dengan gegabahnya jadi berangan-angan memiliki rumah dinas di lingkup Kebun Raya, tetapi satu-satunya rumah dinas yang ada di sana adalah Istana Bogor, itu artinya jika ingin berumah dinas di sana harus menjadi sesuatu yang berkaitan dengan kata presiden :D, jadi lupakan saja angan-angan itu.
..

Bogor mengajariku banyak hal. Kemewahannya didampingi dengan kesejukan. Laiknya kota-kota besar, Bogor memiliki banyak sekali pusat perbelanjaan yang bisa dikunjungi, mulai dari Botani, Lippo Plaza dan banyak lagi lainnya. Barangkali karena Bogor termasuk wilayah sekitar Ibu Kota, hiruk-pikuknya begitu terasa, ada kemacetan di setiap sudut, tetapi ada juga keindahan di setiap jengkal kotanya.

Bogor entah mengapa membuatku  teringat pada salah satu perkataan Seno Gumira Ajidarma, tentang betapa mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.

di Bogor, kalimat panjang itu terngiang-ngiang begitu saja di telinga.
Melihat betapa setiap pagi kita berangkat ke tempat kerja, pulang ketika hari telah sore atau tidak jarang juga ketika malam telah tiba. Melihat itu semua, kehidupan ini terasa dipenuhi oleh sesaknya hal-hal duniawi, yang terkadang terasa begitu membelenggu.

Kita bekerja, aku dan kau bekerja, sampai-sampai seringkali kita kehilangan waktu keluarga. Sekali waktu pernah terpikir olehku, suatu saat nanti ketika telah menikah, suatu saat nanti ketika telah memiliki anak-anak, apa waktuku tetap akan lebih banyak kuhabiskan di tempat kerja? sementara anak-anak perlu diasuh dan dijaga.

Bagaimanapun, dalam kondisi yang akan terjadi nanti, itu akan menjadi sebuah dilema. Tidak bekerja rasanya mematikan sendi-sendi pergerakan kita, pergaulan menjadi semakin terbatasi, gerak menjadi tak seluas ketika kita mempunyai tempat untuk mengeksplorasi diri. Tetapi jika bekerja, maka seorang perempuan harus rela membagi waktunya. membagi waktu antara anak dan pekerjaan.

Barangkali yang demikian memang sudah menjadi takdir pilihan yang harus perempuan pilih, dengan hati lapang.

Bogor membuatku kembali berpikir, untuk apa sebenarnya kita berjalan sejauh ini?
suatu saat langkah-lahkah yang kita ayun sudah pasti akan terhenti. Kita tidak tahu kapan. Tetapi itu pasti terjadi. gga

dan untuk itu semua, rasanya hal yang benar-benar paling menenangkan adalah jika dalam hati kita terisi oleh satu nama, yang merupakan Pemancar segala kehidupan dan segala cinta di dunia ini, Allah.

Di tengah hiruk pikuknya kehidupan, di tengah sibuknya kita menyelesaikan tugas-tugas harian, di tengah banyak hal yang menjadi kebanggaan juga kekecewaan, tidak ada lagi hal yang lebih menenangkan kecuali memiliki Allah dalam hati, dalam setiap langkah yang kita jalani.



This Too Shall Pass

Hasil gambar untuk autumn sketch"

"God has a greater plan for you, I don't know what it is, but He surely has."

For a very certain reason, I love the advice very much.
In some points, when we become so fragile, a word might means a lot to us. 
Sometimes, we do not need a big or a great thing. Sometimes, all we need is just a support, a little lover, and a bit bitter words that makes us realize something.

Today, I learned a thing that loving someone can be this hurt.
It hurts because the desire for having the one we love is hard to achieve. 
It hurts because someone we love seemingly doesn't love us.

For sure, experiencing the feeling of desolate is bad. I am still pretend to be not aching, not tickling, and not far-fetching. Even though I refrain from thinking of him, it surely has been hard to try to forget him. It is true.

The very today, I see him again in eyes. When he was talking, I took the chance to keep on eyes on him, and my heart whispered: is that a must? Should I forget him and set my heart free? Can I just have another option instead of let him go?

ah! it's hard. But truly i have no choice.
I don't even able to state my feeling. I don't even able to know what he thought of me. I don't even have a courage to ask him - what if I love you, will you take distances from me? will you not be my friend anymore?

This wounded heart aching a lot. I suffered a big regret because of my capability to act normally in front of him. I regret that I ask him to stay but I have no word to say. It feels like I am suddenly muted when he is around. It feels like, I have no right to love him. I just realize a lot differences between the two us. I just wondering why do I keep loving him when I know all the impossibilities.

In the end, it only remains me and my feeling. He will walk further, fly higher.

However I know every experience comes to gives us lesson. Maybe this is hurting, maybe this is aching, maybe this is not a good experience to have, but maybe this uncomfortable-thing will lead me to a better and more precise life.

because Allah always has a greater plan for me, I don't know what, but He surely has. I accept this pain. I accept this wounded heart. It is okay if he is not destined for me. It is okay if I couldn't be the one who warm his heart, erase his sadness, and appeasing his anxiety. It is okay.












Perihal Rasa

Tidak ada yang lebih sederhana, dibanding jatuh cinta. Kadang untuk sebuah alasan yang sangat kecil, kita bisa mencintai seseorang. Kadang kita sudah berusaha sekuat hati, tetapi perasaan itu tak kunjung datang.

Begitulah takdir bekerja. Begitulah rasa telah diatur sedemikian rupa.

Tidak sesuatupun di dunia ini - terjadi tanpa sebuah tujuan. Ketika bahkan daun yang jatuh dan sebutir debu yang terbang, telah ditata olehNya, maka kenapa tidak mungkin bahwa setiap langkah kita telah diatur juga?

Kita sudah semestinya memasrahkan segalanya kepada yang lebih berhak untuk mengatur hidup kita. Usaha dan doa boleh ada di tangan kita, tetapi tetap, wewenang milik Allah SWT.

ketika suatu waktu yang kita temui adalah pahit - percaya saja, bahwa itu adalah cara Allah untuk menunjukkan sesuatu yang lebih baik bagi kita. Seperti halnya meminum obat, menelan pahit untuk mendapat kesembuhan. Begitu pula rumusnya untuk alur kehidupan.

dan untuk itu, Allah telah berulang kali mengatakan kepada kita, bahwa:

-Bisa jadi kau menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. dan bisa jadi kau membenci sesuatu padahal ia baik bagimu. Sungguh Allah lebih tahu-

Berhenti Menanggapi Pengganggu

Ada sebuah kisah tentang seorang Ayah, seorang anak, dan seekor keledai.  Ayah dan anak tersebut, bersama dengan keledainya, tengah menempuh perjalanan dari kota A menuju kota B. 

Karena mereka hanya memiliki satu keledai, maka sang ayah mempersilakan putranya untuk menaiki keledai, sementara ia berjalan kaki sambil menuntun si keledai. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan beberapa orang. Melihat si anak naik keledai dan si ayah berjalan menuntun, maka orang-orang yang dijumpai itu berkata:

"Alangkah buruknya akhlaq anak itu! lihatlah, ia menaiki keledai dan membiarkan ayahnya lelah berjalan."

Mendengar ucapan demikian, maka sang anakpun turun, dan meminta ayahnya untuk menaiki keledai, sementara anak itu sekarang berjalan sambil menuntun keledai - menggantikan sang ayah. 

Mereka kembali menempuh perjalanan, tak berapa lama kemudian, mereka berpapasan dengan orang di jalan. orang-orang itu mengatakan,

"Orangtua macam apa dia! yang tega membiarkan anaknya berjalan dengan peluh, sementara dia dengan enaknya menaiki keledai."

Mendengar ucapan tersebut, maka ayah dan anak itupun memutuskan untuk turun. Mereka berdua berjalan kaki sambil menuntun keledai.

ketika mereka melanjutkan perjalanan, hal yang sama terulang lagi. Mereka berpapasan dengan orang lalu orang-orang itu mengatakan,

"Lihatlah dua orang ayah dan anak itu. Betapa bodohnya mereka. Memiliki keledai tetapi malah berjalan sambil menuntun si keledai." mereka berkata sambil tertawa mengejek.

Karena sedari tadi selalu dicibir orang, maka ayah dan anak tadi memutuskan untuk bersama-sama menaiki keledai. Mereka yakin dengan begitu, tidak ada lagi orang di jalan yang akan mengatai mereka. 

Setelah kembali menempuh perjalanan, sambil menaiki keledai bersamaan, ternyata masih saja ada orang yang mencela begini,

"Dasar ayah dan anak tidak berperasaan! lihatlah, mereka menaiki keledai secara bersamaan."

..

dari kisah di atas, dapat kita ambil ibrah, bahwa apapun yang kita lakukan, pasti akan ada orang yang dengan sepenuh hati mendukung. Sebaliknya, tentu akan ada saja orang yang mencela.

Kita tidak akan mungkin mendapat dukungan sepenuhnya atau dicela sepenuhnya.

oleh karena itu, penting kiranya untuk menata hati - agar tetap fokus pada hal-hal baik dan mengabaikan setiap perkataan buruk yang masuk ke dalam telinga kita.

Time to Settle Down - Convincing Self

After wandering around, messing with love and hate, fooling with hope and despair, She is up to an end eventually - to a time when she has to settle down. 

For her, it is not an easy thing to make such decision. 
A lot of doubts, fears, and others bad feeling haunt her. 

She asks herself, "Is this the best decision she could has?"
She asks herself, "Is this the right thing to take?"

(To be continued)

KOTA SERIBU CERITA: YOGYAKARTA

Hasil gambar untuk yogyakartaMembincang Yogya seperti membincang kisah dalam dongeng 1001 malam. Tidak ada matinya. Yogya memiliki daya tarik tersendiri, yang membuat siapapun akan merasa ketagihan untuk berkunjung lagi.

Selain kekhususannya karena memiliki julukan Daerah Istimewa, Yogya masih lekat dengan budaya nusantara. Itu menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi Yogya.

Beberapa waktu lalu ketika berkunjung ke Yogya, aku dibuat rindu dengan nuansa pendidikan yang begitu kentara. Yogya menawarkan kita sebuah lingkungan yang progesif. Di sana dapat kau temukan apa saja yang ingin kau cari. Forum diskusi, forum kajian agama, pertunjukan budaya, kehidupan sederhana, keluarga keraton, dan banyak lagi lainnya.

Begitu kita menyebut kata Yogya, tentu pikiran kita salah satunya akan tertuju pada Universitas Gajah Mada, kampus yang namanya sudah semerbak dan menjadi incaran banyak orang. Dulu, aku sempat mendaftar di kampus bonafid tersebut, tetapi takdir berkata bahwa aku harus menimba ilmu di Malang. Jadilah, selama beberapa tahun setelah aku lulus SMA, aku masih asing dengan Yogya. dan asyik berjibaku dengan Malang.

Setelah memasuki dunia kerja, entah kenapa ada saja yang mengantarkanku ke Yogya. Dan aku bersyukur sekali diberi kesempatan itu.

Terakhir kali ke Yogya, aku berkesempatan menginap 3 malam. Karena waktu itu dalam rangka diklat, maka aku berangkat sendiri. Bermodal bismillah dan tekad, aku menghubungi teman mondok di Malang yang saat itu tengah menempuh S2 di UIN Sunan Kalijogo.

Call her Mbak Rifa.

Mbak Rifa mengiyakan permintaanku untuk menginap di kamar kos Beliau, yang letaknya dekat dengan komplek Pondok Krapyak.

Di hari pertama, Allah menganugerahiku kesempatan untuk bertemu dengan Abah, KH. Marzuki Mustamar. Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Sabilurrosyad, tempat aku mondok di Malang selama 4 tahun.

It was kinda a great blessing, semenjak lulus dari Malang, aku belum pernah menjumpai Beliau, dan bisa bertemu lagi itu rasanya bahagia.

Waktu itu Abah mengisi pengajian di Puncak Haul KH. Ali Maksum Krapyak. Sayangnya, karena aku tipe orang yang easy sekali mabuk darat, akhirnya dalam perjalanan berangkat aku minum antimo, yang efeknya ternyata sampai malam. Jadi apa yang Abah dhawuhkan, tidak sepenuhnya tercerna dengan baik. Tetapi aku pernah mendengar, segala sesuatu bergantung pada niatnya, semoga niat baikku untuk hadir di pengajian malam itu, cukup menjadi alasan diberikannya keberkahan.

Aku dan Mbak Rifa berjalan kaki hampir 15 menit dari tempat pengajian ke kamar kos. Setelahnya kami berbincang sedikit seputar kehidupan kami masing-masing. Suka duka yang telah ditempuh. dan kesan-kesan setelah tidak lagi mondok. Ada perasaan rindu bercampur haru. Ada perasaan ingin mengulang masa-masa di Malang. yang kesemua perasaan itu kemudian kami usaikan dengan tidur.

Di hari kedua, Mbak Rifa mengajakku berkeliling Marlboro dan mengunjungi beberapa tempat. I feel like I am a tourist haha.

Pagi hari ketiga, karena Mbak Rifa harus mengurusi Thesis di kampus, Beliau akhirnya meminjamiku sepeda motor. Itu pertama kalinya aku bersepeda di Yogya. Dengan rasa percaya diri yang tinggi aku mengendarai motor keliling Yogya. Sempat beberapa kali nyasar dan transit di beberapa tempat untuk tanya-tanya orang, tetapi rasa puasnya sebanding dengan rasa putus asa karena takut tidak tahu jalan pulang.

Siang itu, aku memutuskan untuk menghubungi mas Bakhru setelah membeli bakpia pathok. Mas Bakhru adalah senior di komunitas Gusdurian Malang yang saat itu tengah menempuh S2 Kimia di UGM. Aslinya aku tidak begitu akrab dengan Mas Bakhru, yah.. tapi ketika kau tengah berada di kota perantauan, maka siapapun bisa jadi akrab bukan? :D

Aku dan Mas Bakhru sepakat bertemu di Cafe Basabasi. Berbekal google map aku mencari cafe yang dimaksud. so sad, karena jalan utama menuju kafe itu di blokir sehubungan dengan adanya perbaikan jalan. Waktu itu aku jadi bolak-balik di jalan yang sama. Bingung mau ke mana. dan aku lupa, entah bagaimana aku bisa menemukan jalan ke sana.

Begitu aku tiba di Cafe Basabasi, hari sudah menjelang petang. Aku memesan segelas kopi susu lalu duduk di tempat yang sudah dipesan Mas Bakhru. Kami memilih tempat duduk lesehan dengan pertimbangan akan lebih leluasa bergerak.

"Di sini biasanya ada forum-forum diskusi. Kapan hari Faisal Oddang datang ke sini. Diskusi seputar cerita pendek. Kapan hari lagi ada tokoh-tokoh muda juga yang ke sini. Tapi sayang, begitu Uswah ke sini, kok ndak ada forum apa-apa :D" sambut Mas Bakhru.

Aku tertawa. Mungkin memang belum rezeki untuk mengikuti diskusi di Cafe Basabasi.
Satu hal yang membuatku betah di sana, tempatnya luas, bersih, nuansa alamnya dapat, dan ada mushola legnkap dengan mukenanya yang harum. Sebuah kafe yang pas dibuat nongkrong sambil nugas. Ditambah lagi, depan Cafe basabasi itu ada sungai kecil. pas lah pokoknya.

"Aku biasanya kalau udah di sini itu, Stay dari sore sampai pagi. Nginep-nginep sini. Tidur-tidur. Lumayan lah, cuma bayar berapa buat beli menu terus dapat tempat sama wifi sepuasnya."

Aku tertawa lagi, begitu enaknya laki-laki, bebas ke manapun mau pergi dan melakukan apapun. Tapi aku suka sekali dengan ide menginap di cafe basabasi, andainya aku Mahasiswa Yogya mungkin sekali dua kali aku juga akan melakukan hal yang sama.

Setelahnya kami sibuk dengan laptop masing-masing. Aku tengah merampungkan cerpenku dan Mas Bakhru sedang sibuk dengan tugas kuliahnya. Sampai mbak RIfa datang tidak lama sebelum maghrib, kami masih hening.

Kebetulan waktu itu Mbak Rifa datang bersama dengan Mas Herba yang baru saja selesai ujian, kami jadi sekalian merayakan ujiannya mas Herba dan suasana yang tadinya hening jadi hidup. Karena sama-sama penulis amatir, kami berempat jadi sibuk membincang berbagai macam tulisan.

"Yogya ini akan mengasah bakat menulismu Mbak. Di sini banyak sastrawan dan orang-orang hebat, yah meskipun kalau bertemu di jalan, sampean ndak akan sadar kalau itu sastrawan"

Aku menyepakati ucapan Mas Herba. Yogya memang gudangnya banyak hal.

Setelah nongki ala-ala di basabasi cukup lama, aku dan Mbak Rifa izin undur diri lebih dulu. Mbak Rifa mengajakku untuk mendengarkan kajian filsafat Gus Faiz. katanya eman kalau udah di Yogya tapi ndak sempet mendengarkan kajian filsafatnya Gus Faiz.

Akhirnya kita cuss ke sana dan ndelalah ketemu sama mbak Anifa Hambali dan Mas Ali Adhim. Dunia memang sesempit itu. Benang merahnya terhubung sana sini.

Dan pengembaraanku di Yogya cukup untuk sementara waktu. Aku masih betah berlama-lama di Yogya tetapi tugas sudah menunggu. Pagi harinya, aku pulang ke Tuban dengan sepatu yang masih setengah basah karena malamnya - sepulang dari pengajian gus Faiz- hujan turun dengan lebatnya dari masjid sampai ke kosan yang jaraknya hampir 45 menit.

Untungnya naik kereta. jadi perjalanan tidak begitu terasa, meskipun kaki tetap terasa lembab. sayangnya, kereta bisanya cuma sampai Surabaya. jadi, dari Surabaya ke Tuban harus tetap naik bis.

Semoga ke depan Tuban ada statiun kereta apinya juga biar kalau kemana-mana easy dan ndak perlu khawatir mabuk darat :D

See you again and again Yogya ^^









ONLY LOVE CAN HURT LIKE THIS

I have been walking this far. See the world with my eyes. Feel every vibration with my senses. As I walk, I meet people. As I run, at some point I fall and then get up again. To me, world is no more than a circumstance of struggle.

Aku Selesai Denganmu

I am done.

Aku memang mencintaimu, tetapi aku tidak memiliki pilihan lain kecuali melepaskanmu. Setelah sejauh ini berkelana, mengembara dalam naik turunnya rasa, aku memutuskan untuk menyudahi segala hal tentangmu. Bukan tak ingin memperjuangkan, bukan berarti sedangkal ini cinta yang telah bertumbuh, tetapi manusia hidup tidak hanya dengan cinta. Lebih dari cinta itu, ada realita yang harus kita hadapi. Ada kenyataan yang menunggu untuk kita jalani.

Berulang kali kutepis keraguan agar tetap dapat mencintaimu dengan utuh, demi bahagia yang didamba, demi mimpi-mimpi yang ingin kujalani bersamamu. Tetapi menyadari jarak yang ada, memikirkan lagi siapa aku dan siapa engkau, kupikir memang sudah semestinya kulepaskan kau sejak dulu.

Tidak seharusnya berlarut-larut dalam penantian tak ada ujung ini, menghukum diri sendiri dengan rindu tak bertepi. Menjalani ilusi yang tidak pasti.

Kini, kutetapkan hati untuk mengusaikan perasaan ini. Kurelakan diri tak mengiringi langkahmu nanti. Kita akan berjalan dalam koridor masing-masing, kita akan melangkah dalam jalan masing-masing. Aku akan tetap mendoakan yang terbaik untukmu. Tentunya, melihat siapa engkau, aku yakin seorang perempuan yang jauh lebih baik dariku akan ditetapkan menjadi pendampingmu, dia yang akan mengiringimu berlari, dan menemanimu menjalani pasang surutnya hidup. Dia yang kelak akan menjadi rumah untuk kembali dari setiap perjalanan yang kau tempuh.

Ini yang terbaik. Aku percaya itu.
Usah kau ragukan apapun lagi. Mungkin memang benar, benang merah kita cukup sampai di sini. Setelahnya, tak terhubung lagi.

TRUE LOVE WILL FIND YOU IN THE END

Hasil gambar untuk hABIBIE AINUNThree days ago, we suffered a deep condolence from a lost. Sir Baharuddin Jusuf Habibie -the third president of Republic of Indonesia- passed away after suffering from a heart failure.

To me, Sir Rudy Habibie is not only a technocrat, but also a true lover, an inspiration, and a bright light. He is a good moslem. Just remember when his father was dead. At the time, Sir Rudy Habibie and his Family were praying together, but his father was dead mid of the praying, little habibie then replaced his father to be imam for pray. Tears were break right after they done their praying. But see, how tough Habibie was, to replace his father in his deepest condolence.

Indonesian's Golden Person

Sir Rudy Habibie is one of Indonesian's golden person. Thus far, no one is comparable to him in mastering technology. No one doubts his capability. Everyone knows that Sir Habibie created a brillian innovation for aeroplane technology. Everyone knows that he is humble and up to date. 

It feels like he is still alive. His idea never die. and his name is eternal.

A True Lover

Who doesn't know the story of Habibie and Ainun?
From the very first sequel of the movie that is based on true story, I have decided to become an admirer. It inspires me of how both of Mister Habibie and his beloved wife living their life together.
Mister Habibie showed us of how a true love be like.  

He taught us for facing the problems with a big heart. He told us that no matter how hard the time we have, as long as we have people who truly love us surround us, we will always be okay again and again. The storms are true. but love is way stronger than the storm itself. and the highest level of love is a love because of Allah.

Ainun Is Not His First Love

People here know, Mrs. Ainun is not Mr. Habibie very first love. When study in Germany, he had a girlfriend but he didn't get blessing from his beloved mom. Doesn't tell how much he love the Germany girl. Doesn't tell how hurt it was, when the two loving person was urged to break up. 

Yet we know, that is how destiny works. 
No matter how deep our love is, no matter how hard our effort is, if we are not destined, what will we do? 

His breaking heart led him to a true love. He met Ainun. He fell for her. and Ainun fell for him. after the bitter, he found a light. He found his true love. It is clear then, first love is memorable, but the last love is the most important and precious.

We do love you Mister Rudy Habibie. You last in our heart. May Allah gives you the best place in His side.

Porch of Misty



“Our biggest problem is not someone else, sister. It is ourselves.”

Porch of Heart

Hasil gambar untuk petrichor
September should be the last month for dry season in 2019. and in the following months, I will see the sun not so often, I will have the rain pouring in each day, and the earthy scent what-so-called petrichor will warm my heart.

Perihal Mencintai, Semua Orang Pemula

Hasil gambar untuk plant seed
Tentang perasaan, ia adalah salah satu konsep paling abstrak dalam kehidupan.
Menyoal perasaan tidak ada matinya. Karena dalam hidup, manusia selalu bergelut dengan rasa. Rasa apa saja. Dan memang begitulah kenyataannya, hidup adalah perjalanan mengulang, membangun, dan menyingkirkan rasa.

Mengikuti perasaan itu, atau melepaskannya - semua itu pilihan kita. Keputusannya ada di tangan kita. Entah hasilnya bagaimana, itu sudah menjadi konsekuensi yang harus kita terima. Tetapi paling tidak, jika kita berani mengambil langkah dari apa yang kita rasa dan ingin usahakan, kita akan tahu hasilnya, tanpa perlu penasaran dan menyesal di kemudian hari.

Bagaimana jika kutanyakan kepadamu hal seperti ini,
suatu saat nanti, jika kebetulan orang yang kau cintai justru lebih bahagia hidup bersama orang lain, apa yang akan kau lakukan?

Apapun jawabanmu. Kurasa, membiarkan perasaanmu perlahan terkikis, dan berdamai dengan hatimu adalah pilihan terbaik. Membiarkan hatimu terluka untuk sementara waktu, dan membiarkan ia pulih seiring berjalannya waktu sepertinya lebih baik, daripada kau harus selalu menanggung rindu yang tak perlu, mencintai seseorang yang bahkan tidak melihatmu. Kau tahu itu lebih baik, daripada terus menerus memupuk harapan palsu.

Perihal Mencintai, kita semua awam. kau dan aku, dia dan mereka, kita semua awam.
Berapa lama cinta akan bertahan jika tak senantiasa dipupuk?
Butuh berapa cinta bisa lekang jika kita telah berketetapan hati untuk membiarkannya hilang?
Jawabannya tak perlu kita perdebatkan, bukan?

Mengingat kita semua awam, maka biarkan setiap perasaan yang bersemi dewasa dengan sendirinya, dan jika harus lekang, biarkan ia lekang dengan sendirinya. Biarkan takdir menemukan titiknya masing-masing. Biarkan benang merah menyatukan yang perlu disatukan, dan menjauhkan yang tak seharusnya didekatkan.



STAY POSITIVE, NO MATTER WHAT

Hasil gambar untuk plant seed
Ada saat di mana kita telah mengusahakan yang terbaik, tetapi hasilnya masih belum baik. Ada saat di mana rencana kita telah begitu matang dan seakan-akan bisa terealisasi dengan sempurna, tetapi kenyataannya malah berbanding terbalik. Begitulah hidup.

What Do We Live For?

Hasil gambar untuk bekerjalah seperti kau hidup selamanya dan beribadahlah seperti kau mati besok


This is the very question disturbs me lately.

We live in this world as if we live forever after. We fight for our dreams. We work day and night. We are so busy to handle our business. Looking for happiness. Accomplish achievements. Collecting prides.

KUANTAR KAU KE GERBANG, DAN ESOK KAU KUJEMPUT LAGI


Bandung, 21 Juni 1970.
Aku sedang duduk di teras rumah ketika dua orang lelaki datang. Mereka berpakaian rapi seperti orang kantoran. Salah satunya tidak asing bagiku.
“Apa kau Sundoro?” tanyaku memastikan.
Lelaki itu mengangguk,

YANG DIKENANG DAN TERPINGGIRKAN, HARUN SUROSO



Sudah kukatakan sebelumnya, tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Siapa suruh dia tetap mempercayaiku. Maka ketika aku menghianatinya, tentu itu bukan hal yang keliru.
Dan sudah barang tentu, dia tahu, aku tidak mungkin melakukan ini kalau saja dia mau mendengar setiap ucapanku.

Selagi Muda

Selagi muda, semangat berkarya. Tak boleh mati. 

Sajak Patah Hati (1): Mengapa Kutulis Ini



Gambar terkaitYa, aku menulis ini untuk mengenangmu.
Manusia memang tidak boleh mendahului kehendak Tuhan.
Tetapi entah kenapa aku ragu bisa membersamaimu, 
seperti Memo yang membersamai Pepo,
Seperti Ibu Hasri Ainun yang mendampingi Bapak Habibie.

Sajak Patah Hati (4): Biarkan Takdir yang Berkata



(1)
Aku mulai menyukai nasihat Pak Quroish Syihab
"Barangkali pernikahanmu yang tertunda adalah berkah".
Iya, barangkali memang demikian.

(2)
Aku tidak tahu bagaimana perasaan ini akan berakhir.
Aku tidak melihat ada kemungkinan-kemungkinan.
Dan aku khawatir,

(3) 
Aku tahu harus ku akhiri kegilaan ini.
Dan di malam lebaran, aku berdoa yang terbaik.
Untuk aku dan dia.
Jika memang dia, Wahai Allah - maka dekatkan.
 Karena sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha menyatukan dua hati.
Jika bukan dia, Wahai Rabb - Ikhlaskan.

Sajak Patah Hati (3): Candu


Hasil gambar untuk looking from the distance

Ya, Ketidaksempurnaan milik kita semata
Allah maha Sempurna

Sajak Patah Hati (2): Seperti Rindu

Gambar terkait
Merindu selalu saja menyenangkan.
Tetapi merindu orang yang salah, agaknya mengkhawatirkan.
Aku tidak tahu bagaimana harus kuselesaikan ini.

MENGINTISARI FATWA JIHAD KH. HASYIM ASYARI


Hasil gambar untuk kh hasyim asyari

Indonesia adalah suatu negara bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan budaya, agama, ras, dan suku merupakan kekayaan yang telah lama dimiliki Bangsa ini. Kemajemukan itulah yang menjadi ciri khas Indonesia, yang sejak dari dulu masyarakatnya dapat hidup rukun dan damai meski memiliki banyak perbedaan. Namun sayangnya, kemajemukan itu akhir-akhir ini tengah berusaha dikikis oleh kaum puritan yang mengatasnamakan Islam.

Kemajemukan yang dimiliki bangsa ini sedang dalam masa kritis. Gerakan untuk menyeragamkan pandangan menjadi Islam kaffah telah begitu merebak. Gerakan baru yang terkesan bermuatan politis itu begitu digandrungi oleh sebagian masyarakat Indonesia dengan iming-iming jihad fi sabililillah. Gerakan Islam kaffah itulah yang perlahan berusaha menggeser Indonesia dari suatu Negara Kesatuan menjadi Indonesia dengan sistem khilafah islamiyah.

Kaum puritan dengan dalih kembali pada Islam yang haq sebisa mungkin menggeser budaya Bangsa Indonesia yang kaya menjadi budaya Arab tanpa memperdalam bagaimana Islam yang sesungguhnya. Gerakan Khilafah Islamiyah juga telah banyak mengikis semangat nasionalisme masyarakat Indonesia pada jaman ini. Semangat arabisasi telah membuat sebagian besar orang begitu mencita-citakan negara Islam  ala arab dan pesimis terhadap NKRI yang jelas-jelas telah memberikan mereka kelonggaran dalam menjalankan syariat Islam tanpa ada kekhawatiran apapun.

Hal ini tentunya berlawanan dengan semangat perjuangan para pahlawan pada masa kemerdekaan. Termasuk di dalamnya barisan para kiai dan santri. KH. Hasyim Asy’ari salah satunya. Maka dari itu hingga sekarang kalimat Hubbu al wathon min al iman viral di kalangan nahdliyyin untuk tetap meneguhkn sikap cinta tanah air.

Sikap cinta tanah air begitu kentara dari sosok kharimastik KH. M. Hasyim Asy’ari. Beliau pernah memberikan fatwa bahwa perang melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah bagian dari jihad fi sabilillah.

Apa yang difatwakan oleh KH. Hasyim Asy’ari akan sangat berpengaruh pada moral perjuangan Ummat Islam kala itu. Beliau memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi psikis para pejuang. Jika Beliau memfatwakan perang, maka ummat Islam akan teguh pendirian untuk menjalankan apa yang telah beliau fatwakan. Jika Beliau memfatwakan ummat Islam untuk mendukung Belanda, maka moral dan semangat untuk berjuang itupun akan runtuh. Hal itu pula yang mendasari Bung Tomo dan Jenderal Sudirman untuk mengirim utusan kepada KH. M. Hasyim Asy’ari  pada 3 Ramadhan 1366 H sesaat setelah terjadinya Agresi Militer Belanda 1.

Dengan dampingan pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya, -Kyai Ghufron-, KH. Hasyim Asy’ari menemui utusan tersebut. Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal Sudirman yang intinya meminta Hadratusy Syekh KH. M. Hasyim Asy’ari untuk mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda dan dipaksa untuk membuat pernyataan mendukung tindakan Belanda; Sebab pada waktu itu Belanda tengah gencar melakukan serangan ke berbagai daerah di Jawa.

Setelah meminta waktu satu malam untuk berpikir, KH. M. Hasyim Asy’ari menyatakan ketidaksediaan memenuhi isi surat tersebut. Itu artinya komando bagi para laskar untuk berjuang sampai titik darah penghabisan. Empat hari berselang, yakni pada 7 Ramadhan 1366 H, datang lagi utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Utusan tersebut melalui surat yang dibawa, memohon komando jihad fi sabilillah dari KH. M. Hasyim Asy’ari bagi Ummat Islam Indonesia karena Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang. Banyak anggota Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang telah gugur menjadi korban.

KH. M. Hasyim Asy’ari kembali meminta waktu satu malam untuk dapat memberikan keputusan. Namun,  tak lama berselang datang kabar bahwa kota Singosari, Malang sebagai basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh ke tangan Belanda. Mendengar kabar demikian KH. M. Hasyim Asy’ari berujar Masya Allah Masya Allah sambil memegang kepala lalu tak sadarkan diri.

Dokter Nitisastro yang memeriksa keadaan KH. M. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa sang Hadratusy Syekh mengalami pendarahan otak yang sangat hebat. Pada pukul 03.00 dini hari, tanggal 7 Ramadhan 1366 H, KH. M. Hasyim Asy’ari berpulang menemui kekasihnya yang haqiqi. Inna lillahi wa Inna Ilaihih Rajiun.

KH. M. Hasyim Asy’ari begitu teguh membela kedaulatan NKRI. Semangat dan jiwa nasionalisme yang kuat juga tercermin dari setiap dhawuh-dhawuh yang Beliau sampaikan kepada santri-santri Beliau. Karena keteguhan memperjuangkan NKRI itulah KH. M. Hasyim Asy’ari mendapat gelar sebagai pahlawan nasional dari Presiden Soekarno melalui Kepres. No. 249/1964.

Melihat betapa KH. Hasyim Asy’ari mencintai tanah air Indonesia dan keteguhan Beliau dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang waktu itu masih sangat rentan; lantas apa yang membuat kita harus memuja-muja segala tentang budaya Bangsa Arab dan menanggalkan nasionalisme serta rasa cinta tanah air?

Padahal faktanya, selama ini kita sholat, beribadah, dan hidup dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama ini kita bebas dan aman menjalankan syari’at Islam tanpa takut akan adanya ancaman karena NKRI yang berdaulat.  Dalam kitab Muqtahofat li ahli al bukayat karangan KH. Marzuki Mustamar dituliskan bahwa, tidak diperbolehkan meninggalkan sesuatu yang telah nyata adanya untuk sesuatu yang masih diangan-angankan. NKRI Harga Mati.


BERBEDA TAPI SATU RASA


Hasil gambar untuk DIVERSITY
Suara adzan sudah beberapa saat lalu dikumandangkan. Jamaah sholat isya` di masjid dekat salah satu Balai Desa Kecamatan Jabung, Malang, sudah bubaran. Di Balai Desa sendiri, ada banyak orang berkumpul, mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.

Mereka tengah asyik menikmati tarian yang diiringi kolaborasi musik modern dan tradisional. Berbekal egrang, 8 anak berusia 10 tahunan tampak riang menari di atas sebuah panggung ala kadarnya. Para penari cilik itu bergerak lincah dengan berbagai ritme gerakan.

Tarian egrang mereka kompak dan teratur, mengundang banyak tepuk tangan dari penonton acara budaya pada Minggu (6/8), terlebih para penari cilik itu begitu lihai dan tidak jatuh kendati berlama-lama berdiri di atas egrang.

Ketika alunan musik menegang dan gerakan tarian sampai pada bagian yang rumit, tepuk tangan penonton semakin ramai terdengar. Beberapa berbisik mengungkapkan kekaguman mereka pada keahlian bocah-bocah itu.

Tarian egrang tersebut merupakan salah satu rangkaian acara kebudayaan bertajuk Merajut Persatuan dan Perdamaian dari Desa, yang digawangi oleh para penggerak Gerakan Gusdurian Muda (GARUDA) Kota Malang. Komunitas yang bergerak berasaskan nilai perdamaian dan kemanusiaan itu sengaja menggelar acara di daerah pedesaan.

 "Menyuarakan perdamaian tidak melulu harus dilakukan melalui diskusi. Bentuk nyata kampanye perdamaian dapat dilakukan dengan berbaur bersama masyarakat, mengapresiasi kelebihan dan budaya yang dimiliki oleh warga desa" tutur Ilmi Najib, koordinator Garuda Malang.

Selain warga Jabung, acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh agama dan budayawan. Diantaranya, Pendeta Kristanto Budi beserta istri, Gus Azam dari NU Jabung, Mas Bondhan Rio, Mas Eko, dan Bunsu Anton.

Sebagai pembuka acara, seluruh warga yang hadir di Balai Desa diajak untuk berdiri sejenak dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal tersebut bertujuan untuk menghidupkan kembali rasa cinta tanah air, terutama sekali bagi anak-anak.

Acara berikutnya diisi oleh kesenian-kesenian warga Jabung sendiri, seperti tari egrang dan juga salah satu tari tradisional Jawa. Menurut Ilmi, dengan menggandeng masyarakat sekitar untuk turut serta mengisi acara, akan membuat warga lokal merasa dihargai.

Selain itu, mereka juga akan merasa bangga dapat menampilkan kesenian daerah yang mereka miliki di depan publik. Nilai positif lainnya, rasa diterima dan dihargai dari masyarakat, lebih lanjut akan meningkatkan semangat perdamaian dan persatuan.

"Terkadang tugas kita adalah memberi panggung bagi kesenian-kesenian daerah yang dewasa ini sudah mulai terpinggirkan" imbuh Ilmi.

Semarak kegiatan budaya malam itu, selain menampilkan kesenian lokal, juga menyuguhkan tarian sufi. Berkebalikan dari tari egrang yang semua punggawanya anak laki-laki, tari sufi ini dibawakan oleh anak-anak perempuan.

Dengan iringan syiir Tanpo Wathon gubahan Gus Dur, para penari sufi itu menari dengan anggun dan penuh kekhusukan. Berputar-putar tanpa merasa pusing ataupuan mual.
Sembari acara berlangsung, penonton disuguhi jajanan tradisional seperti cenil, kacang tanah rebus, dan gorengan. Setelah tampilan kesenian usai, tokoh lintas agama dari Islam, Kristen Protestan, dan juga aliran kepercayaan kemudian memberikan beberapa wejangan.

Gus Azam, dalam kesempatannya menyebutkan bahwa, kegiatan lintas iman seperti ini sangat diperlukan untuk melatih masyarakat agar tidak nggumunan dan memiliki antipati dengan agama ataupun kepercayaan lain.

Kita sudah seharusya melewati batas-batas perbedaan itu dan hidup berdampingan dengan damai bersama seluruh komponen masyarakat Indonesia. Setelah tampilan kesenian dan pemberian wejangan, acara diutup dengan doa lintas iman yang diwakili oleh masing-masing tokoh agama dan kepercayaan.

Dan sebagai penutup, seluruh peserta, baik penonton maupun pengisi acara makan bersama dengan wadah talam yang telah disediakan oleh panitia. Garuda Malang memang sudah sering menyelenggarakan acara bernuansa lintas budaya maupun iman.

Semangat menyuarakan perdamaian dan melestarikan nilai-nilai Gus Dur menjadi dasar bagi para penggerak untuk turut melebur dengan masyarakat, untuk senantiasa hidup sederhana dan memupuk rasa toleransi. Lebih jauh, acara bernada sama semoga dapat diselenggarakan di tempat yang berbeda dengan kreasi acara yang lebih bervariasi.

Karena bagaimanapun, perdamaian adalah mimpi semua orang yang harus diwujudkan, dan perdamaian tidak akan terwujud jika kita tidak duduk bersama untuk saling menerima.

Perdamaian akan terasingkan jika kita masih kuat dengan etnosentrisme yang ada. Perdamaian akan sangat tabu jika kita masih menutup mata dan menolak perbedaan sesama. Salam damai.

sumber gambar: viglobal

JANGAN SEMBARANG BERGURU, APALAGI SOAL AGAMA


Hasil gambar untuk darwis sufi

Dewasa ini, semangat memperdalam agama sangat gencar melanda penduduk Indonesia, utamanya para generasi muda. Hal demikian tentunya bernada positif, mengingat ajaran agama adalah ajaran kebaikan dan perdamaian. Mendalami agama sama artinya dengan usaha memperbaiki akhlak dan moral.